Sejatinya, negara memiliki peran utama dalam melindungi kaum ibu. Negara harus menanamkan keimanan para ibu sehingga ujian kehidupan tidak akan membuat mereka salah arah dan tujuan.
Oleh. Sitti Ardianty Rauf, S.S
(Kontributor NarasiPost.Com & Aktivis Dakwah)
NarasiPost.Com-Penggalan lirik “Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya menyinari dunia.” Ungkapan ini kita dapati betapa besarnya kasih sayang ibu kepada anaknya. Mirisnya, dalam sistem saat ini, ada sebagian ibu yang tega melakukan kekerasan terhadap buah hatinya dan bahkan sampai menjual darah dagingnya sendiri.
Di Kota Medan, Sumatra Utara, seorang ibu rumah tangga berinisial SS berusia 27 tahun menjual bayinya Rp20 juta melalui perantara di Jalan Kuningan, Kecamatan Medan Area. Sang ibu tega menjual bayi yang baru saja dilahirkannya karena alasan kesulitan ekonomi. Adapun pembeli bayi mau membelinya karena memang belum memiliki anak. (Kompas.com, 14-08-2024).
Impitan Ekonomi Mematikan Naluri Keibuan
Selain kasus ini, masih banyak kejadian ibu menjual bayinya sendiri. Fakta menunjukkan betapa beratnya beban ekonomi yang menyekik masyarakat sehingga mematikan naluri keibuan seseorang, yaitu fitrah kasih sayang kepada anaknya.
Ibu yang seharusnya menjadi garda terdepan dan orang yang paling mengasihi anaknya, tetapi kini tinggal harapan. Sembilan bulan ia mengandung, terciptanya ikatan batin lewat rahim yang akan semakin menambah kebahagiaan ketika anak dilahirkan dan menjadi buah hati tercinta sang ibu. Namun, miris demi ekonomi ibu terpaksa menggadaikan perasaan dengan menjual anaknya.
Banyak faktor yang mengakibatkan hilangnya akal sehat seorang ibu. Di antaranya adalah aspek keimanan. Lemahnya iman membuat ibu tidak lagi menyadari bahwa anak adalah anugerah sekaligus amanah dari Allah. Kelak akan ada pertanggungjawaban pengasuhan dan pendidikan sang anak kepada Allah taala.
Selain faktor keimanan, faktor ketahanan keluarga juga memiliki andil dalam menjaga kewarasan seorang ibu. Sayangnya, bila support system juga tidak berjalan, baik karena sama-sama miskin ataupun individualis, maka kaum ibu terpaksa menanggung beban ekonomi keluarga. Yang akhirnya, kelahiran anak dianggap sebagai penyambung hidup dengan menjual bayinya sendiri.
Ikatan antara ibu dan anak tidak lagi istimewa. Ikatan rahim menjadi hancur lantaran ide sekuler-kapitalis yang seolah menjadi jalan pintas untuk menyelesaikan persoalan hidup.
Hal ini erat kaitannya dengan sistem ekonomi neoliberal yang diterapkan. Menjadikan orang sibuk dengan individualismenya masing-masing. Tidak peduli pada orang lain karena susahnya kehidupan di sistem kapitalisme hari ini.
Ibu dan Anak Butuh Pelindung
Sejatinya, negara memiliki peran utama dalam melindungi kaum ibu. Negara harus menanamkan keimanan para ibu sehingga ujian kehidupan tidak akan membuat mereka salah arah dan tujuan. Dan negara adalah pihak yang seharusnya menjamin kebutuhan hidup rakyatnya, termasuk para ibu dan anak yang dikandung maupun yang telah dilahirkan.
Ironisnya, peran negara yang harusnya tampil mewujudkan kesejahteraan, salah satunya menyediakan lapangan pekerjaan bagi suami atau ayah justru bersikap abai. Penguasa sibuk menghitung pertumbuhan ekonomi dan investasi terhadap asing maupun pemilik modal. Namun, terpampang nyata banyak kaum ibu yang bersusah payah dalam pengurusan rumah tangga, pengasuhan anak, dan beban mencari nafkah.
