"Beliau takut aktivitas ngopi membuat rakyatnya lalai dalam beribadah, sehingga merusak akidah mereka. Sungguh, bentuk tanggung jawab seorang pemimpin yang luar biasa. Ibarat kata, jangan sampai rakyatnya masuk neraka gara- gara aktivitas ini (ngopi)."
Oleh. Payanti Salim
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com- Ngopi menjadi tren saat ini, baik dari kalangan muda, tua, laki-laki maupun wanita banyak kita jumpai memenuhi kedai-kedai kopi yang berlomba-lomba menyajikan racikan andalan mereka. Tahukah anda bahwa pernah ada masa kopi itu diharamkan?
Ya, kopi pernah menjadi barang haram untuk diminum karena dianggap sama dengan khamar. Kisah itu terjadi di masa kekhilafahan Utsmaniyah (Ottoman) saat Sultan Murad IV menjabat. Kala itu aktivitas ngopi sangat marak. Bahkan, kedai-kedai kopi sedang menjamur di jalanan ibu kota, mirip seperti kondisi saat ini. Di masjid pun, para pemuda melakukan aktivitas ngopi sambil berdiskusi perihal apa pun. Sebagaimana diketahui, dulu masjid bukan sekadar tempat ibadah, namun dimanfaatkan untuk berbagai macam aktivitas, terutama tempat berkumpulnya para intelektual. Muncullah rasa kekhawatiran dalam diri sang Sultan atas kondisi rakyatnya. Beliau takut aktivitas ngopi membuat rakyatnya lalai dalam beribadah, sehingga merusak akidah mereka. Sungguh, bentuk tanggung jawab seorang pemimpin yang luar biasa. Ibarat kata, jangan sampai rakyatnya masuk neraka gara - gara aktivitas ini (ngopi).
Sultan kala itu memandang aktivitas ngopi adalah aktivitas yang tidak bermoral karena seolah kopi menjadi candu di kalangan masyarakat kala itu. Khasiat dan rasa kopi sebenarnya tidak pernah berubah sampai saat ini. Meminum kopi membuat badan kita terasa lebih segar, juga bisa meningkatkan konsentrasi, sehingga kuat beraktivitas lebih lama. Sejalan dengan sang Sultan, para ulama dan cendekiawan kala itu menganggap bahwa kafein di dalam kopi memiliki efek mengubah pikiran yang setara dengan khamar. Kafein juga menimbulkan efek ketagihan bagi peminumnya. Sehingga karena alasan tersebut Sultan merasa khawatir atas kondisi ini.
Alhasil Sultan Murad IV, memutuskan untuk membuat kebijakan pengharaman kopi, menutup kedai-kedai kopi, menutup pabrik pengolahan kopi, sampai larangan menanam kopi. Bahkan, mengancam akan membunuh orang yang masih meminum kopi setelah kebijakan itu dibuat.
Sikap kehati-hatian itu dilakukan semata-mata karena ketaatannya kepada Allah Swt. Kesadaran seorang pemimpin bahwa segala sesuatunya nanti dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah. Bahkan satu lubang di jalan yang membuat seekor keledai terperosok, akan dimintai pertanggungjawaban. Apalagi jika karena kelalaiannya dalam mengambil kebijakan membuat rakyatnya makin jauh dari Allah Swt. dan menjadi sebab mereka masuk ke dalam neraka. Sungguh yang demikian menunjukkan sosok pemimpin yang bertanggungjawab, bahkan mengupayakan yang terbaik untuk menjaga dan meriayah akidah umatnya. Karena kelak para pemimpin itu dimintai pertanggungjawaban atas orang-orang yang dipimpinnya, seperti dalam riwayat Abdullah bin Umar yang mengatakan, Rasulullah saw. bersabda, "Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka."
Rakyatnya pun taat atas aturan itu. Meskipun pada akhirnya, larangan meminum kopi itu berakhir di masa keturunannya, yakni Sultan Selim I. Itu pun melalui ijtihad yang panjang, dengan bermacam penelitian yang merujuk pada nas-nas Al-Qur'an dan sunah Rasulullah saw.
Itulah gambaran taat kepada Allah, taat kepada Rasul, dan taat kepada pemimpin. Dan jika ada sesuatu perselisihan, maka dikembalikan lagi kepada dua tali agama Allah. Seperti yang tertuang di dalam Al-Qur'an surah An-Nisa 59 yang berbunyi :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".
Sungguh indah ketika kita hidup di jalan ilmu. Dimana kita bisa, menikmati diskusi yang indah, bukan malah menepuk dada dan saling meninggikan diri, tetapi semata untuk mencari kebenaran yang suci.Dari sekedar meminum kopi kemudian menjadi sebuah fenomena yang tak lazim sampai pada tahap penyelesaian masalah yang semua didasarkan atas ketaatan kepada aturan Allah Swt. Suasana semacam ini hanya dapat kita temui ketika penerapan Islam dilaksanakan secara totalitas dalam kehidupan bernegara dalam bingkai syariat-Nya.
Dari kisah kopi ini kita bisa memahami bahwa aturan itu dibuat semata-mata hanya karena Allah Swt karena sebuah keyakinan terhadap agama yang paripurna dan demi keberlangsungan hidup di dunia dan bekal kehidupan selanjutnya, yakni di akhirat kelak.
Ngomong-ngomong sudahkah anda minum kopi hari ini?
Wallahu a'lam bisshowab[]