Ketika Perguruan Tinggi Menjadi Ajang Komersialisasi

”Tapi lagi-lagi potensi komersialisasi pendidikan, sudah demikian terbuka lebar. Bersama itu pula, negara pun ikut berlepas tangan dari tanggung jawabnya dalam mengurusi urusan rakyat.”

Oleh. Rahmiani. Tiflen, Skep.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Mahalnya biaya perkuliahan saat ini, sudah menjadi hal yang lumrah adanya. Bahkan, sepertinya masyarakat pun ikut dipaksa menerima kondisi tersebut. Walhasil orang tua mesti banting tulang, peras keringat guna memenuhi cita-cita anaknya yang ingin mengenyam pendidikan hingga setinggi-tingginya.

Mahalnya Biaya Masuk Kuliah

Mengutip pernyataan dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi, yang turut memberi tanggapan atas kabar terkait kenaikan biaya rata-rata perguruan tinggi di Indonesia saat ini yang diakuinya masih cenderung mahal. Padahal para orang tua memiliki penghasilan yang relatif rendah, dan tidak mampu mengimbangi mahalnya biaya pendidikan untuk anak-anaknya. Sehingga, banyak orang tua memilih untuk tidak melanjutkan perkuliahan anaknya sebab terbentur masalah biaya.

Mahalnya biaya masuk perguruan tinggi tersebut, bahkan tak cukup dengan diupayakannya program pemerintah melalui jalur beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP). Meski saat ini negara telah menyiapkan beasiswa KIP, guna membantu uang semester. Akan tetapi nyatanya untuk masuk kuliah, masih banyak lagi uang lainnya seperti uang bangku, uang duduk, uang bangunan, dan lain-lain yang sudah tentu jumlahnya bisa mencapai belasan juta. Terlebih prodi-prodi favorit, semisal teknik dan kedokteran. Begitu lanjutnya. (Kedaipena.com, 30/WzkmvEOKv

Tak luput dari hal itu, media sosial pun ikut ramai dengan unggahan salah satu akun Twitter milik @mudirans yang berisi persyaratan jaminan kemampuan keuangan (JKK) bagi calon mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Sabtu 18 Juli 2022 lalu. Diketahui dalam JKK tersebut tercantum rekening orang tua/wali dengan nominal minimum 100 juta rupiah, meski Perguruan Tinggi menyediakan beasiswa bagi calon mahasiswa, akan tetapi jumlahnya tidak sebanding dengan masuk lewat jalur mandiri yang di sebagian perguruan tinggi hanya menyediakan kuota sebanyak 50% saja.

Adapun data dari Kompas yang tersiar melalui pemilik akun Twitter lainnya yaitu @strategi_bisnis, ini cukup menarik. Di situ dinyatakan bahwa selisih gaji tahunan antara lulusan SMA dengan lulusan S1 makin mengecil. Alasannya, disebabkan lulusan SMA, banyak yang bekerja dengan standar gaji UMK. Di samping itu, adanya kekuatan gerakan buruh, sehingga UMK naik pesat dalam 10 tahun terakhir. Yang mana UMK yang kian tinggi merupakan kunci pemerataan ekonomi. (https://t.co/WzkmvEOKvE)

Akar Permasalahannya adalah Kapitalisme

Konsultan pendidikan dan karier Ina Liem, ikut menyampaikan tentang penyebab mahalnya biaya masuk jalur seleksi mandiri di universitas, disebabkan beberapa universitas negeri saat ini tengah didorong agar memiliki badan hukum.

Sementara itu makin beratnya beban biaya Perguruan Tinggi adalah, dikarenakan adanya komersialisasi pendidikan. Pasalnya dalam sistem kapitalisme neoliberal, pendidikan dianggap sebagai komoditas ekonomi. Hal itu telah dituangkan dalam pasal 4 ayat (2) huruf d UU Perdagangan, yang menyatakan bahwa jasa pendidikan memang dijadikan sebagai salah satu komoditas perdagangan. Meski ada pengaturan terkait jasa pendidikan yang diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, dan UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Pendidikan Tinggi).

Tapi lagi-lagi potensi komersialisasi pendidikan, sudah demikian terbuka lebar. Bersama itu pula, negara pun ikut berlepas tangan dari tanggung jawabnya dalam mengurusi urusan rakyat. Hal tersebut, merupakan konsekuensi dari tata kelola negara berbasis kapitalistik, dan di dalamnya menyangkut hal-hal yang terkait dengan persoalan biaya pendidikan tinggi. Paradigma good governance dan reinventing government, menjadi pemicu utama bagi negara untuk berlepas tangan terhadap kewajiban utamanya sebagai pelayan rakyat.

Ditambah lagi kehidupan kapitalistik saat ini, yang mana beban pemenuhan kebutuhan hidup yang ditanggungkan bagi rakyat pun demikian besar. Seperti misal tingginya pajak, kemudian harga bahan pokok, BBM, gas, dan listrik yang juga meroket. Sehingga, akumulasi dari sistem tersebut akan semakin melunturkan pandangan terhadap Perguruan Tinggi, menjadi pandangan materialistis. Padahal kampus merupakan wadah menimba ilmu, dan juga sebagai tempat mencetak para ilmuwan.

Kesempurnaan Islam Mengatur Tata Kelola Pendidikan

Mahalnya biaya pendidikan saat ini, tentu ada penyelesaiannya jika negara kembali pada penerapan aturan Islam secara komprehensif. Islam bersama sistem Khilafah akan menerapkan hukum-hukum sarak, baik itu dalam tatanan politik maupun ekonomi.

Adapun dalam aspek politik, negara Khilafah akan berperan aktif sebagai penanggung jawab serta pelaksana langsung pada pengelolaan pendidikan. Khilafah tidak akan melemparkan tanggung jawab tersebut pada pihak swasta, lebih-lebih masyarakat. Jika pun pihak-pihak tersebut hendak terlibat, itu hanyalah sebagai bagian dari menjalankan amal saleh bukan bertindak selaku pengambil alih peran negara.https://narasipost.com/2022/08/11/mampukah-intervensi-pemerintah-mencegah-mahalnya-biaya-kampus/

Kemudian dari aspek perekonomian, negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam. Sehingga pendapatan dan sumber-sumber pemasukan negara dapat dikelola dalam rangka pembiayaan pendidikan tinggi.

Adapun biaya pendidikan, akan diambil dari pengelolaan kepemilikan umum seperti fai dan kharaj, semua itu diatur melalui mekanisme baitulmal. Sebab pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat, yang pemenuhannya wajib dijamin oleh negara. Sementara itu negara pun akan turut memastikan seluruh rakyat, guna mendapatkan pendidikan terbaik dan bebas biaya bagi siapa saja tanpa memandang status sosial, suku bangsa, agama, dan lain sebagainya. Semua mendapatkan pelayanan yang sama dan berkualitas.

Untuk itu, negara akan menyelenggarakan dana berapa pun agar dapat memenuhi kebutuhan pendidikan dan hal tersebut diupayakan melalui jalur-jalur syariat. Kemampuan negara, dalam membiayai sektor pendidikan tinggi akan dibarengi pula dengan kualitas yang mumpuni. Sebab tata kelolanya didasari oleh akidah Islam, di mana tujuan kurikulum hingga metode pengimplementasiannya pun terjamin sahih.

Maka sudah selayaknya usaha mewujudkan sumber daya manusia (SDM), yang berkualitas dalam sistem Khilafah Islamiah tidak perlu diragukan lagi. Sebab hal itu telah tercatat, dalam sejarah kegemilangan peradaban Islam. Bahkan banyak hasil penemuan para ilmuan muslim yang dapat kita rasakan pengaruhnya sampai saat ini.

Hanya dengan pendidikan Islam, orientasi pendidikan dapat mewujud pada hakikat yang semestinya. Serta membentuk generasi berkepribadian Islami dan menciptakan kemaslahatan dalam masyarakat. Sehingga, tiap-tiap warga negara tak lagi berpikir bahwa tujuan pendidikan hanya demi mencari uang. Karena untuk menempuh pendidikan pun, dilalui dengan modal yang tidak sedikit layaknya bisnis ala kapitalis. Pandangan tersebut akan ditepis dalam sistem pendidikan Khilafah Islamiah.

Dengan demikian, hanya Khilafah yang dapat memberikan kesempatan bagi seluruh warga masyarakatnya untuk mendapatkan akses pendidikan terbaik, hingga menggapai peradaban yang gemilang. Allah Subhanahu wa taala berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا قِيْلَ لَـكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَا فْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَـكُمْ ۚ وَاِ ذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَا نْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ ۙ وَا لَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ ۗ وَا للّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11). Wallahu’alam bis showab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rahmiani. Tiflen, Skep Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Karena Setiap Nyawa Begitu Berharga
Next
Jilbab ‘Antidepresi’
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram