Kapan saja dan di mana saja judol bisa selalu dimainkan. Gawai yang semula digunakan untuk bermain game online, merambat menjadi permainan judi
Oleh. Kintan Jenisa
(Kontrobutor NarasiPost.Com & Pemerhati Generasi)
NarasiPost.Com-Ketua Satgas Pemberantasan Judi Daring mengungkapkan setidaknya ada 80 ribu anak usia di bawah 10 tahun serta 440 remaja berusia 10-20 tahun telah menjadi pelaku judol (judi online). Ini merupakan angka yang menunjukkan generasi hari ini darurat judol. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan terdapat banyak permainan berbasis judi online yang menyamar sebagai game online. Anak dan remaja terjerat judol melalui game-game online yang saat ini sangat digemari seperti Domino Qiu Qiu, Pop Paker, Pop Domino, Topfun, Ludo Fream, dan lain sebagainya.
Indonesia yang merupakan negara mayoritas penduduk muslim ini, ternyata termasuk negara yang jumlah pemain dan transaksi judolnya fantastis. Berdasarkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tercatat transaksi judol sekitar Rp600 triliun pada kuartal pertama tahun 2024 (kompas.com, 18-6-2024). Adapun transaksi yang dilakukan oleh anak dan remaja pada setiap wilayah, angkanya juga sangat tinggi. PPATK mengungkapkan Jawa Barat menjadi wilayah tertinggi transaksi judol anak-anak yakni 41 ribu anak dengan angka transaksi Rp49,8 miliar. (detiknews.com, 26-7-2024)
Generasi Judol, Kian Marak
Jika dulu pemain judi mayoritas bapak-bapak, kini anak-anak pun sudah terbiasa akan hadirnya. Ratusan ribu para pengisi peradaban di masa datang, telah kehilangan arah hidupnya. Mereka menghabiskan waktu untuk keharaman, menjalani peran menjadi pelaku judol. Tak dimungkiri, eksistensi judol kian hari kian marak. Generasi semakin di-support dengan kemudahan dalam mengaksesnya. Kapan saja dan di mana saja judol bisa selalu dimainkan. Gawai yang semula digunakan untuk bermain game online, merambat menjadi permainan judi. Nilai transaksi yang kecil serta mudahnya top up saldo semakin memfasilitasi anak dan remaja dalam memainkannya. Setelah dimainkan, tentu menjadi kecanduan. Candu judol juga sangat berbahaya. Bahkan disetarakan seperti candu mengonsumsi narkoba.
Berbagai upaya pemerintah untuk memberantasnya tidak kunjung berbuah hasil. Hingga Juni 2024, pemerintah sendiri mengaku telah memblokir 2,1 juta situs judol. Namun, seperti yang terlihat, semakin diberantas judol pun semakin ganas. Bak pepatah, mati satu tumbuh seribu. Ketidakseriusan pemerintah untuk memberantas hingga backing oknum aparat dan pejabat di balik maraknya judol kian mencuat. Pasalnya ratusan miliar rupiah dana sudah dikucurkan demi keamanan cyber negara. Namun, masih saja berhasil dijebol dengan perjudian ini.
Faktor Maraknya Perjudian
Kurangnya pemahaman kaum muslimin terkhusus generasi akan agamanya, serta rendahnya ketakwaan individu menjadi faktor pertama maraknya perjudian. Jauhnya anak dari Islam disebabkan karena kurangnya peran orang tua dalam memberikan fondasi agama. Ayah dan ibu sibuk bekerja demi memenuhi segala kebutuhan yang begitu mahal dalam sistem ini. Jangankan memahamkan ketakwaan individu kepada anaknya, mereka sendiri pun kering akan pemahaman Islam dan asing dengan syariat-Nya.
Faktor kedua adalah kontrol masyarakat yang lemah hingga nyaris tak ada. Dalam sistem sekuler kapitalisme ini, masyarakat tumbuh menjadi individualis. Mereka abai terhadap pelaku kemaksiatan termasuk perjudian. Mereka hanya mementingkan diri sendiri, tanpa peduli apa yang terjadi di sekitarnya. Masyarakat yang cuek terhadap berbagai kemaksiatan ini, membuat judol semakin merebak di segala wilayah.
Faktor ketiga adalah peran negara yang menerapkan sistem aturan kapitalisme. Hukum yang berasal dari manusia, menghasilkan aturan yang lemah dan tak layak. Penegak hukumnya pun kehilangan kekuatannya, bahkan tak sedikit dari mereka juga merupakan pelaku judol. Negara rusak dari segala sistem, mulai dari sistem ekonomi yang sulit dan mendorong pelaku menjadikan judol sebagai mata pencaharian, sistem sosial yang mendewakan materi dan menggaungkan gaya hidup hedonis, hingga sistem pendidikan yang tidak menghasilkan generasi bertakwa.
Islam Mampu Memberantas Judol
Sesungguhnya Islam sebagai satu-satunya agama yang memberikan peraturan hidup lengkap mulai dari mengurusi urusan individu, masyarakat, dan negara telah melarang adanya praktik perjudian. Keharaman ini Allah sebutkan dalam QS. Al-Maidah ayat 90, “Wahai orang-orang beriman! Sungguh minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kalian beruntung.”
Judi merupakan suatu keharaman yang tidak boleh terjadi dalam bentuk apapun, termasuk dalam game online. Dengan sistem Islam, faktor-faktor penyebab maraknya judol akan dimusnahkan. Akan dibentuk individu-individu yang bertakwa. Mereka wajib diberikan pemahaman bahwa Islam adalah agama yang mengatur aspek kehidupan termasuk melarang adanya praktik perjudian. Masyarakat akan didorong untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Budaya amar makruf nahi mungkar akan muncul di tengah-tengah masyarakat. Tak boleh ada yang lengah, karena mereka sadar kewajibannya dalam berdakwah, mengingatkan satu sama lainnya.
Selain itu, negara yang menerapkan sistem Islam, akan serius dalam memberantas keharaman judol ini. Negara memberantas judol bukan hanya dari gejala penyakitnya saja. Namun, memberantas sumber penyakit sampai ke akarnya yakni kapitalisme. Mencampakkan sistem kapitalis yang berasaskan sekuler dan menggantinya dengan Islam yang berasaskan akidah Islam akan segera dilakukan.
https://narasipost.com/opini/06/2024/para-wakil-rakyat-dan-wabah-judi-online/
Negara yang menerapkan sistem Islam, akan memberikan sanksi takzir yang akan menjadi pencegah dan pemberi efek jera. Negara akan bersungguh-sungguh memutus mata rantai perjudian, tidak pandang siapa yang ada di baliknya. Negara juga memaksimalkan perannya dalam menjamin kesejahteraan masyarakat termasuk kebutuhan dasarnya seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, serta keamanan. Masyarakat sejahtera, generasi terselematkan. Sungguh semua ini akan terwujud dengan diterapkannya sistem Islam di tengah kehidupan kita. Wallaahu a’lam bi ash-shawaab. []