Pembangunan yang dilandasi oleh Islam akan melahirkan profil muslim bertakwa dengan gaya hidup islami yang terbebas dari konsumerisme. Dari sini juga akan lahir masyarakat muslim perkotaan yang terpelajar, kritis dan siap beramar makruf nahi mungkar.
Oleh. Hanum Hanindita S.Si.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bekasi merupakan kota satelit atau kota penyangga bagi ibu kota. Salah satu karakteristik kota penyangga adalah menjadi tempat komunitas kaum urban bermukim. Kaum urban ini biasanya bekerja di ibu kota. Dengan karakteristiknya yang demikian, proyek-proyek perumahan dan kota-kota buatan menjamur tak terkendali sebagai jawaban akan kebutuhan pemukiman dan tempat hidup komunitas urban ini. Di sisi lain, hal ini juga menuntut pembangunan fisik yang begitu cepat seperti jalan tol, proyek kereta cepat, MRT, mal, tempat hiburan, tempat rekreasi, rumah sakit, dan lain sebagainya.
Hal ini pun akhirnya menjelma menjadi surga tersendiri bagi para kapitalis, pengembang, pebisnis hiburan, dan lain-lain. Mereka memanfaatkan kesempatan ini sebagai area hisapan bagi pundi-pundi cuan mereka. Dari sinilah muncul pembangunan kota secara besar-besaran. Akibat dari pembangunan masif ini lahirlah dark spot (sisi gelap) di perkotaan seperti prostitusi, dunia malam, LGBT, perjudian, narkoba, dan lain sebagainya. Mengapa bisa demikian?
Pembangunan Berlandaskan Kapitalisme
Saat ini dunia tengah dikuasai sekularisme kapitalisme. Apa pun yang menjadi landasan suatu aktivitas adalah materi. Pembangunan pun tak luput dari hal ini. Pembangunan di perkotaan yang dilandasi kedua asas ini membuat kepentingan para pemilik modal mengendalikan segala aspek dalam kehidupan perkotaan. Aspek-aspek dalam kehidupan yang dimaksud misalnya standar kebahagiaan, standar halal haram, baik buruk, aspek keamanan, perlindungan terhadap kehormatan perempuan dan lain sebagainya. Semuanya hanyalah diukur dari sudut pandang sekularisme kapitalisme.
Pembangunan yang hanya dilandasi aspek materi membuat manusia yang ada di dalamnya kelelahan jiwa raga dan menjadi kering iman. Kehidupan sekularisme yang bebas tanpa mengedepankan nilai agama dalam beraktivitas sering kali membuat jiwa-jiwa yang lelah ini melarikan diri dari stres dengan pergi ke tempat-tempat hiburan. Klub malam adalah salah satunya. Sudah menjadi rahasia umum di dalamnya terdapat banyak aktivitas maksiat seperti khalwat, pesta khamar, wanita berbusana minim bahkan sampai kemaksiatan yang mungkin lebih besar lagi, seperti perzinaan bahkan LGBT.
Dark Spot di Perkotaan
Di wilayah Kranggan, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi sendiri juga menjadi lahan subur tempat-tempat maksiat. Tidak asing bagi kita melihat banner atau bahkan baliho dengan ukuran besar terpampang di pinggir jalan besar utama seperti jalan transyogi (alternatif) seputar lampu merah Plaza Cibubur sampai Perumahan CitraGrand, dengan iklan yang menampilkan wanita-wanita seksi berbusana minim bahkan hanya menggunakan pakaian dalam saja. Tentu dengan tagline, yang membuat setiap orang yang masih mempunyai iman dan urat malu jijik dan mengurut dada dibuatnya. Misalnya tagline "pesta wine", "sexy dancer", "sensual party" dan sejenisnya. Na’udzubillah.
Setidaknya di sekitar Plaza Cibubur sampai Citra Grand saja ada lima klub hiburan yang terang-terangan mengiklankan acara vulgar mereka dengan memasang flyer, banner bahkan baliho. Belum lagi tempat lain yang sembunyi-sembunyi. Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak bertebaran tempat hiburan bahkan dijadikan lokalisasi. Bisa dibayangkan tempat hiburan malam seperti ini pastinya penuh dengan kemaksiatan.
Sangat disayangkan jika perkotaan seperti Bekasi, di mana banyak ulama, majelis taklim, sekolah-sekolah Islam, pesantren, para tokoh intelektual dan cendekia namun identik dengan tempat-tempat maksiat yang semakin bertebaran dan berani mengiklankan aktivitas maksiat mereka secara terbuka. Semua ini karena kehidupan yang diatur oleh sistem kapitalisme menjadikan kebahagiaan tertinggi sekadar mencapai kesenangan jasmani dan keuntungan materi. Sekularisme juga telah menihilkan aspek agama bahkan fitrah kemanusiaan yang membuat sebagian besar manusia hidup tanpa visi akhirat. Akhirnya slogan “salat terus, maksiat jalan” menjadikan mereka manusia yang berkepribadian ganda.
Adanya Indikasi Backing-an
Di sisi lain, indikasi backing-an dari orang-orang berpengaruh atau berkuasalah yang membuat tempat maksiat ini berdiri kokoh dan berani menampakkan eksistensinya. Dari sini pun memunculkan opini di masyarakat sekitar Bekasi, bahwa pengembang proyek-proyek raksasa yang ada di belakang bisnis maksiat. Wajar bila aparat, ulama, dan jajarannya seperti tidak memilki peran dan kekuatan untuk menghentikan atau suaranya tidak didengar. Sejatinya, tempat maksiat yang merebak di perkotaan ini juga ulah para kapitalis. Umat diserang dari berbagai arah. Tenaganya dikuras sebagai kuli dalam proyek pembangunan, uang hasil keringatnya pun dikuras mengalir ke tempat-tempat maksiat yang mereka bisniskan, hingga akhirnya membuat jiwa-jiwa masyarakat semakin rusak. Semakin rusak masyarakat, semakin menguntungkan para kapitalis. Miris, inilah gambaran Kota Bekasi, di tengah keglamoran pembangunan yang ada, di antara kesibukan mempercantik kota, nyatanya pembangunan hanyalah sekedar fisik, namun manusianya rusak. Manusia yang individualis, konsumtif, dan liberal jadi mayoritas output pembangunan di Bekasi saat ini.
Pembangunan Berlandaskan Islam
Seharusnya pembangunan dilakukan dengan berlandaskan Islam yang akan memurnikan jiwa-jiwa para penduduknya. Islam menjadikan materi dan ruh (kesadaran hubungan dengan Allah) bersatu. Aspek materi seperti sarana dan prasarana yang dilandasi oleh aturan Allah akan memelihara jiwa dan raga para penduduknya. Pembangunan yang dilandasi oleh Islam akan melahirkan profil muslim bertakwa dengan gaya hidup islami yang terbebas dari konsumerisme. Dari sini juga akan lahir masyarakat muslim perkotaan yang terpelajar, kritis dan siap beramar makruf nahi mungkar. Penataan ruang dan pembangunan perkotaan dalam Islam dikontrol oleh negara dan harus tunduk pada syariah Islam. Distribusi sumber ekonomi maupun nonekonomi dengan paradigma Islam akan meminimalisasi kesenjangan. Negara pun mengatur betul pembangunan atau industri agar tidak merusak lingkungan dan masyarakat.
Khatimah
Allah Swt. telah memberi perintah agar melakukan pembangunan atas dasar ketakwaan, ketaatan dan mengharap rida Allah agar tidak jatuh ke neraka Jahanam. Perintah tersebut tersirat dalam firman-Nya,
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunan (masjid) atas dasar takwa kepada Allah dan keridaan(-Nya) itu lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu (bangunan) itu roboh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahanam? Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (TQS. At- Taubah: 109)
Kondisi memprihatinkan ini perlu diubah dan harus ada yang tergerak melakukan perubahan. Maka, saatnya kita terpanggil untuk berperan dalam perubahan kondisi ini. Karena bala dari kemaksiatan ini pun akan sampai pada kita, jika kita berdiam diri. Sejatinya kebenaran dan kebatilan akan bertarung dan harus dimenangkan oleh kebenaran (Islam). Sebagaimana Rasul saw. bersabda,
“Sesungguhnya Madinah ibarat tungku api. Ia akan membersihkan semua kotoran yang ada dan akan memurnikan kebaikan-kebaikannya.”
Wallahu a’lam bishowab.
Sekularisme-liberalisme meniscayakan kemaksiatan yang merajalela.. na'udzubillah min dzalik..
Etalase berjalan, hanya bagus yg dipajang doang, di balik itu meninggalkan kerusakan di masyarakat. Rusak lingkungan, rusak moral, rusak ekonomi, sosial, dsb.
Miris, pembangunan ala kapitalisme seperti ini. Kondisi ini tentu tak hanya di Bekasi tetapi juga merata ke seluruh kota bahkan desa.
Tingkatkan terus kualitas naskahnya ya mbak.
Miris ya ... pembangunan ala kapitalisme memang merusak dan menzalimi. Akhirnya, sisi-sisi gelap hasil pembangunan kapitalisme menjamur di mana-mana. Sepertinya ini bukan hanya terjadi di Bekasi, tapi nyaris di setiap sudut kota negeri ini, termasuk di kota saya.