Mangrove, Penjaga Ekologi yang Terancam Musnah

Mangrove

Inilah wujud kegagalan negara di bawah payung kapitalisme. Pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab secara langsung, justru hanya sebatas regulator. Rakyat terseok-seok memenuhi kebutuhan hidupnya meski harus berhadapan dengan bahaya kecelakaan kerja, bahkan sering kali melanggar hukum karena menebang pohon bakau di kawasan hutan lindung.

Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Hutan adalah penyangga kehidupan. Kelestariannya menjadi jaminan keamanan bagi manusia dan lingkungan sekitar. Sebaliknya kerusakannya menjadi alarm buruk bagi keberlangsungan hidup manusia. Salah satu penjaga ekologi negeri ini yang memiliki banyak manfaat bagi manusia dan bumi adalah hutan mangrove (bakau). Hebatnya lagi, Indonesia menjadi negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia.

Meski memiliki hutan mangrove terluas, tetapi di saat yang sama Indonesia juga menjadi penyumbang kerusakan mangrove tercepat dan tertinggi di dunia. Penyusutan hutan mangrove seolah tak kunjung selesai meski pemerintah melakukan rahabilitasi pohon bakau di berbagai wilayah. Lantas, seberapa besar deforestasi mangrove yang terjadi di negeri ini? Apa pula yang melatarbelakangi hilangnya ribuan hektare hutan mangrove setiap tahunnya? 

Darurat Deforestasi Mangrove 

Mengutip data jurnal.untan.ac.id, jumlah hutan mangrove yang ada di dunia mencapai luas sekitar 16.530.000 hektare. Jumlah tersebut tersebar di Asia (7.441.000 hektare), Afrika (3.258.000 hektare), dan Amerika (5.831.000 hektare). Di Indonesia sendiri luas hutan mangrove dilaporkan mencapai 3.364.076 hektare, berdasarkan Peta Mangrove Nasional pada tahun 2021. Artinya, Indonesia memiliki 22,4% dari luas mangrove dunia. Selain memiliki hutan mangrove terluas, Indonesia juga memiliki 40 dari 50 spesies mangrove sejati atau true mangrove. Besarnya jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan hutan mangrove terluas di dunia. (bbc.com, 15/08/2023)

Sayangnya, luas hutan tersebut terus menyusut dari tahun ke tahun. Menurut Badan Restorasi Mangrove dan Gambut (BRMG), ada sekitar 700.000 hektare hutan mangrove yang rusak karena deforestasi. Salah satunya di Kalimantan Barat, tepatnya di Desa Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya. Laju deforestasi di wilayah tersebut terbilang mengkhawatirkan. Ada 486,06 hektare hutan mangrove yang mengalami deforestasi setiap tahun pada periode 2006 sampai 2020. Dari sekitar 60.934 hektare luas hutan mangrove yang ada, kini tersisa sekitar 54.129 hektare saja.

Deforestasi hutan mangrove juga melanda pantai timur Sumatra Utara. Di wilayah tersebut, mangrove membentang di sepanjang 314 km mulai dari Langkat hingga Labuhanbatu Selatan. Direktur Eksekutif Walhi Sumatra Utara, Dana Prima Tarigan menyebut, dalam kurun 13 tahun terakhir kondisinya rusak parah. Menurutnya, ada sekitar 12.565 hektare hutan bakau yang sudah berubah statusnya menjadi Area Peruntukan Lain (APL). (Mongabay.co.id)

 Manfaat Mangrove

Deforestasi hutan mangrove yang terus terjadi menjadi warning bahaya bagi kehidupan. Beberapa pihak hanya cenderung mengambil keuntungan tanpa berpikir dampak abadi yang ditimbulkan dari aktivitas deforestasi tersebut. Padahal, mangrove memiliki banyak manfaat ekologi yang tidak dapat tergantikan oleh teknologi. Beberapa manfaat mangrove antara lain, sebagai pencegah erosi dan abrasi, pencegah intrusi (perembesan) air laut ke dalam lapisan tanah, sumber kehidupan, tempat tinggal bagi biota laut, menstabilkan daerah pesisir, dan menjadi filter terhadap badai atau angin bermuatan garam yang dapat merusak bangunan dan vegetasi (kehidupan tumbuh-tumbuhan).

Selain manfaat tersebut, mangrove juga berfungsi menyerap dan menyimpan karbon 4–5 kali lebih banyak per hektarenya dari hutan tropis atau lahan gambut. Bahkan, kemampuan menyimpan karbon oleh ekosistem mangrove dapat mencapai 5.000 tahun. Oleh karena itu, tak salah jika sebutan blue carbon yang belakangan populer disematkan pada hutan mangrove karena kemampuannya menyimpan karbon lebih banyak dan lama daripada hutan tropis daratan. Tak heran pula jika mangrove memiliki peran besar dalam mengendalikan perubahan iklim. Lantas, bagaimana cara mangrove menyerap karbon? 

Telah lazim diketahui bahwa tumbuhan dapat mengurangi jumlah karbon di atmosfer melalui proses fotosintesis. Kemudian hasil fotosintesis tersebut disimpan dalam jaringan tumbuhan. Dalam proses fotosintesis, CO2 dan H2O akan diserap oleh tumbuhan dengan bantuan sinar matahari untuk diubah menjadi glukosa dan O2. Mangrove berpotensi menyerap karbon lebih banyak dibandingkan tumbuhan lainnya karena karakteristiknya yang memiliki banyak daun.

Mengutip data KLHK per 2022, emisi karbon yang mampu diserap oleh hutan mangrove yang dimiliki Indonesia saat ini sekitar 950 ton karbon per hektare atau setara 33 miliar karbon. Selain itu, Indonesia juga dikenal memiliki hutan gambut yang cukup luas yakni sekitar 7,5 juta hektare. Jumlah tersebut mampu menyerap emisi karbon sekitar 55 miliar ton. 

Sayangnya, deforestasi yang masif dilakukan membuat kemampuan mangrove menyerap karbon semakin menurun. Hal ini jelas menjadi alarm bahaya bagi kehidupan manusia dan keseimbangan alam. Lantas apa yang melatarbelakangi hilangnya ribuan hektare hutan mangrove setiap tahunnya? 

Dilema Rakyat 

Penyebab utama berkurangnya mangrove secara signifikan adalah akibat alih fungsi hutan menjadi tambak, perkebunan, pemukiman, dan industri. Selain itu, pembalakan liar untuk material kapal, bangunan, dan pembuatan arang, turut menyumbang kerusakan mangrove lebih besar. Salah satu buktinya adalah apa yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di Desa Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Penduduk pesisir di Desa Batu Ampar kebanyakan menggantungkan penghidupan utamanya pada arang mangrove. Arang-arang itu dihasilkan dari proses penebangan kayu bakau di wilayah Batu Ampar. Pembalakan liar tersebut telah memangkas jumlah mangrove hingga puluhan bahkan ratusan ton. Akibatnya jumlah kayu bakau menurun signifikan.

Bayangkan saja, untuk menghasilkan satu ton arang dibutuhkan sekitar empat ton kayu bakau. Di Batu Ampar sendiri terdapat 490 tungku arang yang sudah beroperasi sejak 2022 lalu. Jika kerusakannya digabung dengan seluruh hutan mangrove yang ada di berbagai wilayah di Indonesia, bisa dibayangkan berapa besar jumlah pohon bakau yang hilang. Jika kondisi ini terus berlanjut, tinggal menghitung tahun saja pohon-pohon bakau di negeri ini akan habis.

Fakta ini bukannya tidak disadari oleh masyarakat setempat. Warga Batu Ampar khususnya dan masyarakat pesisir umumnya, sejatinya tengah mengalami dilema antara menjaga kelestarian lingkungan, memenuhi kebutuhan perut, dan sulitnya mengakses lapangan pekerjaan. 

Ditambah lagi dengan kualitas pendidikan yang rendah membuat mereka semakin sulit memilih jenis pekerjaan yang lebih aman. Menyaksikan fakta tersebut seharusnya menjadi perhatian negara untuk segera mencari solusi terbaik yang dapat menyelamatkan ekonomi rakyat sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.

Abainya Negara

Penguasa adalah pihak yang paling bertanggung jawab memberikan jaminan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Tak hanya itu, pemerintah juga merupakan pihak yang mampu mencegah laju deforestasi mangrove yang kian tak terbendung. Sayangnya, tak ada upaya serius yang dilakukan oleh pemerintah. Penguasa negeri ini justru terkesan berdiri di dua kaki. Di satu sisi melakukan rehabilitasi, sedangkan di sisi lainnya justru membiarkan pembalakan liar terus terjadi selama puluhan tahun.

Pemerintah memang melakukan rehabilitasi mangrove dengan penanaman kembali pohon bakau. Namun, sebagian pengamat menilai ada kegagalan dalam upaya rehabilitasi mangrove di Indonesia. Hal ini salah satunya disebabkan oleh paradigma yang salah terkait rehabilitasi. Rehabilitasi ekosistem mangrove yang dilakukan yakni sekadar menanam bibit bakau kemudian membiarkannya. Padahal, rehabilitasi tersebut sejatinya butuh langkah yang matang mulai dari perencanaan hingga evaluasi. 

Di antaranya, dengan mempertimbangkan aspek ekologi (terkait zonasi mangrove), sosial (keterlibatan masyarakat sekitar), dan ekonomi (peningkatan pendapatan masyarakat). Sayangnya, meski upaya rehabilitasi tersebut tampak berhasil, tetapi tetap saja tidak mampu menutupi ekosistem mangrove yang sudah hilang. Artinya, jumlah yang hilang jauh lebih banyak daripada yang berhasil dipulihkan.

Di sisi lain, pemerintah juga tidak memberi solusi terhadap masyarakat terkait pemenuhan kebutuhan dasarnya. Hal ini menyebabkan masyarakat yang masih jauh dari kondisi sejahtera, terus melakukan penebangan kayu bakau demi menyambung hidup. Meski sadar akan potensi kerusakan, tetapi kesadaran tersebut akhirnya kalah oleh kebutuhan perut.

Inilah wujud kegagalan negara di bawah payung kapitalisme. Pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab secara langsung, justru hanya sebatas regulator. Akibatnya kesejahteraan masyarakat bukan menjadi prioritas. Rakyat terseok-seok memenuhi kebutuhan hidupnya meski harus berhadapan dengan bahaya kecelakaan kerja, bahkan sering kali melanggar hukum karena menebang pohon bakau di kawasan hutan lindung.

Jaminan Lapangan Kerja dalam Islam

Islam adalah agama sekaligus ideologi yang paripurna. Kesempurnaan tersebut menjadikan Islam mampu menjadi solusi terhadap seluruh persoalan, termasuk memberi jaminan kesejahteraan bagi rakyat. Kesejahteraan dikatakan terwujud jika seluruh individu rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara sempurna baik papan, sandang, dan pangan. Termasuk kebutuhan dasar kolektif rakyat seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan.https://narasipost.com/opini/06/2021/deforestasi-ilegal-kian-marak-banjir-pun-tak-terelak/

Salah satu faktor yang menunjang terwujudnya kesejahteraan adalah mudahnya akses terhadap lapangan pekerjaan. Dalam hal ini penguasalah yang harus bertanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan tersebut, sebagaimana tercantum dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, yang artinya: "Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus."

Khilafah bertanggung jawab mewujudkan peluang kerja bagi masyarakat. Dalam hal ini Khilafah memiliki dua kebijakan untuk mengembangkan ekonomi, serta meningkatkan produksi dan partisipasi kerja warga negaranya. Pertama, Khilafah akan mendorong masyarakat untuk memulai aktivitas ekonomi tanpa pembiayaan dari baitulmal. Kedua, Khilafah akan mengeluarkan dana baitulmal dalam bentuk subsidi tunai (tanpa kompensasi) bagi masyarakat yang tidak mampu. 

Terkait kebijakan pertama, maka Khilafah akan mewujudkan iklim usaha yang kondusif yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi Islam secara komprehensif. Beberapa cara yang akan dilakukan oleh negara adalah menata ulang hukum-hukum kepemilikan, pengelolaan, pengembangan, serta distribusi harta di tengah masyarakat. Selain itu, negara juga menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang sesuai syariat Islam, di antaranya dengan menghilangkan distorsi yang menghambat seperti penimbunan, monopoli, penipuan, riba, dan lainnya.https://narasipost.com/opini/03/2021/antropogenik-ketamakan-kapitalisme-berbuah-bencana/

Berikutnya, negara juga akan menjamin kemudahan dalam sistem birokrasinya. Di antaranya, sederhana dalam aturan, cepat dalam pelayanan, serta profesional dalam menjalankan amanah. Tak hanya itu, negara juga akan menghilangkan berbagai pungutan seperti cukai, retribusi, dan pajak yang sifatnya tetap, termasuk menghilangkan sektor nonriil. Kemudian negara akan memfokuskan pada sektor riil sehingga produksi barang dan jasa akan melonjak.

Terkait kebijakan yang kedua yakni pemberian subsidi, negara akan memberikannya kepada masyarakat kurang mampu. Namun, bukan dalam jumlah kecil-kecil lalu dibagi rata sebagaimana subsidi saat ini. Pemberian subsidi akan dijamin oleh negara selama satu tahun agar mereka tidak kekurangan. Tak hanya dijamin selama setahun, subsidi yang diberikan pun cukup besar. 

Hal itu dilakukan agar subsidi tersebut tak hanya habis dikonsumsi, tetapi dapat digunakan untuk memulai usaha atau bisnis. Dengan demikian, subsidi tersebut benar-benar berfungsi untuk mengeluarkan seseorang dari garis kemiskinan. Walhasil, kebijakan Khilafah tersebut berdampak pada luasnya lapangan pekerjaan dan mampu menciptakan iklim usaha yang produktif.

Khatimah

Kebijakan Khilafah yang komprehensif tersebut akan berdampak pada banyak hal sekaligus. Di antaranya, terpenuhinya kebutuhan dasar secara sempurna sehingga tidak ada lagi masyarakat yang bekerja sambil merusak ekosistem mangrove. Namun, kebijakan tersebut hanya akan melahirkan hasil yang sempurna jika syariat Islam diterapkan dalam institusi Khilafah. Di bawah naungan Islam, kesejahteraan masyarakat benar-benar terwujud dan ekosistem mangrove tetap mampu menjadi pelindung bagi manusia dan bumi ini.

Wallahu a'lam bishawab

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Tetap Mancung
Next
Elegi Sahabat Surga
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

20 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Yanti Yunengsih
Yanti Yunengsih
1 year ago

Wah mba tina tulisan nya lengkap banget enak di bacanya.

Betul ekosistem hutan rusak karena yang mendominasi asing mengelola negri ini

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

Hutan Mangrove makin buruk kondisinya, sungguh mengkhawatirkan. Sistem kapitalisme penyebab kemiskinan makin merajalela sehingga hutan mangrove pun jadi bahan incaran untuk melangsungkan kehidupan masyarakat.

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
Reply to  Nining Sarimanah
1 year ago

Tulisan Cikgu memang beda, apik dan bagus penuturannya, saya suka sekali..
Baarakallahu Cikgu.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Nining Sarimanah
1 year ago

Hehe ... syukran mbak Nining. Aamiin, wa fiik barakallah

Erdiya Indrarini
Erdiya Indrarini
1 year ago

Ternyata ngeri ya, keadaan hutan bakau kita.
Begitulah Indonesia, mengaku berideologi pancasila, tetapi mempraktikkan ideologi kapitalisme-demokrasi. Padahal ideologi buatan penjajah ini bersandar pada materi. Ahirnya, hal-hal yang tidak menguntungkan secara materi bagi pribadi dan kompoknya, pemerintah tak akan peduli, termasuk masalah mangrove dan kelestarian alam.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Erdiya Indrarini
1 year ago

Betul mbak Erdiya, selama tata kelola negeri ini diserahkan pada kapitalisme, maka semua hal bisa menjadi petaka. Syukran mbak sudah mampir.

Sherly
Sherly
1 year ago

Indonesia itu segala ada ya, masyaallah. Jika diatur dengan aturan yang benar cukup mensejahterakan rakyatnya. Sayangnya, aturan yang ada merusak semua kekayaan alam yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat tapi untuk keserakahan para korporat.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Sherly
1 year ago

Betul mbak Sherly, andai mau mengurus SDA dengan baik, kayaknya gak perlu ngutang sana sini ya. Tapi begitulah kapitalisme dengan prinsip liberalismenya. Semua SDA diobral sana sini akhirnya rakyat gigit jari.

Mimy Muthamainnah
Mimy Muthamainnah
1 year ago

Berharap hutan bakau teriayah dlm sistem kapitalisme siap2 dulang kecewa. Karena penguasa tdk akan pernah serius untuk itu. Keren mb Sartinah naskahnya, sukses selalu.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Mimy Muthamainnah
1 year ago

Betul mbak Mimi, sistem hari ini justru membuat kerusakan hutan makin parah. Syukran mbak

Dia dwi arista
Dia dwi arista
1 year ago

Rakyat pun aslinya dilema ya, mau ditinggalkan tapi tak ada pekerjaan. Memang hal ini eilayah negara yang harusnya meriayah

Sartinah
Sartinah
Reply to  Dia dwi arista
1 year ago

Ini kayak problem di kampung saya. Sebagian orang gak ada kerjaan lain selain menebang pohon untuk dijual. Eh, akhirnya dikejar-kejar pihak kehutanan. Intinya tuh, gak boleh tebang pohon tapi gak dikasih akses lapangan kerja.

Novianti
Novianti
1 year ago

Ada saja ide mba Sartinah yang membuat pembacanya tambah paham ttg kerusakan sistem kapitalis.. barokallohu fiik

Sartinah
Sartinah
Reply to  Novianti
1 year ago

Aamiin, syukran mbak Novianti, wa fiik barakallah

Deei Kusuma
Deei Kusuma
1 year ago

Salah satu penulis hebatnya NP selalu mempesona.

Hanya sistem Islam solusi tuntas segala permasalahan kehidupan

Sartinah
Sartinah
Reply to  Deei Kusuma
1 year ago

Betul Bu, harusnya umat segera kembali pada sistem Islam ya. Syukran sudah mampir Bu Dewi.

Dyah Rini
Dyah Rini
1 year ago

Masya Allah tulisan Mbak sartinah bisa memberi wawasan lebih luas tentang seluk beluk hutan bakau. Semoga semakain banyak orang yang tercerahakan.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Dyah Rini
1 year ago

Aamiin. Syukran mbak Dyah Rini sudah mampir

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Jazakunnallah khairan katsiran tim NP. Smoga bermanfaat

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram