Indonesia Kalah dari Vietnam, Akankah IEU-CEPA Jadi Solusi?

IUE-CEPA solusi

Perjanjian itu tidak akan mampu menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Sebab, hasil dari perjanjian itu hanya menguntungkan para kapitalis, sedangkan rakyat kecil hanya bisa menggigit jari. Karena itu, jika perundingan IEU-CEPA berhasil dilakukan  dan volume perdagangan Indonesia melebihi Vietnam, hal itu tidak serta-merta membuat Indonesia makmur.

Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan mengomentari kekalahan Indonesia dari Vietnam dalam perdagangan dengan Uni Eropa. Vietnam yang luas wilayah serta populasinya lebih kecil, ternyata memiliki volume ekspor sepatu empat kali lipat dari Indonesia. Vietnam bahkan telah menggusur posisi Indonesia yang awalnya berada di peringkat pertama, turun ke peringkat keempat. (Cnnindonesia.com, 4/8/2023)

Penyebab Mandeknya Perundingan IEU-CEPA

Perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) mulai dilakukan pada tanggal 18 Juli 2016. Saat itu, Indonesia diwakili oleh Mendag Thomas Trikasih Lembong, sedangkan Uni Eropa diwakili oleh Cecilia Malmstrom yang menjabat sebagai Komisioner Perdagangan Uni Eropa. Perundingan ini diharapkan akan meningkatkan hubungan ekonomi kedua belah pihak melalui perdagangan bebas.

Perundingan ini awalnya ditargetkan selesai dalam dua tahun. Namun, hingga delapan tahun setelah dimulainya perundingan, masih ada beberapa poin yang belum disepakati oleh kedua belah pihak. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, ada lima poin yang belum disepakati oleh kedua belah pihak. Pertama, masalah government procurement (pembelian pemerintah). Uni Eropa menginginkan transparansi pembelian yang dilakukan oleh pemerintah. Karena itu, pemerintah akan menindaklanjuti permintaan tersebut dengan membuat positive list (daftar positif) pengadaan barang yang dapat diakses oleh internasional. 

Kedua, masalah akses keluar untuk BUMN yang tidak bersifat penugasan. BUMN yang tidak mendapat penugasan khusus harus mendapat akses komersial. Ketiga, bea keluar Indonesia. Indonesia tetap akan mengembangkan industri dalam negeri. Oleh karena itu, Indonesia akan terus mempertahankan bea keluar.

Keempat, keberlanjutan dan pengembangan produk berwawasan lingkungan. Indonesia menginginkan adanya standardisasi produk berwawasan lingkungan. Misalnya, SVLK untuk furnitur atau ISPO untuk sawit. Kelima, penyelesaian dispute investasi. Indonesia mendorong  agar setiap perselisihan dagang diselesaikan berdasarkan The International Centre of Settlement of Investment Disputes (ICSID).

Lima poin inilah yang menyebabkan perundingan itu belum dapat diselesaikan. Pemerintah Indonesia menargetkan perundingan itu selesai pada akhir tahun ini. Dengan selesainya perundingan itu, Indonesia akan mendapatkan tollway ekspor sehingga tidak dikenai pajak, sehingga dapat meningkatkan volume perdagangan Indonesia ke Uni Eropa. 

Pasar Bebas sebagai Alat Penjajahan 

Sejak diberlakukannya pasar bebas di dunia, Indonesia pun menerapkan hal itu. Berbagai perundingan dan perjanjian telah dilakukan oleh Indonesia bersama dengan berbagai negara. Misalnya dengan negara-negara di ASEAN dengan membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). 

Tak hanya dengan negara-negara ASEAN, Indonesia juga telah melakukan perjanjian pasar bebas dengan negara-negara di luar kawasan ASEAN. Seperti yang dilakukannya dengan Cina bersama mitranya (Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Australia) melalui perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Perjanjian RCEP ini melibatkan sepuluh negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, Kamboja, Vietnam, dan Myanmar.

Pasar bebas meniscayakan penghapusan bea masuk bagi barang-barang yang diperdagangkan. Sekilas, hal ini tampak menguntungkan. Namun, sebenarnya ada kerugian yang sangat besar bagi negara-negara yang lemah seperti Indonesia.https://narasipost.com/reportase/06/2022/pasar-rakyat-dalam-tuntunan-syariat-islam/

Negara-negara berkembang itu harus mematuhi berbagai kesepakatan yang telah dibuat bersama dengan negara-negara kapitalis. Sering kali, kesepakatan itu sangat merugikan. Seperti yang diungkapkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Ekonomi (Koalisi MKE) yang mengkhawatirkan timbulnya dampak multidimensi bagi rakyat. Kekhawatiran itu muncul karena proses perundingan yang dilakukan secara tertutup. Masyarakat tidak mendapatkan informasi apa pun tentang jalannya perundingan, kecuali sangat sedikit. 

Sementara itu, Peneliti Transnasional Institute, Rachmi Hertanti menyatakan bahwa selama ini, pemerintah hanya memperhatikan dampak ekonomi dari perjanjian-perjanjian yang dilakukan. Misalnya hanya menghitung volume ekspor dan impor yang dapat dilakukan, serta investasi yang masuk ke Indonesia. Sedangkan dampak terhadap kehidupan rakyat serta kerusakan lingkungan tidak pernah diperhatikan. (Voaindonesia.com, 8/2/2023)

Berbagai perjanjian itu pada akhirnya membuat pemerintah tidak mampu menciptakan kesejahteraan bagi rakyat. Sebab, hasil dari perjanjian itu hanya menguntungkan para kapitalis. Sedangkan rakyat kecil hanya bisa menggigit jari. Karena itu, jika perundingan IEU-CEPA berhasil dilakukan  dan volume perdagangan Indonesia melebihi Vietnam, hal itu tidak serta-merta membuat Indonesia makmur. 

Hal itu wajar karena pasar bebas sejatinya dibentuk untuk memudahkan negara-negara kapitalis dalam memasarkan produknya. Pabrik-pabrik di negara-negara kapitalis terus melakukan produksi barang hingga mengalami surplus. Karena konsumen di dalam negeri sudah tercukupi kebutuhannya, para kapitalis harus mencari pasar baru bagi produknya.

Negara-negara berkembang hanya menjadi pasar bagi negara-negara kapitalis. Serbuan barang murah dari negara-negara itu, lambat laun akan menggusur produk lokal. Akibatnya, industri dalam negeri harus gulung tikar. 

Pasar dalam Islam 

Pasar merupakan tempat bertemunya produsen dan konsumen. Dalam Islam, tidak ada konsep pasar bebas karena Islam tidak mengenal konsep kebebasan kepemilikan. Jadi, tidak setiap barang dapat dimiliki oleh individu.

Kepemilikan dalam Islam dibedakan antara kepemilikan individu, kepemilikan umum, serta kepemilikan negara. Kepemilikan individu adalah setiap barang atau harta yang dapat dimiliki dan dimanfaatkan oleh individu. Misalnya, rumah, mobil, tanah, dan barang-barang lainnya.

Sedangkan kepemilikan umum adalah harta yang dimiliki secara bersama oleh kaum muslimin. Harta ini hanya dapat dimanfaatkan oleh individu, tetapi tidak boleh dimiliki. Rasulullah saw. menjelaskan sifat harta yang termasuk dalam kategori ini. Salah satunya melalui hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ

Artinya: "Tiga hal yang tidak dilarang, yaitu air, padang rumput, dan api."

Yang termasuk dalam kepemilikan umum adalah barang tambang yang tak terbatas jumlahnya, sarana-sarana umum yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, jalan raya, sungai, tambang emas yang sangat banyak jumlahnya, dan sebagainya. 

Semua harta yang termasuk dalam kategori kepemilikan umum akan dikelola oleh negara. Negara hanya menjadi wakil dari rakyat. Hasil pengelolaan akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pembangunan infrastruktur, pemberian fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Karena itu, negara tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta, apalagi swasta asing. 

Sedangkan kepemilikan negara adalah setiap tanah atau bangunan yang terkait dengan negara. Misalnya, kantor pemerintah, rumah sakit, perusahaan negara, dan sebagainya. Berbeda dengan kepemilikan umum, kepemilikan negara dapat dihibahkan atau diberikan kepada individu.https://narasipost.com/world-news/07/2022/inflasi-lonjakan-harga-meroket-kapitalis-diambang-kolaps/

Berdasarkan hal ini, tidak ada pasar bebas dalam Islam. Individu atau swasta hanya boleh memiliki harta atau barang yang termasuk kepemilikan individu. Mereka tidak boleh memiliki atau mengelola harta milik umum. Karena itu, tidak akan terjadi monopoli dalam sistem ekonomi Islam.

Dengan mekanisme seperti ini, rakyat akan mendapatkan hak-hak mereka. Pasar akan berjalan dengan seimbang. Tidak ada yang melakukan monopoli atas kepemilikan umum. Dengan demikian, kesejahteraan masyarakat secara riil dapat diraih. 

Wallaahu a'lam bi ash-shawab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Palestina Condong ke Cina, Tengoklah Perlakuannya pada Muslim Uighur
Next
Ya Allah, Maafkan Kejahiliahanku
3.8 6 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

15 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
firda umayah
firda umayah
1 year ago

Info yang saya dapat dari media online katadata.com, meskipun Indonesia melakukan ekspor, jumlah impor nya masih jauh lebih banyak. Jd tetap saja merugi. Ditambah lagi dalam sistem kapitalisme ada pasar bebas. Sudah pasti yang untung hanya negara kapitalis

Rosmiati
Rosmiati
1 year ago

Apalah artinya ekspor besar- besaran. Tetapi, ketika melihat ke dalam. Rakyat masih jauh dari kesejahteraan. Bahkan masih ada anak bangsa yang ke sekolah tak pakai alas kaki karena tak mampu membeli sepatu. Sungguh, ironi.

Mariyatul Qibtiyah
Mariyatul Qibtiyah
Reply to  Rosmiati
1 year ago

Karena kebijakan ekonomi kapitalis memang untuk menyejahterakan para kapitalis, bukan rakyat kecil.

Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
1 year ago

Indonesia ga pinter-pinter, hatus diubah sistemnya.

Mariyatul Qibtiyah
Mariyatul Qibtiyah
Reply to  Hanimatul Umah
1 year ago

Ya, tidak berkaca dari kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya.

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
1 year ago

Perdagangan di era kapitalisme hanya memikirkan keuntungan para kapitalis semata. Sementara perdagangan untuk memajukan ekonomi masyarakat kecil tak pernah terjamah. Hanya dalam sistem perdagangan Islam yang menuntaskan segala macam problematika yang mengikutinya. Sehingga kesejahteraan umat terriayah dengan sempurna

Mariyatul Qibtiyah
Mariyatul Qibtiyah
Reply to  Dewi Kusuma
1 year ago

Betul, mbak

sartinah828
1 year ago

Betul, pasar bebas cuma akal-akalan negara-negara kapitalis untuk mudah memasarkan produknya, terutama ke negeri ini. Perjanjian apa pun yang dilakukan dengan negara kapitalis sebenarnya tidak menguntungkan Indonesia sama sekali. Baik pada akhirnya perdagangan kita surplus atau minus, tetap saja tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat.

Mariyatul Qibtiyah
Mariyatul Qibtiyah
Reply to  sartinah828
1 year ago

Begitulah nasib negara berkembang. Mereka hanya menjadi sumber bahan baku dan tenaga kerja yang murah, sekaligus pasar bagi negara kapitalis.

Aya Ummunajwa
Aya Ummunajwa
1 year ago

Sistem kapitalisme itu seperti ring tinju besar, semua kelas harus bertarung jadi satu di situ, kelas bulu, kelas hantam, maupun kelas berat, yg bertahan dia yang menang..sama pasar bebas ala kapitalis ini pemodal besar dan kecil suruh bertarung bebas, yg menang ya pasti yg modalnya gede..rakyat kecil mah bisa apa..cuma jadi tumbal terus..

Mariyatul Qibtiyah
Mariyatul Qibtiyah
Reply to  Aya Ummunajwa
1 year ago

Sama dengan hukum rimba. Yang kuat akan menang. Yang kalah akan mati dan punah.

Maftucha
Maftucha
1 year ago

Tidak jauh beda maksud saya

Maftucha
Maftucha
1 year ago

MEA sudah lama diberlakukan, dan mmg nyata" hanya pengusaha besar yang untung,, kalau point kerjasama ini juga lolos pasti tidak kuah beda dg MEA,, rakyat semakin sengsara saja, banyak pengusaha kecil yang kembang kempis akibat tidak diperhatikan oleh pemerintah

Mariyatul Qibtiyah
Mariyatul Qibtiyah
Reply to  Maftucha
1 year ago

Betul mbak. Banyak pengusaha kecil gulung tikar karena produknya kalah bersaing dengan produk luar yang bermerek terkenal. Padahal kualitas produk lokal tidak kalah bagus dari produk luar.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram