Di kalangan masyarakat yang masih berpegang pada nilai-nilai moral atau agama tentu menentang aborsi, sehingga penerapannya akan menimbulkan kontroversi.
Oleh. Yulia
(Kontributor NarasiPost.Com & Pegiat Pena Banua)
NarasiPost.Com-Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang memperbolehkan aborsi bagi korban pemerkosaan. Peraturan ini memungkinkan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban kejahatan seksual yang menyebabkan kehamilan. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tingginya angka pelecehan seksual yang sering kali mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan sehingga memberikan beban sosial dan ekonomi yang besar.
Aborsi Dilegalisasi
Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, nyatanya negara ini menganut sistem sekuler kapitalis. Di mana hukum dan kebijakan negara sering kali terpisah dari nilai-nilai agama. Dalam konteks ini, kebijakan aborsi bagi korban pemerkosaan dapat dilihat sebagai upaya untuk melindungi hak asasi manusia dan kesehatan reproduksi korban, terlepas dari doktrin agama tertentu. Namun, penerapan kebijakan ini tentu menimbulkan kontroversi, terutama di kalangan masyarakat yang masih berpegang teguh pada nilai-nilai agama.
Tingginya angka kekerasan seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan menimbulkan beban sosial dan ekonomi yang signifikan. Dalam sistem kapitalis, pengurangan beban sosial ini bisa dilihat sebagai upaya untuk mengurangi biaya sosial dan meningkatkan efisiensi dalam masyarakat, sambil memastikan bahwa individu yang terkena dampak tetap memiliki kontrol atas kehidupan mereka.
Kebijakan yang dikeluarkan melalui PP No. 28 Tahun 2024 ini sejalan dengan prinsip-prinsip sekularisme dan kapitalisme. Namun, di kalangan masyarakat yang masih berpegang pada nilai-nilai moral atau agama tentu menentang aborsi, sehingga penerapannya akan menimbulkan kontroversi. Dalam sistem sekuler kapitalis, konflik antara kebijakan negara dan nilai-nilai moral masyarakat memang sering kali terjadi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi kebijakan ini dengan kritik, menyatakan bahwa peraturan tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam. Menurut MUI, aborsi hanya diperbolehkan dalam kondisi darurat medis, bagi korban pemerkosaan, dan sebelum usia kehamilan mencapai 40 hari atau sebelum ruh ditiupkan.
Dilansir dari MediaIndonesia.com, 11–8–2024, Ketua MUI Bidang Dakwah, M. Cholil Nafis, mengatakan bahwa pasal terkait aborsi dalam PP No. 28 Tahun 2024 mengenai Peraturan Pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2023 mengenai Kesehatan masih belum sesuai dengan ketentuan agama Islam. Dia menjelaskan bahwa aborsi hanya bisa dilakukan ketika terjadi kedaruratan medis, korban pemerkosaan, dan usia kehamilan sebelum 40 hari atau sebelum peniupan ruh. Fakta ini menunjukkan bahwa peraturan pemerintah yang telah disahkan mengenai aborsi bagi korban perkosaan tidak dilandaskan pada aturan Islam, melainkan pada aturan sekuler yang jauh dari Islam sehingga peraturan ini tidak sepantasnya disahkan.
Akankah Menjadi Solusi?
Meningkatnya kasus pemerkosaan menunjukkan adanya krisis keamanan bagi perempuan di Indonesia, di mana perempuan sering kali menjadi korban dan tidak mendapatkan perlindungan yang memadai. Selain itu, dalam sistem sekuler, perempuan sering kali diperlakukan sebagai komoditas di berbagai bidang pekerjaan.
https://narasipost.com/opini/08/2024/melegalkan-aborsi-melanggengkan-kemaksiatan/
“Dan janganlah kau membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS. Al-An’am [6]: 151).
Tidak dibenarkan dalam Islam membunuh janin kecuali dengan alasan dan syarat yang telah ditetapkan. Adapun syarat yang harus dipenuhi meliputi: membahayakan nyawa ibu, anak yang dikandung dalam keadaan tidak bernyawa, dan belum mencapai 40 hari atau belum ditiupkan ruh. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a., dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika nutfah (zigot) telah berlalu empat puluh dua malam, Allah akan mengutus padanya seorang malaikat. Maka malaikat itu akan membentuknya, menciptakan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya. Kemudian dia berkata, ‘Wahai Tuhanku, apakah (dia Engkau tetapkan menjadi) laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah memberi keputusan’”. Dalam riwayat yang lain disebutkan empat puluh malam (arba’ina lailatan).
Islam dalam penerapannya memberikan solusi yang hakiki dalam kasus pemerkosaan:
Pertama, pemerkosaan tanpa mengancam dengan menggunakan senjata maka perbuatan ini dikategorikan sebagai zina. Maka, sanksi yang diberikan terhadap pelaku adalah 100 kali cambukan untuk pelaku yang belum menikah. Jika pelaku telah menikah maka hukumannya adalah rajam. Sedangkan korban tidak diberikan hukuman.
Kedua, pemerkosaan dengan menggunakan senjata dihukum seperti pelaku perampok. Hukuman bagi perampok telah disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya di dalam QS. Al-Maidah (5): 33, “Sesungguhnya sanksi terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi adalah mereka dibunuh atau disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang (keluar daerah). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.”
Dalam Islam, aborsi hanya diperbolehkan dalam keadaan tertentu yang telah ditetapkan, seperti jika kehamilan mengancam nyawa ibu atau jika janin sudah tidak bernyawa dan belum mencapai usia 40 hari. Islam juga memiliki hukum yang tegas terhadap pelaku pemerkosaan, dengan hukuman yang bertujuan untuk memberikan efek jera dan melindungi masyarakat dari kejahatan tersebut. Allahu a’lam. []