Aborsi Legal, Moral Generasi Kian Liar

Aborsi Legal, moral generasi kian liar

Pelegalan aborsi dengan dalih mengatasi trauma akibat kehamilan dari hasil pemerkosaan sejatinya hanyalah solusi parsial dan justru bisa menjadi bumerang bagi generasi negeri ini.

Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Aborsi merupakan tindakan atau praktik untuk menghentikan masa kehamilan dengan cara menghancurkan janin di dalam rahim. Aborsi ini biasanya dilakukan oleh pasangan yang tidak menginginkan kehadiran janin tersebut atau dilakukan karena alasan medis dan alasan yang lainnya.

Aborsi kini sedang menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Pasalnya, pemerintah telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. PP ini siap diberlakukan sejak ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Juni 2024 (detik.com, 03-08-2024). Salah satu poin yang diatur dalam PP 28/2024 adalah tentang kebolehan aborsi dengan beberapa syarat dan prosedur yang harus diikuti oleh pelaku aborsi.

Syarat-Syarat Aborsi

Pemerintah telah menetapkan beberapa syarat aborsi legal yang terkandung dalam PP 28/2024. Syarat tersebut yakni sebagai berikut.

Pertama, Pasal 116 menyebutkan bahwa aborsi boleh dilakukan dengan adanya indikasi kedaruratan medis, seperti membahayakan nyawa ibu. Selanjutnya, aborsi juga dilegalkan bagi korban pemerkosaan dan kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.

Kedua, Pasal 119 menjelaskan bahwa aborsi boleh dilakukan jika fasilitas kesehatan telah memenuhi sumber daya kesehatan yang telah ditetapkan oleh menteri.

Ketiga, Pasal 120 menguraikan bahwa aborsi diperbolehkan ketika proses aborsi dilakukan oleh dokter dan tenaga medis yang memiliki kompetensi dalam masalah tersebut.

Keempat, Pasal 123 menyebutkan bahwa aborsi dibolehkan ketika mendapat persetujuan dari pihak yang bersangkutan, yaitu perempuan hamil dan suami. Di sisi lain, bagi korban pemerkosaan, persetujuan aborsi dapat dilakukan oleh perempuan hamil dan pihak keluarga.

Beberapa syarat di atas dianggap relevan oleh pemerintah untuk membolehkan aborsi di negeri ini. Namun, nyatanya kebijakan tersebut menuai pro dan kontra dari masyarakat sebab aborsi merupakan masalah yang sarat akan nilai-nilai kemanusiaan, agama, dan budaya.

Pelegalan aborsi sejatinya bukanlah kebijakan baru di negeri ini. Kebijakan ini merupakan penekanan dari kebijakan yang telah lebih dahulu disahkan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2014. Aturan itu termaktub dalam Peraturan Pemerintah 16 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

Aturan ini dari dahulu menuai pro dan kontra. Beberapa kalangan yang pro terhadap peraturan tersebut adalah aktivis perempuan Poppy Dihardjo yang berpendapat bahwa pelegalan aborsi bagi korban rudapaksa sudah tepat sebab ini berkaitan dengan masalah psikologis dan masa depan korban. Kondisi kehamilan bagi korban rudapaksa justru bisa menimbulkan bahaya psikologis yang besar jika harus melanjutkan kehamilannya.

Di sisi lain, kalangan yang kontra beranggapan bahwa aborsi boleh dilakukan jika berkaitan dengan kedaruratan medis sebab kondisi ini dilakukan untuk menjaga dan melanjutkan kehidupan ibunya. Namun, ketika berkaitan dengan korban pelecehan seksual harus ada aturan yang jelas terkait motif ini sebab jangan sampai hanya menjadi alasan bagi seseorang untuk melakukan aborsi.

Pemerintah juga harus meninjau terkait pelegalan aborsi bagi korban pelecehan seksual. Jangan sampai pelegalan ini justru bertentangan dengan hak hidup manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (mommiesdaily.com, 05-08-2024).

Jika ditelisik, pendapat yang kontra terhadap kebijakan tersebut benar adanya, jangan sampai aborsi yang dianggap sebagai solusi justru menjadi bumerang bagi generasi negeri ini. Pemerintah harus kembali mempertimbangkan dari berbagai aspek atas penetapan kebijakan ini.

Menjadi Bumerang

Pelegalan aborsi dengan dalih mengatasi trauma akibat kehamilan dari hasil pemerkosaan sejatinya hanyalah solusi parsial. Bahkan kebijakan ini justru bisa menjadi bumerang bagi generasi negeri ini. Bagaimana tidak, pelegalan aborsi bisa jadi dimanfaatkan oleh remaja-remaja yang hamil di luar nikah akibat dari pergaulan bebas. Tidak dimungkiri bahwa pergaulan bebas saat ini kian marak di tengah-tengah masyarakat. Misalnya pacaran yang dianggap wajar oleh masyarakat, padahal aktivitas tersebut adalah awal dari interaksi hubungan di luar nikah. Oleh karena itu, kebolehan aborsi untuk korban pelecehan seksual bisa menjadi ladang maraknya pergaulan bebas yang menghancurkan masa depan generasi dan membuat generasi kian liar.

Di sisi lain, pemerintah hanya fokus untuk mengatasi trauma yang dialami oleh korban pemerkosaan. Namun, mereka melupakan sumber masalah dari maraknya pelecehan seksual yang menyebabkan kehamilan. Penguasa harusnya fokus untuk menyelesaikan akar masalah dari kasus tersebut, bukan justru mencari solusi yang tidak menyentuh akar masalah. Patut dipahami bahwa penyebab maraknya kasus pelecehan seksual yakni penerapan sistem kapitalisme sekuler.

Kapitalisme Sekuler Biangnya

Maraknya pelecehan seksual yang menghasilkan kehamilan dan menjadi salah satu dalih terciptanya kebijakan pelegalan aborsi dikarenakan penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini tidak memberikan batasan yang jelas terhadap interaksi antara laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk berinteraksi asalkan tidak mengganggu kepentingan orang lain atau kedua insan tersebut enjoy untuk menjalin hubungan. Kebebasan ini pun berpayung hukum sehingga tidak ada yang bisa memuhasabahi interaksi mereka. Misalnya praktik campur baur antara laki-laki dan perempuan, bepergian tanpa ada batasan, dan lainnya.

Selanjutnya, sistem sekuler juga menjauhkan penguasa dari tugasnya sebagai pe-riayah (pengurus) urusan rakyat. Negara tidak lagi memberikan dorongan kepada rakyatnya untuk terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah sebagai benteng utama dalam bertindak. Negara justru menerapkan sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan manusia. Dasar perbuatan tentunya bukanlah hukum syarak, tetapi hawa nafsu mereka. Dengan minimnya keimanan kepada Allah dan dominasi hawa nafsu yang tinggi, pergaulan bebas marak dan kerap terjadi pemerkosaan.

Di sisi lain, negara tidak memfilter konten-konten yang masuk ke negeri ini dengan baik. Banyak konten pornoaksi dan pornografi yang justru berkeliaran di media sosial. Kondisi ini memicu terjadinya kasus pelecehan seksual sebab syahwat mereka bergejolak.

Selanjutnya, negara juga tidak bisa memberikan sanksi tegas dan memberikan efek jera bagi pelaku pemerkosaan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang dibuat untuk menghentikan gurita pelecehan seksual bagaikan "pajangan" belaka. Tindak kekerasan seksual berada pada angka yang tinggi. Menurut laporan Komnas Perempuan, jumlah kasus kekerasan seksual pada Mei 2022-Desember 2023 mencapai 4.179 kasus. Kasus yang banyak diterima Komnas Perempuan yakni kasus Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) sebanyak 2.776 kasus. Berikutnya, pelecehan seksual 623 kasus dan sisanya adalah kasus pemerkosaan (detik.com, 03-05-2024).

Data ini merupakan data yang terungkap oleh Komnas Perempuan. Lantas , bagaimana dengan data yang belum terungkap? Masih banyak para perempuan di luar sana yang menjadi korban pelecehan dan pemerkosaan, tetapi tidak berani melaporkan tindakan tersebut. Kasus ini bagaikan gunung es yang sulit untuk diselesaikan.

Alih-alih UU TPKS menjadi solusi terhadap korban pelecehan, yang ada UU TPKS justru menyebabkan merebaknya bergaulan bebas. Yang lebih anehnya lagi, solusi bagi korban pemerkosaan justru muncul dari undang-undang yang lainnya, yakni UU Kesehatan yang melegalkan aborsi. Pelegalan aborsi ini pun seolah menjadi jalan pintas bagi penguasa untuk mengeluarkan para korban dari trauma yang mereka alami karena kehamilan tidak diinginkan akibat pemerkosaan. Sejatinya hal ini tidak boleh dilakukan sebab aborsi merupakan tindakan merampas hak hidup calon manusia. Dengan demikian, tidak boleh menjadikannya sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan masalah psikologis korban rudapaksa tanpa adanya uzur yang sesuai syariat Islam.

Aborsi dalam Pandangan Islam

Islam merupakan ideologi yang jika diterapkan dalam sendi kehidupan manusia akan membawa mereka pada keberkahan. Islam pun menuntun manusia kepada jalan kebenaran dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Islam juga memuat berbagai hukum perbuatan bagi manusia, termasuk masalah aborsi.

Islam memandang bahwa hukum aborsi adalah haram. Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya An-Nizham al-Ijtima’i fii al-Islam dalam bab "'Azl" menjelaskan bahwa aborsi hukumnya haram sebab aborsi merupakan tindakan pelanggaran terhadap jiwa manusia yang terpelihara darahnya. Tindakan aborsi ketika dilakukan pada bentuk janin yang tampak sebagaimana  wujud manusia seperti telah tampak jari, tangan, kepala, dan bentuk tubuh lainnya, ia dikenakan sanksi diat ghurrah, baik budak laki-laki maupun perempuan, yang nilainya sepersepuluh diat membunuh manusia dewasa. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surah Al-An'am ayat 151. 

Selain itu, Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah telah menetapkan bagi janin seorang wanita Bani Lahyan yang digugurkan dan kemudian meninggal dengan diat ghurrah, baik budak laki-laki ataupun perempuan."

Adapun tindakan aborsi sebelum peniupan roh pada janin, yakni ketika janin berumur 40 hari sejak awal kehamilan atau ketika dimulai proses penciptaan, hal tersebut juga haram. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah, "Jika nutfah (zigot) telah lewat empat puluh dua malam, Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu Dia membentuk nutfah tersebut. Dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), 'Ya Tuhanku, apakah ia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan.'” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud). Dalam riwayat lain disebutkan empat puluh malam.

Dari hadis di atas tampak jelas bahwa ini merupakan bentuk penganiayaan terhadap janin yang sudah memiliki ciri kehidupan. Oleh karenanya, tindakan aborsi terhadap janin pada fase pembentukan janin atau proses penciptaan janin hukumnya sama dengan pengguguran janin yang telah ditiupkan roh padanya, yaitu haram. Pengguguran ini juga dikenakan sanksi diat ghurrah sebagaimana dijelaskan di atas.

Dengan demikian, seorang ibu, ayah, dokter, maupun keluarga haram melakukan aborsi setelah janin berumur 40 hari. Begitu pula aborsi tidak boleh dilakukan dengan dalih korban pelecehan seksual kecuali jika ada uzur syar'i yang diberikan oleh dokter. Misalkan, janin tidak berkembang, membahayakan nyawa si ibu, dan kedaruratan medis lainnya sesuai ketentuan syarak.

Dalam konteks penerapan hukum aborsi, negara memiliki andil besar untuk menjaga dan me-riayah rakyatnya agar tidak melakukan tindakan aborsi. Begitu juga negara melakukan penjagaan terhadap hal-hal yang dapat merenggut muruah seorang perempuan dari para pedofil.

Islam Memberantas Kasus Pemerkosaan

Islam tidak hanya memiliki seperangkat aturan tentang perbuatan manusia, tetapi Islam juga sebagai solusi dari berbagai problem dalam kehidupan manusia, salah satunya kasus pemerkosaan. Kasus ini dalam sistem kapitalisme telah menggurita dan tidak kunjung menuai solusi tuntas. Bahkan keberadaan kasus ini pun menimbulkan malapetaka baru bagi generasi, yakni kebolehan aborsi yang sejatinya haram dilakukan oleh manusia, terkhusus kaum muslim.

Ada beberapa hal yang dilakukan oleh negara Islam untuk memberantas kasus pemerkosaan, yaitu sebagai berikut.

Pertama, Islam mendorong rakyatnya meningkatkan ketakwaan kepada Allah sebagai benteng utama dalam berbuat. Standar perbuatan adalah hukum syarak sehingga rakyat memahami cara menyalurkan naluri seksualnya sesuai dengan jalan yang sahih. Misalkan dengan cara menikah. Jika belum mampu menikah, diwajibkan untuk berpuasa.

Kedua, pengontrolan media. Media dijadikan sebagai ladang dakwah, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Konten-konten yang merusak akal tidak dibiarkan berkeliaran dengan bebas di dalam negeri dan di berbagai media.

Ketiga, sanksi tegas bagi pelaku pemerkosaan. Sanksi dalam Islam terkenal dengan keadilannya serta ketegasannya yang dapat menimbulkan efek jera baik bagi pelaku maupun orang lain. Sistem sanksi dalam Islam berfungsi sebagai zawajir yaitu pencegah terjadinya tindak kejahatan berulang kembali dan juga sebagai jawabir yaitu penebus dosa bagi pelaku di akhirat kelak.

https://narasipost.com/opini/01/2024/kasus-aborsi-berulang-bukti-rusaknya-paham-kebebasan/

Sanksi bagi pemerkosa sama dengan had yang telah ditetapkan bagi pelaku zina. Jika pelaku masih lajang, ia dihukum dengan cara dicambuk 100 kali kemudian diasingkan. Jika pelaku sudah menikah, ia dihukum dengan rajam yaitu dikubur hidup-hidup kemudian dilempari batu hingga mati. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis Abdul Jabbar bin Wa'il dari ayahnya mengatakan, "Bahwa Nabi memerintahkan untuk merajam pelaku pemerkosaan." Sedangkan bagi korban pemerkosaan ia tidak dikenai had. Hal ini berdasarkan firman Allah surah Al-An'am ayat 145 Dengan beberapa cara di atas, kasus pemerkosaan bisa diberantas hingga ke akarnya. Wallahua'lam bishawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Siti Komariah Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Anak Muda Harus Berani Bermimpi
Next
Legalisasi Aborsi, Kemaksiatan Makin Beraksi
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
novianti
novianti
3 months ago

Dalam sistem sekuler kapitalis selalu terjadi kesalahan dalam pengidentifikasian sumber masalah. Bukannya dipikirkan bagaimana caranya menghapus sumber pemerkosaan, malah bikin dosa baru dengan melegalkan aborsi, benar-benar umat mau dibikin rusak.

Siti Komariah
Siti Komariah
Reply to  novianti
3 months ago

Bener sekali Mbak

Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
3 months ago

MasyaAllah benar dan tepat, hanya Islam yg dapat menuntaskan permasalahan dan melarang aborsi sembarangan yg berarti mudahnya menghilangkan nyawa yg telah dihidupkan oleh Sang Pencipta karena perbuatan manusia yg bejat yg tidak memandang haram itu akibat dari negara yang makin memberikan kebebasan dalam pergaulan berunsur sekuler.

Siti Komariah
Siti Komariah
Reply to  Hanimatul Umah
3 months ago

Entah bingung apa maunya pemerintah

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram