”Inilah paradigma salah yang dianut bangsa besar ini. Membuat negeri dengan kekayaan alam yang melimpah ruah terkurung tak berdaya dalam lilitan utang. Kemandirian tidak akan diperoleh selama sistem bermana kapitalisme diterapkan.”
Oleh. Ine Wulansari
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pendidik Generasi)
NarasiPost.Com-Saat ini, beberapa negara tengah mengalami krisis ekonomi parah dan terancam bangkrut. Di antaranya, Zimbabwe, Turki, Myanmar, Lebanon, Laos, Afganistan, Argentina, dan Mesir. Meski Indonesia tidak termasuk di dalamnya, akan tetapi harus waspada jangan sampai mengalami kebangkrutan.
Negara-negara yang telah mengalami kebangkrutan ini, salah satunya disebabkan oleh tumpukan utang yang menggunung. Tak terkecuali dengan Indonesia. Secara mengejutkan, utang Indonesia berada diangka Rp7000 triliun. Hal ini diakui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Menurutnya meski utang Indonesia terbilang besar, angka itu jumlahnya dibayar oleh proyek-proyek yang bagus. (Kompas.com, 6 Agustus 2022)
Meskipun utang Indonesia sangat besar, Luhut menyebutkan ini adalah utang produktif. Seperti jalan Tol Serang-Palembang, pembangunan proyek jalan tol ini memang melalui utang, tetapi akan dikembalikan sendiri. Luhut pun yakin utang tersebut dapat dibayar dengan berbagai proyek bagus, terlebih Indonesia berutang untuk membangun infrastruktur yang berkualitas. (Republika.co.id, 08 Agustus 2022)
Sekilas apa yang disampaikan Menteri Menko Marves terlihat meyakinkan, bahwa utang Indonesia yang menumpuk dapat dikembalikan melalui berbagai proyek produktif. Akan tetapi jika dicermati dengan saksama, utang ini sesungguhnya jebakan yang merugikan Indonesia sendiri. Bagaimana tidak, bukan sekadar utang, melainkan ada bunga yang besar harus dibayar secara berkala. Tentu utang dan bunga ini sangat memberatkan dan menjadi beban bangsa.https://narasipost.com/2020/12/05/ledakan-utang-negara-bikin-bangga/
Bahkan, pemerintah menganggap utang yang menggunung sebagai sebuah prestasi besar. Padahal, utang ini tentu akan menjadi masalah. Sebab, kedaulatan negara tergadaikan dan Indonesia berada dalam cengkeraman negara penguasa dunia, yakni Amerika dan Cina. Padahal, risiko terbesar dari utang luar negeri yakni pemerintah menarik utang berbunga alias ribawi. Secara pasti hal ini merupakan perbuatan yang haram.
Akan tetapi, tak dapat dimungkiri karena utang ribawi menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem ekonomi kapitalisme, yang menjadi asas perekonomian Indonesia. Hal ini menjadi bukti gagalnya dalam menyejahterakan manusia. Dalam sistem rusak bernama kapitalisme, negara besar memangsa negara kecil. Hal ini merupakan praktik nyata yang tak terbantahkan.
Kemandirian ekonomi sangat mustahil untuk kondisi Indonesia saat ini. Belitan utang tak membuat jera penguasa untuk terus menambah utang. Berdalih kerja sama di bidang investasi dinilai sebagai prestasi yang menguntungkan. Padahal sejatinya, hal ini justru menambah beban utang negeri.
Sayangnya, kapitalisme yang diadopsi sebagai sistem kehidupan negeri ini telah menjadikan tata kelola ekonomi rakyat menjadi kacau. Prinsip ekonomi menitikberatkan pada pemodal, membuat kendali ekonomi hanya ada pada segelintir orang.https://narasipost.com/2021/03/24/bahaya-utang-bagi-kedaulatan-indonesia/
Inilah paradigma salah yang dianut bangsa besar ini. Membuat negeri dengan kekayaan alam yang melimpah ruah terkurung tak berdaya dalam lilitan utang. Kemandirian tidak akan diperoleh selama sistem bermana kapitalisme diterapkan.
Sangat berbeda dengan Islam, sebagai sebuah aturan dan sistem kehidupan yang sempurna, terbukti membawa kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Islam memiliki sistem ekonomi yang bersifat mandiri, jauh dari intervensi.
Islam mempunyai pandangan untuk menjadi negara adidaya dan diperhitungkan, dalam dunia perpolitikan internasional haruslah terbebas dari dikte negara mana pun. Artinya, negara tidak boleh berutang hanya untuk membangun infrastruktur. Meski pun demi kepentingan rakyat. Terlebih utang yang mengandung unsur riba. Sebagaimana sabda Nabi saw.: “Dosa riba terdiri dari 72 pintu. Dosa riba yang paling ringan adalah bagaikan seorang anak laki-laki yang menzinai ibu kandungnya.” (HR. Thabrani)
Untuk itu, kepala negara dalam Islam akan memaksimalkan pemasukan dari pos-pos pendapatan negara. Di antaranya, fai, ganimah, jizyah, anfal, dan kharaj. Selain itu, ada pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya. Juga pemasukan hak milik negara berupa usyur, khumus, rikaz dan tambang.
Dengan mekanisme inilah kepala negara membangun infrastruktur, menggalakkan eksplorasi, menstimulus berbagai inovasi, menjadi negara industri, hingga menjadi negara tangguh dan disegani negara-negara dunia lainnya.
Oleh karenanya dengan berpegang teguh pada sistem ekonomi Islam, dan menerapkan Islam secara total yang mengatur seluruh aspek kehidupan, maka negara akan berdaya guna dan maju tanpa intervensi pihak mana pun. Mengelola pendapatan yang diatur secara mandiri oleh negara, akan membawa kemaslahatan bagi masyarakat. Kehidupan sejahtera di bawah naungan pemerintah Islam, yang menerapkan syariat akan terwujud nyata.
Wallahua’lam bish shawab.[]