Islam tegas menyatakan mana yang halal dan mana yang haram. Standarnya langsung dari Allah Swt. Jadi batasannya jelas, sehingga kaum muslimin tidak ada keraguan dalam mengonsumsi makanan maupun minuman, sebab dalam Al-Qur'an, Allah menegaskan khamar itu haram.
Oleh. Hadi Kartini
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ditemukannya minuman berakohol (wine) dengan label halal di pasaran membuat masyarakat menjadi heboh. Padahal dalam Islam minuman beralkohol jelas-jelas diharamkan. Hal ini menyebabkan pihak yang berwenang memberikan klarifikasi terhadap produk wine yang bersertifikat halal ini. Ada dua lembaga dalam mengajukan sertifikat halal. Melalui BPJPH dengan pengajuan sertifikat secara self declair (deklarasi mandiri). Dan MUI melalui jalur reguler.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Muhammad Aqil Irham menyebutkan memang ada produk buah merek Nabidz yang mengajukan sertifikasi halal. Namun bukan untuk produk wine.
BPJPH sendiri kini memblokir Sertifikasi Halal bernomor ID 131110003706120523 untuk produk Jus Buah Anggur Nabidz, Aqil membenarkan ini.
Lebih lanjut, Kepala BPJPH itu juga menjelaskan bahwa pihak Nabidz memang mengeklaim wine yang dia produksi halal. Karenanya, hal tersebut akan dibuktikan melalui audit dan jalur sertifikasi reguler. (DetikHikmah.com, 28/7/23).
Pengurusan sertifikat halal dulunya dilakukan oleh MUI. Namun, sejak Oktober 2019 pengurusan sertifikat halal juga dilakukan oleh BPJPH di bawah pengawasan Kemenag. Sehingga pihak MUI terkesan lepas tangan terhadap peredaran produk wine bersertifikat halal di pasaran.
Ketua MUI bidang fatwa Asrorun Niam menegaskan, penerbitan sertifikat halal produk wine merek Nabidz seperti dalam unggahan tidak melibatkan MUI. Menurut Asrorun, produk minuman fermentasi anggur dengan kandungan alkohol itu tidak sesuai dengan standar MUI (Bangka.Tribunnews.com, 1/8/23).
Kurangnya Pengawasan Pemerintah
Kalau boleh dibilang, BPJPH dan MUI kecolongan dalam menerbitkan sertifikasi halal untuk minuman jus buah anggur Nabidz yang ternyata adalah wine. Pihak yang paling dirugikan dalam hal ini adalah masyarakat umum. Timbul keraguan dalam masyarakat, apakah boleh minuman tersebut dikonsumsi oleh umat muslim? Karena adanya label halal di kemasannya. MUI memberikan standar halal untuk minuman beralkohol dengan kandungan alkohol tidak boleh lebih 0,5 persen. Di atas 0,5 persen dinyatakan haram.
Di sinilah sangat diperlukan peran pemerintah sebagai pelindung masyarakat. Pemerintahlah yang paling berkuasa dalam pengaturan-pengaturan urusan rakyat. Termasuk peredaran bahan pangan di masyarakat. Indonesia sebagai negara yang paling banyak penduduk muslimnya harus ekstra hati-hati memberikan label halal bagi sebuah produk. Karena ini menyangkut akidah umat muslim sendiri yaitu akidah Islam. Di mana dalam akidah Islam khamar atau minuman yang memabukkan haram untuk dikonsumsi.
Rakyat sangat mempercayai pemerintah dalam hal ini. Karena pemerintahlah yang punya wewenang mengawasi dan mengontrol semua produk yang beredar di pasaran. Apakah suatu produk halal dan aman dikonsumsi oleh umat muslim atau tidak? Dalam memberikan sertifikat halal suatu produk, pemerintah harus mengawasi betul mulai dari bahan baku, proses produksi, sampai barang siap dikonsumsi. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kecurangan. Seperti halnya wine bersertifikat halal yang tadinya pangajuan sertifikasi halal untuk jus buah anggur tetapi yang beredar di pasaran adalah wine. Ini terjadi karena kurangnya pengawasan dari pemerintah.
Kewajiban Sertifikat Halal Tahun 2024
Apalagi dalam sistem kapitalisme liberal saat ini, kecurangan sangat banyak terjadi. Tidak terkecuali dalam pengurusan sertifikat halal. Di sistem ini orang tidak mau susah dalam semua urusan, sehingga banyak bermunculan oknum-oknum yang menawarkan jasa untuk memuluskan suatu urusan. Dengan mengharapkan imbalan atas jasa yang diberikan. Urusan selesai dengan cepat tanpa melalui prosedur yang berlaku. Tolok ukur suatu perbuatan tidak lagi halal dan haram, tetapi materi.
Kecurangan ini kemungkinan akan meningkat ke depannya. Karena presiden Joko Widodo mencanangkan pada tahun 2024, Indonesia akan menjadi pusat halal dunia.
Untuk diketahui pemberlakuan kewajiban bersertifikat halal secara resmi akan dimulai pada 17 Oktober 2024. Pemberlakuan ini berlaku untuk produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa sembelihan, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penunjang untuk makanan dan minuman (DetikHikmah.com, 28/7/23).
Semua pengusaha diwajibkan mengantongi sertifikat halal terhadap usaha, khususnya di bidang makanan dan minuman. Kebijakan pemerintah ini membuat para pengusaha melakukan berbagai cara mendapatkan sertifikat halal. Supaya usaha yang mereka lakukan bisa berjalan dengan lancar. Walaupun usaha mereka tidak sesuai dengan standar yang berlaku.
Islam Menjamin Produk Halal
Berbeda dalam pandangan Islam, Islam tegas menyatakan mana yang halal dan mana yang haram. Standarnya langsung dari Allah Swt. Jadi batasannya jelas, sehingga kaum muslimin tidak ada keraguan dalam mengonsumsi makanan maupun minuman. Apalagi minuman beralkohol. Dalam Al-Qur'an Allah dengan tegas menyatakan khamar itu haram.
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (TQS. Al-Maidah: 90)
Rasullullah saw. memperjelasnya dalam hadis riwayat Ahmad dan Muslim
"Setiap benda memabukkan adalah khamar dan setiap khamar itu haram."
Dari sini jelas bahwa Rasulullah mengharamkan khamar, baik itu jumlahnya sedikit maupun banyak.
Baik minuman, makanan, dan barang-barang hasil produksi yang akan dipergunakan untuk kebutuhan umat Islam harus berstatus halal sehingga aman dikonsumsi. Dan tugas negaralah yang memantau peredarannya di pasaran. Mulai dari pemberian label halal suatu produk. Dalam hal ini negara harus betul-betul mengawasi mulai bahan baku yang digunakan, proses produksi, sampai distribusi. Ini dilakukan supaya produk yang beredar di pasaran betul-betul aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Negara juga melakukan pemeriksaan terhadap semua barang-barang yang beredar di pasaran dan membersihkan jika ada barang-barang yang mempunyai unsur-unsur yang haram. Serta memberikan sanksi yang tegas terhadap siapa saja yang melakukan kecurangan. Baik produsen, pedagang, maupun pejabat pemerintah yang bertugas dalam pengawasan terhadap barang produksi.
Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam memantau peredaran barang di pasaran. Karena masyarakatlah yang bersinggungan langsung dengan hasil produksi. Masyarakat merupakan konsumen pertama yang menjadi sasaran dari produksi suatu barang. Jika ada barang yang tidak sesuai dengan syariat Islam, maka masyarakat diminta langsung melaporkannya kepada pihak yang berwenang. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama dalam hal ini. Barang-barang yang tidak sesuai standar Islam tidak bisa beredar di pasaran.
Jika pemerintah saat ini melakukan kebijakan-kebijakan seperti yang pernah diterapkan negara Islam dan memahami hadis Rasullah yang diriwayatkan oleh Al Bukhari,
"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya."
Kemungkinan wine bersertifikat halal tidak akan pernah terjadi. Karena Allah Swt. akan meminta pertanggungjawaban setiap pemimpin dalam mengurusi semua urusan rakyatnya tanpa terkecuali. Wallahu a'lam bishawab.
Benar sekali. Jika pemerintah melakukan kebijakan yang sesuai syariat Islam maka jaminan kehalalan produk akan tercapai.
Ketika standar halal haram bukan menjadi fokus negara ya begini jadinya, kecolongan lagi kecolongan lg. Negeri muslim terbesar di dunia harusnya paling aware dengan masalah halal haram kenapa malah seakan menyepelekan...