Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam mendidik anak. Anak akan tumbuh optimal dengan kurikulum yang dibuat orang tuanya.
Oleh. Adinda Putri Iffatuz Zahroh
(Kontributor NarasiPost.Com & Aktivis Dakwah)
NarasiPost.Com-"Anak Terlindungi, Indonesia Maju" merupakan tema yang diusung pada peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang ke-40. Adapun subtema yang diusung adalah Anak Cerdas, Berinternet Sehat; Suara Anak Membangun Bangsa; Pancasila di Hati Anak Indonesia; Dare to Lead and Speak Up: Anak Pelopor dan Pelapor; Pengasuhan Layak untuk Anak: Digital Parenting; dan Anak Merdeka dari Kekerasan, Perkawinan Anak, dan Pekerja Anak. Tujuan dari subtema yang dipilih ini adalah untuk menjamin pemenuhan hak-hak anak.
Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengungkapkan bahwa puncak perayaan HAN 2024 digelar di Jayapura, Papua pada 23 Juli 2024. Papua ditetapkan sebagai tempat pelaksanaan karena kemeriahan perayaan HAN juga dapat dirasakan oleh anak-anak di daerah terpencil dan terluar. Sebanyak 6.000 anak ditempatkan di dalam Gedung Istora Papua Bangkit sedangkan 1.000 anak di luar gedung ditugaskan menyambut kedatangan presiden bersama rombongannya.
Sebelum puncak perayaan, terdapat rangkaian kegiatan salah satunya Festival Ekspresi Anak di Ancol, Jakarta pada pada Kamis, 18 Juli 2024. Tema yang diangkat adalah "Anak Cerdas, Berinternet Sehat". Dengan subtema ini diharapkan generasi muda bangsa kita bisa menguasai teknologi informasi dan komunikasi dengan menciptakan lingkungan yang serba digital. (Kompas.com, 23 Juli 2024)
Hari Anak Nasional diperingati sebagai gerakan penting untuk mengampanyekan pemenuhan hak anak atas hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Realita vs Formalitas
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, momen perayaan ini tidak ada bedanya karena hanya sekadar perayaan formalitas tanpa solusi nyata dan mengakar untuk mengentaskan masalah yang carut-marut. Masih banyak terjadi kasus kekerasan anak setiap tahunnya. Kementerian PPPA melaporkan bahwa pada 2023, ada 16.854 korban kekerasan dan tercatat ada 20.205 peristiwa kekerasan pada anak.
Berbagai kekerasan terjadi secara fisik, psikis, seksual, bullying, penelantaran, hingga eksploitasi. Jenis kekerasan yang sering terjadi pada tahun lalu adalah kekerasan seksual. Jumlahnya mencapai 8.838 kejadian. Permasalahan kekerasan sering terjadi karena adanya intensitas pengaruh lingkungan yang bebas tanpa menyaring informasi dan tindakan melalui baik atau buruknya.
Sehingga biasanya pelaku kekerasan berasal dari kerabat dekat korban, seperti orang tua, keluarga besar, dan teman. Tindakan kekerasan berawal dari hal kecil yang biasanya memiliki dendam dengan korban yang akhirnya bisa menjadi bom waktu dengan akhir pembunuhan. Para korban yang sering terkena kekerasan biasanya menjadi bibit untuk pelaku kriminal. Anak-anak menjadi sering bertengkar, bullying, pelaku pornografi, hingga menjadi pecandu narkoba.
Kejahatan online sering menjadi target pasar untuk kecanduan judi online dari game yang diunduh. Hadi Tjahjanto Kepala Satuan Tugas Pemberantas Judi online sekaligus Menko Polhukam mengatakan bahwa sekitar 2% pemain judi online adalah anak di bawah umur atau kurang dari 10 tahun, jumlahnya 47.400 orang. Sedangkan umur 10-20 tahun ada 440.000 orang.
Persoalan lain pada anak-anak seperti rendahnya akses terhadap pendidikan, jaminan kesehatan, dan akses jaringan internet. Teknologi informasi saat ini sudah berkembang pesat hingga memasuki era 5.0. Namun, saat ini di negeri ini terjadi kesenjangan tingkat kualitas pendidikan sehingga untuk mengolaborasikan antara teknologi dan pendidikan dengan, metode STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics) akan sangat sulit. Sementara itu, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, sehingga ketika mengikuti informasi melalui media sosial, masyarakat mudah mengikuti arus daripada membuat arus untuk perubahan yang lebih baik.
