”Dalam hal ini seharusnya pemerintah tidak mencukupkan hanya dengan aturan atau undang-undang saja, tetapi harus ada evaluasi dalam sistem pendidikan, pergaulannya, ataupun sanksi yang tegas agar memberikan efek jera bagi pelaku tawuran tersebut.”
Oleh. Suryani
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Remaja merupakan aset bangsa yang tidak ternilai harganya, di pundaknya estafet kepemimpinan berada. Namun, apa jadinya kalau generasi saat ini malah berlaku anarkis hingga kerap terjadi tawuran antarpelajar. Seperti yang terjadi kepada siswa Sekolah Menengah Kejuruan Pasundan Banjaran dengan siswa SMKN 3 Baleendah beberapa waktu lalu.
Semua berawal dari ejekan di media sosial yang diduga sengaja diposting oleh salah seorang siswa SMKN 3 Baleendah. Kemudian puluhan siswa SMK Pasundan melakukan pencarian terhadap orang yang melakukan postingan tersebut, lalu terjadilah tawuran. Beruntung tidak sampai ada korban jiwa, demikian kata Kompol Sungkowo. (Jabarnews.com, 3/8/2022)
Tawuran antarpelajar bukan hanya terjadi kali ini saja. Sebelumnya banyak sekali aksi serupa yang terjadi di belahan bumi pertiwi ini, beberapa di antaranya sampai menimbulkan korban jiwa. Pemicunya pun bisa dibilang sepele, hanya karena tak terima ditegur, diejek, atau karena solidaritas pertemanan.
Pemerintah sendiri telah berupaya mencegah berulangnya kasus tawuran dengan membuat panduan pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di lingkungan pendidikan, melalui Permendikbud No.82/2015. Selain itu pemerintah juga membentuk kelompok kerja (pokja) pencegahan dan penanganan kekerasan di bidang pendidikan yang diresmikan pada 20/12/2021 lalu. Namun, ternyata regulasi tersebut tidak cukup untuk menangkal kenakalan remaja yang kian meresahkan.
Dalam hal ini seharusnya pemerintah tidak mencukupkan hanya dengan aturan atau undang-undang saja, tetapi harus ada evaluasi dalam sistem pendidikan, pergaulannya, ataupun sanksi yang tegas agar memberikan efek jera bagi pelaku tawuran tersebut.
Namun, sebelum upaya-upaya tersebut ditempuh pemerintah, sebaiknya dicari pangkal masalahnya terlebih dulu. Permasalahan yang berkaitan dengan remaja atau masalah-masalah lainnya, sejatinya bersumber dari sistem yang diadopsi negara yaitu demokrasi kapitalisme. Sejak lahirnya, sistem ini menginginkan setiap perbuatan manusia berasaskan manfaat/keuntungan kapital tanpa melibatkan aspek spiritual (agama).
Maka ketika agama (Islam) tidak menjadi standar dalam menilai perbuatan, remaja menjadi bebas dan mudah berbuat semaunya, yang pada akhirnya bukan hanya kekerasan tapi juga beragam kemaksiatan semakin bertambah semisal pelecehan seksual, pergaulan bebas yang berakibat perzinaan (prostitusi), pencurian, minum-minuman keras, juga narkoba banyak dilakukan oleh kalangan remaja atau pelajar. Negara yang sejatinya menjadi pelindung masyarakatnya tidak bisa menghentikan semua kerusakan ini.
Untuk bisa menghentikan kerusakan moral di atas, diperlukan solusi yang sahih yakni Islam. Karena sistem ini merupakan seperangkat aturan yang datang dari pencipta manusia yakni Allah Swt. Bilamana diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan maka akan melahirkan generasi unggul, cerdas dan bertakwa, karena Allah Swt. melarang kita meninggalkan keturunan yang lemah, sebagaimana firman-Nya: “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka….”. (TQS An-Nisa ayat 9)
Untuk membentuk remaja menjadi muslim yang kuat, terutama dalam keimanannya diperlukan sistem pendidikan yang berasaskan Islam. Asas ini berpengaruh dalam menyusun kurikulum pendidikan, sistem belajar mengajar, kualifikasi guru, pengembangan budaya dan interaksi di antara komponen penyelenggara pendidikan.
Pendidikan yang berbasis Islam memerlukan tiga peran sentral yang berpengaruh pada proses perkembangan generasi. Pertama, keluarga. Orang tua adalah ujung tombak lahirnya bibit unggul generasi, dan merupakan sekolah pertama bagi anak. Keluarga harus mampu membentuk kepribadian Islam, menanamkan keimanan dan kecintaan yang tinggi kepada Allah dan Rasul-Nya. Tentu dengan ketakwaan ini dapat mencegah mereka dari kemaksiatan.
Kedua, masyarakat. Lingkungan masyarakat yang kondusif berada dalam ketakwaan, yang menumbuhkan budaya amar makruf nahi mungkar menjadi kesehariannya. Tentu ini berdampak positif pada anak karena tabiat dasarnya meniru dan mencontoh. Maka jika lingkungan masyarakatnya baik individunya pun akan baik.
Ketiga, negara. Dalam hal ini negara bertugas menyelenggarakan pendidikan yang komprehensif, menyediakan fasilitas yang memadai mulai dari kurikulum yang berasas akidah Islam, sarana dan prasarana, pembiayaan pendidikan, penyediaan guru yang profesional disertai gaji yang menyejahterakan.
Di samping itu pengawasan harus senantiasa dilakukan sehingga jika ada pelanggaran baik itu tawuran atau pun perzinaan juga kemaksiatan lainnya harus segera diberikan sanksi sesuai dengan syariat Islam. Dengan begitu remaja dari kalangan pelajar maupun masyarakat umum akan senantiasa terjaga dari kerusakan.
Hal itu juga yang pernah dirasakan oleh kaum muslim berabad-abad lamanya. Yaitu ketika tonggak peradaban berada di tangan kaum mukmin. Di masa itu banyak lahir ilmuwan-ilmuwan saintek plus mereka mampu menjadi ulama yang faqih fiddin. Ketika itu pendidikan Islam mengalami kejayaan dan kegemilangan yang diakui oleh dunia internasional, serta buah karyanya yang banyak dijadikan rujukan para ilmuwan Barat/Eropa.
Dengan demikian solusi untuk menyelamatkan generasi dari kehancuran tak ada yang lain selain diterapkannya Islam secara kaffah dengan institusinya yang berfungsi sebagai pelaksana syariat. Institusi Islam inilah yang mampu memberikan kemaslahatan kepada seluruh umat manusia, menghindarkan dari kerusakan, kemaksiatan, dengan cara mewujudkan maqashid asy-syariah (maksud-maksud syarak) di tengah umat manusia. Oleh karena itu, sebuah keniscayaan peradaban Islam akan tegak melalui generasi cemerlang dan kembali menjadi umat terbaik sebagaimana generasi awal Islam.
”Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah….”. (TQS. Al-Imran ayat 110)
Waalahu a’lam bi ash sawwab.[]