Di dalam Islam, negara/penguasa dipandang sebagai raa’in (pelindung). Kewajiban negara yaitu mewujudkan kesejahteraan. Islam memiliki sistem ekonomi yang khas untuk menyejahterakan rakyatnya melalui berbagai mekanisme, termasuk salah satunya adalah banyaknya lapangan pekerjaan yang disediakan seluas-luasnya oleh negara. Diberikan pula pendidikan keterampilan kerja sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Pun pengelolaan sumber daya alam yang dikelola secara mandiri oleh negara tanpa campur tangan pemilik modal otomatis akan membuka lapangan kerja di berbagai lini. Mulai dari tenaga ahli hingga tenaga terampil.
https://narasipost.com/opini/07/2023/khawatir-akan-biaya-hidup-ibu-tega-jual-bayi/
Hal ini sekaligus akan menghapuskan pengangguran yang selama ini menjadi masalah yang tidak pernah terselesaikan dalam sistem kapitalisme. Dengan demikian, solusi Islam dapat mencegah dan mengatasi pengangguran, sekaligus melindungi ibu untuk memaksimalkan pengasuhan terbaik terhadap anak.
Islam Memuliakan Peran Ibu
Islam juga memiliki sistem pendidikan yang akan membentuk kepribadian Islam seseorang. Hal ini mendukung terbentuknya keimanan seorang ibu dalam mengurus kehidupannya sebagai hamba yang taat sekaligus sebagai ummun wa rabbatul bait (menjadi ibu dan pengatur rumah tangga).
Adapun nas yang menunjukkan bahwa wanita diposisikan sebagai rabbatul bait adalah hadis berikut ini,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ … وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ (البخاري)
Artinya : Dari ‘Abdullah, bahwasannya Rosulullah ﷺ bersabda, “Setiap dari kalian adalah penggembala, maka (ia) akan ditanya tentang gembalaanya… Dan seorang istri adalah penggembala dalam rumah dan anak-anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka.”
Islam telah memberikan aturan khusus kepada kaum perempuan untuk mengemban tanggung jawab sebagai ibu, sekaligus pengelola rumah tangga. Dijelaskan pula dalam Masyru’ ad-Dustuur tentang hal ini, bahwa Al-ashlu fil mar’ati annahaa ummun wa rabbatul bayti. Wa hiya ‘irdhun an yushona. Hukum asal seorang perempuan adalah ibu dan pengatur rumah suaminya. Dan ia merupakan kehormatan yang wajib dijaga.
Betapa luar biasanya Islam memberikan posisi yang sangat mulia bagi seorang perempuan. Islam kaffah akan mewujudkan optimalnya fungsi keluarga secara utuh tanpa terkontaminasi ide sekuler buatan manusia. Kaum ibu akan sehat jiwa, raga, dan akalnya, sehingga dapat menyayangi anak-anaknya dan mengasuh serta mendidiknya dengan baik.
Inilah bekal untuk mempersiapkan generasi terbaik masa depan. Menerapkan Islam yang cemerlang. Saat itulah kaum muslim, khususnya kaum perempuan akan merasakan betapa mereka dimuliakan di bawah naungan Islam. Wallahua’lam bisshawab. []
Miris, perempuan dan anak nyaris tiada perlindungan dalam sistem kapitalis sekuler saat ini.
Hati ibu bisa jadi terkoyak tatkala harus melepas bayi yang dikandungnya selama 9 bulan. Namun, kemiskinan seringkali menempatkan ibu tidak memiliki banyak pilihan. Dipikirnya, daripada dalam asuhannya, anak tidak punya masa depan. Lebih baik diserahkan pada orang lain yang mungkin bisa menjadi lebih baik. Begitulah kejamnya sistem sekuler kapitalis.