Berdasarkan fakta di atas, apakah sudah sesuai realitas dengan tema yang diangkat di perayaan Hari Anak Nasional 2024? Perayaan yang setiap tahun berulang dan persoalan bertambah, tetapi tak kunjung berubah untuk memperbaiki negara agar lebih baik daripada sebelumnya.
Persoalan yang Tersistem
Permasalahan-permasalahan yang ada dalam negara ini terbukti gagal dalam melindungi generasi pemegang tongkat estafet peradaban menuju Indonesia emas. Negara yang menganut sistem ekonomi kapitalisme yakni memisahkan agama dari kehidupan membuat aturan yang semaunya sendiri sesuai kehendak manusia.
Akibatnya akses terhadap sumber daya alam hanya untuk kalangan pemodal. Kalangan bawah hanya bisa mematuhi kebijakan yang dibuat para pemodal. Masyarakat merasakan biaya untuk kebutuhan hidup semakin mahal dan berakibat kemiskinan. Kesenjangan sosial membuat semakin susah mengakses fasilitas yang disediakan pemerintah. Hal ini membuat beban orang tua makin besar karena menanggung biaya anak yang makin naik harganya. Jika beban terlalu banyak, maka stres akan menjangkiti orang tua yang bisa menimbulkan penelantaran dan perdagangan anak.
Peran keluarga dalam mendidik generasi semakin berkurang. Akibat penerapan kapitalisme, ibu ikut andil dalam bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Hal ini mengakibatkan ibu lebih sibuk bekerja dan kurang maksimal dalam mendidik dan mengasuh anak.
https://narasipost.com/opini/04/2024/minimnya-perhatian-pengasuhan-anak-jadi-korban/
Hukum yang diterapkan pun tidak mendukung peran ibu dalam mendidik anak sebagai generasi cemerlang. Hukum tersebut berdasarkan keterbatasan akal manusia dan kehendak manusia yakni hukum demokrasi. Sistem yang digunakan juga liberal yakni bebas dalam berkehidupan yang menyebabkan kerusakan dan kebobrokan perilaku manusia dengan merusak bumi dan menumpahkan darah manusia dengan mudah. Sudah saatnya, kita tinggalkan sistem kufur dan berpindah ke sistem Islam yang bisa menghasilkan generasi emas yang menguasai pendidikan dalam bidang teknologi dan informasi.
Jaminan Islam terhadap Anak
Islam adalah agama rahmat bagi semesta alam. Sehingga seluruh problematika umat akan terselesaikan sesuai Al-Qur'an dan As-sunah. Persoalan anak akan dengan mudah teratasi karena anak adalah dijamin negara untuk pendidikan dan akhlaknya. Apabila negara mampu mengurusi anak dengan membekali akidah Islam dan ilmu pengetahuan, maka aspek ruhiyat akan terpancar dalam penerapan kehidupan sehari-hari. Tak hanya itu, negara juga mengamati tumbuh kembang pola pikir dan fisik, kepribadian, dan kesejahteraan anak.
Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam mendidik anak. Anak akan tumbuh optimal dengan kurikulum yang dibuat orang tuanya. Karena rumah adalah tempat didikan awal dalam mempelajari suatu hal. Guru hanya sebagai pendamping di sekolah dalam mengajarkan ilmu.
Selain itu negara juga menyediakan lapangan kerja yang layak dan cukup. Sumber pendapatan dihasilkan dari pengelolaan sumber daya alam yang dikelola negara secara mandiri. Hukum yang diterapkan pun untuk kepentingan umat, bukan untuk segelintir kepentingan orang, sehingga keadilan akan dicapai.
Hukum yang diterapkan sesuai syariat akan memberikan dampak efektif dalam segala bidang untuk memastikan kesejahteraan dan keamanan umat. Hukum yang dibuat juga memberikan efek malu dan jera sehingga bila ada seseorang yang melanggar syariat, orang tersebut dijamin tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
Penerapan sistem Islam memberikan solusi tuntas dan tidak memunculkan masalah baru atas masalah umat. Penerapan sistem ini bisa kita terapkan dalam negara Islam, yakni Khilafah Islamiah. Sistem ini telah terbukti dalam sejarah, yang penerapannya selama 13 abad dan menguasai dua per tiga wilayah di dunia. Anak-anak dalam naungan negara Islam akan ditempa menjadi calon pemimpin, calon pejuang, dan calon penerus peradaban Islam. Wallahu'alam bisshawab. []