Pembangunan Bandara IKN, Mencaplok Tanah Warga?

Pembangunan bandara IKN

Islam mengharuskan keterikatan syariat ketika melakukan suatu kebijakan. Perihal tanah/lahan, sistem Islam mengatur bahwa tanah dapat menjadi milik individu karena individu tersebut mampu menghidupkannya (ihya’ al-mawat). Sehingga, ketika terdapat tanah yang tidak dikelola atau digunakan oleh pemiliknya selama tiga tahun, maka negara berhak mengambil alih dari orang tersebut untuk diberikan kepada orang lain yang mampu mengelolanya. 

Oleh. Nurlela
(Kontributor NarasiPost.Com) 

NarasiPost.Com-Dalam proyek IKN, ada masalah baru yang timbul mengenai rencana pembangunan bandara. Warga memprotes karena negara telah dianggap mencuri tanah mereka untuk pembangunan bandara. Warga yang berjumlah ratusan orang dari Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, melakukan unjuk rasa karena Bank Tanah yang mengambil alih tanah mereka untuk pembangunan Bandara Naratama IKN Nusantara. Ini diperuntukkan bagi orang-orang yang sangat penting atau VVIP. Warga yang berpartisipasi dalam protes ini berasal dari lima kelurahan: satu di Kecamatan Sepaku dan empat di Kecamatan Penajam (CNN Indonesia, 21 Juni 2023).

Lebih dari 1.000 orang terdampak pembangunan Bandara IKN, kata Dalle Roy, warga Kelurahan Gersik. Dia juga mengatakan bahwa warga harus pindah dari tanah yang diambil alih oleh Bank Tanah (Betahita.id, 22/6/2023).  Warga menolak menyerahkan lahan kepada Bank Tanah karena pemasangan patok dilakukan tanpa sosialisasi terlebih dahulu dan lahan yang dijanjikan pemerintah untuk reforma agraria sejak tahun lalu tidak jelas. Sosialisasi dimulai pada Senin (19/6/2023) usai protes warga.  Selain itu, Dalle menyatakan bahwa 1.884 hektar tanah itu adalah kebun dan pemukiman yang dihuni oleh para warga (CNN Indonesia, 21/6/2023).

Faktanya, tanah yang dibeli oleh Bank Tanah adalah tanah bekas HGU milik PT Triteknik Kalimantan Abadi, perusahaan perkebunan sawit yang memiliki 4 ribu hektare lebih lahan. Namun, sebelum menjadi HGU milik PT Triteknik Kalimantan Abadi, tanah tersebut adalah milik warga. Sejak tahun lalu, warga telah memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan kembali tanah yang dijanjikan oleh pemerintah sebagai bagian dari reforma agraria.

Menurut Abdul Rasyid, salah satu warga yang menghubungi Redaksi Kaltim Pos pada Kamis (12/1/2023), Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Raja Juli Antoni berjanji akan mereformasi dan mengembalikan lahan milik warga. Selain itu, warga memiliki segel dan bukti tanam tumbuh (Prokal.co, 19/6/2023).

Warga terkejut karena janji belum terpenuhi dan lahan tiba-tiba diambil alih dan dimajukan untuk pembangunan Bandara IKN oleh Bank Tanah. Berbicara mengenai Bank Tanah, hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa mereka dibentuk berdasarkan RUU Pertanahan, yang materinya diakui dan sah oleh Omnibus Law UU Cipta Kerja pada Oktober 2020. Presiden Jokowi saat itu menyatakan bahwa Bank Tanah akan melindungi kepentingan masyarakat, pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan reforma agraria. Namun, kebijakan yang diterapkan oleh Bank Tanah saat ini justru memperumit dan menyusahkan rakyat daripada menyelesaikan perselisihan lahan.

Akhirnya, peran Bank Tanah terbukti dalam membantu para pemodal atau korporasi memulai bisnis. Fokus kuat bisnis di balik pembangunan IKN yang seolah-olah dipaksakan oleh pemerintah jelas sejalan dengan tindakan Bank Tanah ini. Kasus ini menunjukkan lebih banyak bukti bahwa proyek IKN mengabaikan hak rakyat dan kepentingan rakyat. Banyak bukti menunjukkan bahwa demi kepentingan korporasi, proyek ini mengambil banyak tanah warga, baik tanah adat maupun yang lainnya. Namun sayangnya, pemerintah dan penguasa tampaknya tidak memperhatikan demonstrasi warga. Ini merupakan konsekuensi logis ketika paradigma kekuasaan telah diatur oleh sistem kapitalisme.

Semua itu, sangat berbeda dengan gambaran sistem Islam yang diterapkan dalam sebuah negara. Islam menetapkan negara sebagai pengurus rakyat, sehingga proyek apa pun harus berpihak pada kepentingan rakyat dan untuk kemaslahatan rakyat. Penggunaan tanah rakyat pun akan ada ganti untung yang sepadan. Rasulullah saw. bersabda:

“Imam (khalifah) yang menjadi pemimpin manusia adalah laksana penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rakyat dalam sistem Islam akan benar-benar merasakan manfaat dari pembangunan yang dilakukan oleh pemimpin dan khalifah. Dalam sistem Islam, tujuan pembangunan infrastruktur adalah untuk memudahkan aktivitas sosial dan urusan ibadah masyarakat. Pemimpin akan melakukannya sesuai dengan skala prioritas. Prioritas utama akan diberikan kepada infrastruktur yang mendukung aktivitas ekonomi rakyat seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Sedangkan, fasilitas umum akan dibangun ketika fasilitas utama selesai dibangun dan keuangan negara masih aman.

Konsep seperti inilah yang akan membuat tindakan yang dilakukan di bawah sistem Islam bekerja untuk kebaikan dan kesejahteraan umat. Jika tanah milik rakyat harus digunakan dalam proses pembangunan infrastruktur tersebut, mereka akan menerima kompensasi yang layak. Negara Islam tidak akan zalim hingga memaksakan kehendak mereka tanpa ganti untung, seperti halnya negara kapitalisme saat ini yang bahkan tidak memberikan ganti rugi.

Islam mengharuskan keterikatan syariat ketika melakukan suatu kebijakan. Perihal tanah/lahan, sistem Islam mengatur bahwa tanah dapat menjadi milik individu karena individu tersebut mampu menghidupkannya (ihya’ al-mawat).Sehingga, ketika terdapat tanah yang tidak dikelola atau digunakan oleh pemiliknya selama tiga tahun, maka negara berhak mengambil alih dari orang tersebut untuk diberikan kepada orang lain yang mampu mengelolanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. 

“Orang yang memagari tanah (lalu membiarkan begitu saja tanahnya), tidak memiliki hak atas tanah itu setelah tiga tahun.” (Abu Yusuf dalam Kitab Al-Kharaj)

Sebaliknya, sistem Islam mengatur bahwa harta benda, termasuk tanah, yang bukan milik individu atau umum, jika terkait dengan hak rakyat secara keseluruhan maka pengelolaannya bergantung pada kebijakan pemimpin negara. Pemimpin negara berhak untuk memberikan hak tersebut kepada individu tertentu atau mencegahnya dari orang lain.

Namun, jika barang/harta (tanah) tersebut tidak termasuk kategori kepemilikan umum, yaitu milik individu, negara tidak boleh mengambil alih, termasuk tidak boleh secara paksa merampas dari pemiliknya. Kecuali, pemiliknya rela menjualnya kepada negara sebagaimana dia rela menjualnya kepada orang lain. Maka, negara dapat membelinya sebagaimana orang lain juga bisa membelinya.

Atas dasar inilah, negara tidak boleh mengambil hak milik individu/rakyatnya untuk kepentingan umum/negara atau bahkan kepentingan korporasi. Hal ini karena dalam kepemimpinan Islam kepemilikan individu dilindungi oleh syariat, tidak boleh dilanggar oleh siapa pun, termasuk oleh negara sekalipun.

Selain itu, dalam sistem Islam, jika negara mengalami kekurangan dana, mereka dapat menggunakan strategi keuangan untuk membangun infrastruktur dengan melindungi beberapa daerah kepemilikan umum, seperti tambang, minyak, dan gas. Dengan melindungi kepemilikan umum, negara akan mendapatkan banyak dana, yang memungkinkan negara untuk membiayai pembangunan infrastruktur secara mandiri tanpa tergantung pada kapitalis atau investor. 

Seperti inilah, negara Islam membangun infrastruktur dalam negara. Pemimpin tidak akan menzalimi rakyatnya hanya untuk proses pembangunan; sebaliknya, mereka akan melakukan pembangunan untuk kepentingan rakyatnya. Oleh karena itu, paradigma penguasaan tanah yang berasal dari sistem kapitalisme, yang sedang terjadi saat pembangunan IKN, dapat dibandingkan dengan paradigma penguasaan tanah yang berasal dari sistem Islam. Para pengusung dan pembela proyek IKN senantiasa menghalalkan segala cara dalam menguasai tanah walaupun melanggar hak dan menzalimi orang lain. Wallahu a'lam bishawab. 

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Nurlela Kontributor NarasiPost.Com
Previous
KPK Tangkap Koruptor, kok Minta Maaf?
Next
Masyarakat Papua Tengah Mati Kelaparan, di Mana Peran Negara? 
4 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartika Rempaka
1 year ago

Kalau mengikuti perkembangan tentang pembangunn IKN, memang sudah salah sejak awal. Aroma keberpihakan pada korporasi jelas terasa. Dan pengabaian hak-hak warga benar adanya. Omong kosonglah jika dikatakan pemindahan IKN demi pemerataan pembangunan karena Jakarta sudah padat.

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

Dari awal pembangunan IKN bermasalah, sekarang pembangunan bandaranya pun menuai kecaman karena mengambil tanah warga, benar-benar zalim!

firda umayah
firda umayah
1 year ago

Terlalu memaksakan kehendak.. proyek IKN selalu menuai masalah dan rakyat selalu menjadi korbannya.

Aya Ummunajwa
Aya Ummunajwa
1 year ago

Dalam Islam kepemilikan ada aturannya semua akan dijalankan sesuai dengan hukum syariat, namun dalam kapitalisme negara akan semaunya sendiri karena memang aturannya buatan sendiri..kacau bukan?

bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram