”Melihat wacana tersebut, disinyalir ada upaya pemerintah membidik dana pensiun sebagai peluang menggali sumber pendapat baru bagi negara yang saat ini tengah pontang-panting mencari dana segar untuk menutupi defisit anggaran dan belanja negara yang bertumpu pada pajak dan utang luar negeri.”
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sistem kapitalisme semakin kentara di negeri ini. Humanisme negara secara perlahan dikikis menjadi materialisme yang menempatkan hubungan negara bukan lagi sebagai pelayan rakyat, melainkan pihak yang mempekerjakan rakyat.
Negara kalau bukan sebagai produsen, tentu memosisikan sebagai majikan yang hanya akan memberikan upah kepada mereka yang bekerja untuk negara dengan alasan “Tidak ada makan siang gratis”. Tidak akan ada lagi subsidi, santunan, apalagi jaminan hari tua karena segalanya harus ada tenaga atau manfaat yang bisa dikonversi dengan upah.
Dalam sudut pandang kapitalis seperti inilah segala kebutuhan rakyat tidak boleh ada yang gratis alias berbayar dan upah harus ditekan serendah mungkin termasuk urusan gaji pegawai negeri sipil (PNS) tidak boleh membebani anggaran negara lagi. Hal ini yang dibicarakan Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, mengenai keinginan pemerintah untuk meninjau kembali skema dana pensiun PNS yang dianggap membebani negara sebesar 2.800 triliun rupiah.
Menurut Staf Khusus Kemenkeu Yustinus Prastowo, dana pensiun merupakan dana yang diatur sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 20/2013 tentang Asuransi Sosial PNS yang mewajibkan semua instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah wajib memotong 8% dari penghasilan bulanan PNS, setelah dikurangi dana tunjangan pangan.
Sebagaimana diketahui berdasarkan PP No.30 Tahun 2015, perihal komponen gaji PNS terdiri dari: Gaji pokok, Tunjangan Keluarga, Tunjangan Jabatan/Tunjangan Fungsional Tertentu/Tunjangan Fungsional Umum, Tunjangan Beras dan Tunjangan PPh yang termuat dalam Pasal 21.
Nah, menurut Menkeu Sri Mulyani, skema dana pensiunan seperti itu akan menyebabkan risiko jangka panjang. Pasalnya dana pensiun akan dibayarkan secara terus menerus bahkan hingga pegawai meninggal. Padahal, potongan 8% gaji pegawai dengan rincian 4,75% untuk program jaminan pensiun, dan 3,25% untuk program JHT. Angka 4,75% tersebut diakumulasikan sebagai akumulasi iuran pensiun (AIP) dan bukanlah dana pensiun.
Investasi Dana Pensiun
Adapun iuran 3,25% dikelola PT Taspen dan diterimakan sekaligus saat PNS pensiun. Atas dasar ini ada wacana pemerintah untuk membentuk lembaga dana pensiun seiring akan digantinya skema pembayaran pensiun bagi pegawai negeri sipil atau PNS. Hal tersebut seperti dilansir laman tempo.co.id, 29/8/2022, bahwa lembaga itu nantinya mengelola potongan iuran dari gaji PNS yang selama ini dikelola PT. Taspen (Persero).
Melihat wacana tersebut, disinyalir ada upaya pemerintah membidik dana pensiun sebagai peluang menggali sumber pendapat baru bagi negara yang saat ini tengah pontang-panting mencari dana segar untuk menutupi defisit anggaran dan belanja negara yang bertumpu pada pajak dan utang luar negeri.
Dugaan itu diperkuat dengan pernyataan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata yang mengatakan, bahwa iuran tersebut terus diputar dengan diinvestasikan oleh PT. Taspen. Rencananya PT. Taspen akan memanfaatkan dana sebesar 3,25 persen per bulan dalam bentuk program jaminan hari tua (JHT).
Syariat Islam Menjamin Kesejahteraan Rakyat
Di sini terjadi praktik muamalah yang diharamkan dalam syariat Islam, yaitu asuransi yang menjaminkan hari tua. Padahal, jaminan harusnya berupa barang atau jasa, bukan janji yang belum pasti akan hari tua. Jika dana pensiun tersebut dianggap premi asuransi yang dibayarkan tiap bulan, maka negara telah memaksa PNS untuk melakukan keharaman.
Negara harusnya memerhatikan jaminan hari ini, bukan menunggu hari tua, yakni berupa kecukupan atas segala kebutuhan dasar rakyat, selain upah bagi mereka yang bekerja sebagai abdi negara (PNS). Kebutuhan pangan, sandang dan papan harus tercukupi oleh negara tanpa merasa terbebani karena kehadiran penguasa adalah pelayan dalam mengurusi kebutuhan rakyatnya.
Inilah konsep dasar pemahaman politik atau kekuasaan dalam syariat Islam, yaitu pengurusan rakyat oleh negara secara menyeluruh, lahir dan batinnya. Secara akad menjadi pegawai negeri sipil (PNS) termasuk akad sewa jasa atau keahlian yang dimilikinya (ijarah), seperti keahlian mengajar bagi guru atau manajerial bagi instansi di pemerintahan. Sebagai akad ijarah, maka harus memenuhi rukun sewa menyewa , di antaranya: kejelasan besarnya upah, waktu kerja dan keridaan dua belah pihak antara ajir (pegawai) dan mustajir (pengupah) dalam hal ini pemerintah.
Adapun mengenai tunjangan hidup dan jaminan kesejahteraan seharusnya tidak hanya diberikan kepada para pegawai saja, melainkan seluruh rakyat pada umumnya. Upah atau gaji disesuaikan dengan standar manfaat yang menjadi obyek pekerjaannya tanpa harus ada pemotongan gaji atau upah, apalagi bagi pegawai negara yang dianggap berprestasi membantu tugas-tugas negara.
Hak-hak pekerja atau pegawai harus dipenuhi secara utuh sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Mustawrid bin Syadad: “Aku mendengar Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menjadi pekerja bagi kita, bila belum beristri hendaklah ia mencarikan istri (untuknya); seorang pembantu bila tidak memilikinya, hendaklah ia mencarikannya untuk pembantunya. Bila ia tidak mempunyai tempat tinggal, hendaklah ia mencarikan tempat tinggal.” Abu Bakar mengatakan, Rasulullah saw. mengabarkan orang yang mengambil sikap selain itu, maka ia adalah seorang yang keterlaluan atau pencuri.” (HR. Abu Daud). Dari hadis tersebut memberikan isyarat bahwa Rasulullah saw. sebagai kepala negara memberikan perhatian yang istimewa saat merekrut para pegawainya.
Dengan demikian, syariat Islam adalah solusi dari berbagai macam masalah yang ada di dunia ini, tak terkecuali masalah upah ketenagakerjaan atau keterjaminan gaji pegawai negeri sipil hari ini dan hari tuanya nanti. Sudah saatnya kita merindukan sistem kehidupan yang paripurna yang berasal dari Allah Swt., mencari solusi dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Wallahu’alam bish Shawwab.[]