Tabrak Syariat demi Viral, Liberalisasi Makin Kental

Tabrak syariat demi viral

Merebaknya konten-konten yang melanggar syariat demi viral merupakan wujud liberalisasi tingkah laku atau kebolehan bertindak sesuka hati asal tidak merugikan pihak lain. Inilah pangkal dari kerusakan masyarakat saat ini.

Oleh. Heny Era
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Viral, kata yang saat ini menjadi incaran sebagian pengguna media sosial. Bermodal media sosial yang mereka punya, konten demi konten dikreasikan untuk mengundang viewer agar terkenal. Konten yang biasa dibuat bisa berisi konten lelucon, kuliner, traveling, sampai quotes harian atau nasihat. Namun, seiring dengan menjamurnya konten yang tersebar membuat para kreator konten harus lebih kreatif lagi agar bisa bertahan di tengah banyaknya kreator konten yang bermunculan.

Sayangnya, di tengah persaingan tersebut, tidak sedikit dari mereka yang kebablasan dalam meramu konten untuk dibagikan. Kebablasan yang mengarah pada penistaan agama masif bermunculan di laman-laman media sosial. Sebut saja yang sedang viral, yaitu video seorang selebgram berhijab, Oklin Fia yang membagikan video kontroversial di akun Instagramnya. Walaupun terlihat sederhana, hal itu dianggap sebagai perbuatan yang tidak senonoh.https://narasipost.com/opini/03/2022/mengapa-kekerasan-seksual-semakin-tumbuh-subur/

Lewat video dengan durasi 15 detik yang viral di media sosial, Oklin awalnya ditawari es krim oleh seorang pria, tetapi ia menolak. Kemudian tiba-tiba ketika es krim tersebut diletakkan di depan kemaluan pria tersebut, Oklin justru langsung jongkok menghadap es krim yang dipegang sang pria tersebut. Bahkan, Oklin juga menjilat es krim tersebut sambil menatap ke kamera. Sontak saja, video tersebut menimbulkan beragam reaksi. Tak sedikit warganet miris dengan kelakuan Oklin dan menganggap konten itu mengarah ke pornografi (Surabaya pagi.com, 17/08/2023).

Kini video tersebut berbuntut panjang. Oklin dilaporkan ke polisi karena dianggap melanggar kesusilaan dan penodaan agama. Laporan itu dilayangkan oleh Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI), Gurun Arisastra ke Polres Jakarta Pusat (Liputan6.com 18/08/2023).

Konten Merusak, Liberalisasi Tingkah Laku Merebak

Video dengan memperlihatkan cara makan es krim dengan gaya erotis jelas merupakan penistaan agama terhadap hijab yang dikenakan. Lebih parahnya, hal seperti ini dijadikan konten sebagai ladang mendulang cuan. Memang bukan kali ini saja konten video melangar syariat tersebar di media sosial, sebelumnya kejadian serupa juga dilakukan seorang TikToker muslimah yang dengan sadar memakan babi yang dalam agama Islam itu dilarang.

Merebaknya konten-konten yang melanggar syariat demi viral merupakan wujud liberalisasi tingkah laku atau kebolehan bertindak sesuka hati asal tidak merugikan pihak lain. Inilah pangkal dari kerusakan masyarakat saat ini. Mereka bebas bertingkah laku tanpa mempertimbangkan dampak baik atau buruk, dan lagi-lagi materi menjadi pendorong mereka dalam bertindak dengan menyingkirkan aturan agama dan norma.

Merebaknya paham liberalisme merupakan suatu keniscayaan akibat diterapkannya ideologi kapitalisme oleh negara. Dalam kacamata kapitalisme, yang terpenting adalah mendapatkan materi dan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memandang halal dan haram. Bagi penganut ideologi ini, agama tak perlu dibawa-bawa dalam kehidupan sehari-hari. Menurut mereka, manusia memiliki kebebasan tanpa batas sehingga akhirnya liberalisasi merasuk di segala bidang, termasuk dalam tingkah laku.

Kasus tayangan yang menghina syariat juga berdampak merusak kepribadian masyarakat, khususnya generasi muda. Media sosial sangat digandrungi para kawula muda dan tontonan yang mereka konsumsi tentu dapat berpengaruh pada pola tingkah laku mereka nantinya. Sayangnya, konten merusak begitu menjamur dan mudah diakses semua lapisan masyarakat dengan kecanggihan teknologi.

Kurangnya tanggung jawab negara terhadap konten yang beredar di masyarakat menjadi salah satu sebabnya. Padahal negara bisa saja memblokir dan menutup konten dan situs yang merusak hingga berdampak pada kehancuran negara, atau bahkan negara dapat memberikan sanksi yang tegas dan cepat pada pelaku. Akan tetapi, negara pada sistem kapitalisme berfungsi hanya sebagai regulator, bukan pengayom yang mengurus urusan rakyat secara mendetail. Inilah bukti bahwa sistem kapitalisme abai terhadap moral dan akhlak rakyatnya.

Media Sosial dalam Pandangan Islam

Sejatinya, bermain media sosial adalah hal mubah (boleh), tetapi jangan sampai yang mubah menjadi hal yang haram karena melanggar syariat agama. Mem- branding diri supaya terkenal itu sah-sah saja, tetapi perlu diingat untuk selalu mengutamakan adab dalam bertingkah laku. Dengan demikian, yang dikerjakan akan mendatangkan maslahat untuk umat, bukan justru mendatangkan mudarat karena merendahkan kehormatan.

Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa berusaha menjaga kehormatannya, maka Allah akan menjaga kehormatannya, dan barang siapa merasa cukup, maka Allah akan memberikan kecukupan." (Sahih Al-Bukhari, no.1427)."

Oleh karenanya, media sosial dalam Islam didaulat menjadi sarana syiar dakwah untuk menebar kebaikan. Sekaligus dapat digunakan sebagai sarana edukasi umat dalam rangka mendukung penerapan dan pelaksanaan syariat Islam. Mengingat jangkauan media sosial yang begitu luas dan cepat, maka syiar dakwah Islam akan mudah tersampaikan pada umat. Kewajiban berdakwah telah Allah sampaikan dalam QS. Ali Imran: 110.

"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (TQS. Ali Imran [3]: 110).

Oleh karena itu, untuk konten-konten yang melanggar syariat tidak akan diberi celah dan dengan tegas dilarang. Khalifah atau pemimpin dalam Islam senantiasa mengawasi media dengan ketat untuk memastikan konten yang berpotensi mendatangkan mudarat, pemikiran kufur, dan yang menyimpang dari syariat Islam agar tidak tersebar. Kalaupun tetap ada yang lolos, maka sanksi yang tegas disiapkan untuk pelaku dengan hukuman yang menjerakan.

Sistem Islam akan memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk kebaikan umat manusia, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok dalam rangka meraih materi. Teknologi juga tidak boleh digunakan sebagai alat politik untuk melanggengkan sistem kufur. Oleh karena itu, sudah saatnya mencampakkan sistem kapitalisme yang telah membuat masyarakat dan anak muda rusak dan jauh dari syariat Islam. Wallahua'lam bi al-shawab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Heny Era Kontributor NarasiPost.Com
Previous
NarasiPost.Com, Media Ladang Dakwahku
Next
Mencoba untuk Lebih Baik
4.5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

3 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
1 year ago

Ngeri ya, makin ke sini makin serampangan orang bikin konten hanya demi keuntungan pribadi.

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
1 year ago

Astaghfirullah untuk menjadi viral semua dianggap halal. Miris!

Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
1 year ago

Demi viral aksi liberal rela dilakukan demi cuan, agama tak dipautkan dalam kehidupan akibatnya melanggar rambu aturan.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram