Melegalkan Aborsi, Melanggengkan Kemaksiatan

Melegalkan Aborsi, melanggengkan kemaksiatan

Upaya yang diambil pemerintah dengan melegalkan aborsi sejatinya menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi permasalahan

Oleh. Ni'matul Afiah Ummu Fatiya
(Kontributor NarasiPost.Com & Pemerhati Kebijakan Publik)

NarasiPost.Com-Sungguh memprihatinkan kondisi negeri ini, semakin banyak aturan dan undang-undang yang dibuat. Namun, semakin merebak pula kemaksiatan yang terjadi. Berbagai macam tindak kriminalitas dan kenakalan remaja tiap hari bisa kita saksikan, baik secara langsung maupun dari media sosial. Banyak sudah upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi berbagai permasalahan termasuk membuat peraturan pemerintah dan perundang-undangan.

Beberapa waktu yang lalu, Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP No. 28 Tahun 2024 tentang Legalisasi Aborsi bagi korban pemerkosaan. PP tersebut merupakan peraturan pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dalam Pasal 116 PP No. 28 2024 disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Darurat medis yang dimaksud misalnya kehamilan di luar rahim (kehamilan ektopik) atau kondisi lain yang menurut dokter ahli bisa menimbulkan bahaya bagi ibu hamil atau janin.

Menanggapi hal tersebut, ketua MUI bidang dakwah KH. Muhammad Cholil Nafis menyatakan sepakat. Namun, ada satu hal yang menurutnya tidak sesuai dengan syariat Islam, yaitu tidak adanya batasan usia janin yang boleh diaborsi. "PP 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana UU Kesehatan soal aborsi sudah sesuai dengan Islam, hanya kurang ketentuan soal boleh aborsi karena diperkosa itu harus usia kehamilannya sebelum usia 40 hari. Ulama sepakat tidak boleh aborsi sesudah ditiupnya ruh, usia kehamilan di atas 120 hari " ungkap Cholil.

Sementara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berpendapat bahwa meskipun aborsi dilegalkan, dalam pelaksanaannya tetap harus sesuai SOP. Di antaranya harus dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan yang berkompeten dan memiliki kewenangan untuk melakukan tindak aborsi disertai dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang sesuai dengan persyaratan dari Menteri Kesehatan, ada persetujuan dari wanita hamil yang bersangkutan dan atas izin dari suami, terkecuali bagi korban pemerkosaan.

Liberalisme Akar Masalah

Maraknya kasus aborsi mengindikasikan bahwa banyak terjadi kasus kehamilan yang tidak diinginkan. Pergaulan bebas yang terjadi terutama di kalangan remaja, misalnya pacaran telah menyebabkan terjadinya kehamilan di luar nikah atau istilah dulu MBA (Married by Accident).

Semua berpangkal dari adanya kebebasan bertingkah laku yang lahir dari sistem demokrasi liberal saat ini. Sistem ini telah mengadopsi sekularisme yakni memisahkan agama dari kehidupan yang dijadikan landasan dalam setiap perbuatan. Sistem ini pula yang telah menjamin setiap orang bebas melakukan apa saja sesuai kehendaknya, berawal dari pertemanan lanjut pacaran hingga akhirnya melakukan hubungan intim antara dua orang yang berlainan jenis tanpa ikatan pernikahan.

Ditambah lagi dengan semakin canggihnya teknologi saat ini, pornografi dan pornoaksi begitu mudah diakses bahkan tanpa kita cari pun sering muncul begitu saja ketika kita bermain media sosial. Hal ini tentu saja semakin menambah rasa penasaran terutama di kalangan remaja yang ingin selalu mencoba hal baru. Akhirnya banyak kasus kriminalitas seperti pemerkosaan bahkan pembunuhan oleh pacar sendiri hingga kasus aborsi yang melibatkan anak remaja atau usia sekolah yang berawal dari perkenalan di medsos.

Sementara itu masyarakat memandang dosa misalnya pacaran menjadi sesuatu yang biasa. Kemaksiatan dinormalisasi dan dimaklumi. Sementara ketaatan dikritisi dan dipersekusi, tidak ada lagi amar makruf nahi munkar.

Melegalkan Aborsi Bukti Kegagalan Pemerintah

Upaya yang diambil pemerintah dengan melegalkan aborsi sejatinya menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi permasalahan aborsi yang semakin merebak. Begitulah sistem saat ini, peraturan baru dibuat ketika sudah terjadi kasus. Akhirnya bukannya menuntaskan masalah malah menimbulkan masalah yang lain. Dengan melegalkan aborsi, pelaku tindak perkosaan akan merasa aman karena tidak ada tuntutan pertanggungjawaban dari pihak korban. Sementara bagi korban dengan melakukan aborsi tentu akan menambah rasa sakit secara fisik dan beban mental serta traumatis yang berkepanjangan.

Islam Sebagai Solusi

Islam sendiri menghukumi aborsi (menggugurkan janin secara sengaja) sebagai tindakan yang diharamkan. Meskipun janin yang dikandungnya itu hasil dari hubungan gelap bahkan tindak perkosaan. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Qur’an surah Al-Isra ayat 33, ”Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.”

Adapun alasan aborsi yang dibenarkan oleh syarak antara lain:

  1. Jika kehamilannya itu bisa membahayakan atau mengancam jiwa baik itu ibunya atau janin yang dikandungnya. Hal itu setelah dilakukan pengecekan medis oleh dokter ahli yang jujur dan dokter menyatakan kondisi membahayakan tersebut.
  2. Sudah berupaya maksimal melakukan pengobatan tapi tidak ada perubahan ke arah perbaikan.
  3. Usia janin yang dikandungnya belum mencapai usia 40 hari atau sebelum ditiupkannya ruh (120 hari).
    Apabila tindakan aborsi tetap dilakukan tanpa memenuhi syarat tadi, maka pelakunya dikenakan sanksi membebaskan seorang budak laki-laki atau perempuan.

Selain itu, hukum dalam Islam memiliki fungsi sebagai jawabir (penebus) dan zawajir (pencegah). Maka sebelum terjadinya kasus yang berujung pada tindakan aborsi ini, Islam telah memberikan seperangkat aturan untuk mengantisipasinya.

Di antaranya adalah:

  1. Perintah untuk menundukkan pandangan baik bagi pria maupun wanita.
  2. Memerintahkan para wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna, terutama ketika keluar rumah.
  3. Melarang pria dan wanita ber-khalwat (berduaan) kecuali disertai mahram.
  4. Memisahkan jemaah wanita dengan pria baik di masjid atau sekolah.

Islam pun memberikan sanksi yang tegas bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran, seperti hukum rajam dan cambuk bagi pelaku zina.

Dengan seperangkat aturan tersebut, maka tindak kejahatan dan kemaksiatan bisa diminimalisasi bahkan bisa dicegah. Semua aturan tersebut hanya bisa diterapkan ketika Islam dijadikan sebagai dasar untuk mengatur seluruh kehidupan tanpa kecuali.

Dengan melegalkan aborsi pemerintah sejatinya telah melegalkan pergaulan dan seks bebas merebak dan menjangkiti generasinya.
Wallahu A'lam. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ni'matul Afiah Ummu Fatiya Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Syahidnya Ismail Haniyah, Semangat Perjuangan Melemah?
Next
Islamofobia Kian Eksis di Inggris
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram