Pelajar Gemar Tawuran, Jati Diri Generasi Telah Hilang

Pelajar tawuran

Maraknya tawuran pada generasi hari ini merupakan buah dari kegagalan sistem pendidikan kapitalisme. Sistem ini telah memisahkan agama dari kehidupan. Orientasi kurikulum pendidikannya hanya berfokus pada pencapaian nilai-nilai akademik semata, sementara pembinaan kepribadian yang kuat dan berakhlak mulia dalam diri para generasi diabaikan.

 

Oleh. Siti Komariah
(Kontributor NarasiPost.Com dan Freelance Writer)

NarasiPost.Com-Memasuki tahun ajaran baru, seharusnya menjadi semangat baru bagi para pelajar untuk kembali mengenyam pendidikan. Namun, nyatanya tahun ajaran baru kali ini kembali diwarnai dengan berbagai tawuran antarpelajar di berbagai daerah. Sebagaimana, di Kawasan Balaraja, Kabupaten Tangerang, Banten. Ada 69 pelajar dari 2 sekolah yang berbeda diamankan oleh pihak Polresta Tangerang. Para pelajar tersebut berencana melakukan tawuran pada hari pertama masuk sekolah (beritasatu.com, 18/07/2023).

Kemudian, viral di media sosial aksi tawuran antarpelajar di daerah Jawa Tengah, tepatnya di Jalan Purworejo-Magelang KM 16, Dusun Simpu, Desa Ketosari, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo. Dalam video tersebut terlihat aksi saling serang dan kejar-kejaran antara dua kelompok berseragam putih abu-abu, bahkan ada yang membawa senjata tajam. Kapolsek Bener, Iptu Suprapto juga membenarkan insiden tersebut (tribunjogja.com, 18/07/2023). Seyogianya, masih banyak aksi-aksi tawuran yang terjadi di berbagai daerah, bahkan hingga menelan korban jiwa.

Jati Diri Generasi yang Hilang

Generasi yang duduk di bangku sekolah hingga universitas merupakan calon agen perubahan bagi sebuah bangsa. Di pundak mereka terdapat harapan besar bagi perubahan bangsa menuju ke arah yang lebih baik. Sebab, para generasi sejatinya memiliki ketajaman berpikir untuk menyelesaikan berbagai masalah yang membelit negeri ini beserta dunia.

Namun, jati diri generasi sebagai agent of change nyatanya kini telah hilang. Para generasi tidak lagi berpikir bagaimana menjadi agen perubahan untuk memperbaiki negeri yang rusak ini. Mereka justru terbawa arus hedonisme, seks bebas, sibuk menunjukkan eksistensi diri, mencari kesenangan jasmani, bahkan sebagian besar dari mereka menjadi antek-antek pembangunan Barat untuk senantiasa menancapkan hegemoninya di negeri-negeri kaum muslim.

Jika jati diri generasi sebagai agent of change telah hilang, lalu akan dibawa ke mana arah bangsa ini kedepannya? Bukankah di pundak mereka arah peradaban akan ditentukan?

Kegagalan Pendidikan Kapitalis

Berbagai fenomena kelakuan generasi yang kian miris salah satunya gemar tawuran, merupakan buah dari kegagalan sistem pendidikan kapitalisme. Sistem ini telah memisahkan agama dari kehidupan. Orientasi kurikulumnya pun hanya berfokus pada pencapaian nilai-nilai akademik semata, sementara pembinaan kepribadian yang kuat dan berakhlak mulia dalam diri para generasi diabaikan.

Standar perbuatan yang ditanamkan dalam sistem pendidikan pun hanya berkutik pada meraih materi sebanyak-banyaknya serta bagaimana cara memenuhi kesenangan jasmani semata. Sehingga, generasi kering dari keimanan kepada Allah Swt. Bahkan, mereka kehilangan konsep akhirat yang harusnya menjadi standar dalam bertindak. Yang terjadi para generasi justru berlomba-lomba untuk menunjukkan eksistensi mereka agar diakui si "paling hebat" dengan berbagai hal yang melanggar hukum syarak, bahkan norma-norma sosial.

Di sisi lain, negara yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam membina akhlak para generasi dan menuntaskan masalah tawuran, namun nyatanya juga tak mampu memberikan solusi tuntas. Penyelesaian masalah hanya sekadar memberikan pembinaan dan peringatan tanpa memberikan efek jera. Alhasil, tawuran terus terulang kembali.

Kembali pada Islam

Fenomena ini sejatinya menjadi alarm bagi seluruh elemen, mulai dari keluarga hingga negara untuk mencari solusi terhadap krisis moral yang menimpa generasi saat ini. Solusi tersebut sejatinya hanya ada dalam sistem Islam. Islam merupakan agama sekaligus seperangkat aturan yang mampu menyelesaikan problem manusia, termasuk problem tawuran para pelajar. Konsep Islam pun sangat jelas dan tegas, di mana Islam menjadikan akidah Islam sebagai fondasi dalam membangun sebuah negara. Seorang khalifah mendorong seluruh masyarakat untuk menyandarkan segala perbuatan hanya kepada Allah Swt. Sehingga, hal itu akan menjadi benteng utama setiap insan manusia dalam bertingkah laku.

Selain itu, negara juga menyiapkan sistem pendidikan terbaik guna mencetak generasi-generasi yang memiliki kepribadian kuat, yakni pola pikir dan pola sikap Islam. Para pelajar pun dibimbing untuk memahami arti kehidupan sesungguhnya yakni mengabdikan diri hanya semata-mata kepada Allah Swt. Menanamkan kepada para pelajar arti kebahagiaan sesungguhnya, yakni meraih rida Allah, bukan hanya kesenangan dunia semata. Sehingga, visi akhirat benar-benar tertancap kuat dalam diri para generasi muslim. Mereka tidak akan membuang waktu dengan berbagai hal yang tidak bermanfaat. Apalagi, aktivitas yang justru menjerumuskan mereka pada kemaksiatan dan murka Allah. Para pelajar akan menyiapkan diri menjadi agent of change sebuah peradaban gemilang.

Kemudian untuk merawat kepribadian generasi agar tetap dalam tujuan kurikulum pendidikan, maka negara akan menciptakan lingkungan Islam, yakni menerapkan kontrol sosial di tengah-tengah masyarakat. Sehingga, seluruh masyarakat memiliki andil dalam membentuk generasi menjadi generasi yang cerdas dan berakhlak baik. Dari sistem pendidikan dan politik Islam akan terlahir generasi-generasi yang siap untuk berjuang demi kebangkitan Islam, menyebarkan amar makruf nahi mungkar, sesuai dengan firman Allah, "Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung." (TQS. Ali Imran: 104)

Sehingga, mereka akan menjadi remaja yang siap berjuang sebagaimana pada masa kejayaan Islam silam. Generasi tumbuh menjadi generasi yang luar biasa, tercatat oleh tinta emas peradaban dunia. Seperti, Muhammad Al-Fatih yang diusia 25 tahun mampu  menaklukkan Kota Konstantinopel, Mush'ab bin Umair dan Sa’ad bin Muadz menjadi duta keberhasilan tholabun nushroh di Madinah, dan lainnya.

Wallahu 'alam bishawab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Siti Komariah Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Antara Aku dan Narasipost.Com
Next
Buntut Panjang Pembakaran Al-Qur’an, Indikasi Cacatnya Liberalisme
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Miladiah Alqibthiyah
Miladiah Alqibthiyah
1 year ago

Generasi yang krisis jati diri, apalagi daya juang!!!

bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram