”Pembentukan karakter antikorupsi dalam sistem sekuler-liberal tanpa adanya perubahan sistem, maka akan sia-sia dan hanya menghabiskan dana anggaran.”
Oleh. Mita Nur Annisa
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Sosial)
NarasiPost.Com-Miris, ketika institusi pendidikan yang notabene menjadi harapan dalam membangun generasi masa depan. Kini tercoreng, disebabkan salah seorang petinggi intelektual yang tertangkap tindak korupsi.
Seperti yang dilansir oleh detiknews.com ( 20/08/2022 ), Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Dr. Karomani telah terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelum didapati OTT KPK, Karomani mengikuti sebuah acara pembentukan karakter (character building).
Berdasarkan situs Unila, Karomani bersama para wakil rektor mengikuti character building di Hotel Sari Ater, Lembang, Bandung, Jawa Barat (Jabar), pada Rabu-Sabtu (17-20/8). Acara itu diikuti tim Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) Unila.
Begitupun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menyatakan bahwa kejadian seorang rektor yang tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap menjadi pembelajaran untuk melakukan perbaikan. Diketahui, Karomani diduga telah menerima suap terkait penerimaan mahasiswa baru. KPK juga telah menetapkan Karomoni sebagai tersangka. Bukan hanya Karomoni, KPK juga menjadikan Wakil Rektor Bidang Akademik, Heryandi, serta Ketua Senat Unila M Basri, sebagai tersangka. Dari hasil penyelidikan sementara, para tersangka diduga telah menerima suap sebesar Rp5 miliar. ( Kompas.com, 22/08/22 )
Perguruan tinggi dalam dunia pendidikan seharusnya mencetak generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia, berbudi pekerti, dan luhur. Karena setiap figur intelektual mesti akan menjadi panutan/contoh bagi para pendidik, namun sangat disayangkan justru saat ini malah mencoreng diri sendiri bahkan petingginya.
Persoalan penyimpangan, pelanggaran, tindakan kriminal, dan kemaksiatan yang terus menerus tumbuh di negeri ini. Tentunya semua terjadi akibat sistem hari ini yang memiliki asas kebebasan (liberal) dilahirkan dari sistem kapitalis yang menjauhkan agama dari kehidupan. Sehingga, aturan kehidupan tidak boleh diatur dengan aturan agama. Alhasil, menghasilkan sifat tamak akan materi, ketidaktegasan hukum membuat persoalan terus terulang bahkan mengeluarkan bibit-bibit baru sebab tidak adanya sanksi yang memberi efek jera.
Hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas seolah hal biasa. Hukum yang begitu longgar serta mudah dibeli dan digadaikan oleh materi, membuat perkara dengan mudahnya selesai begitu saja. Ini menunjukkan bahwa program pembangunan karakter yang sedang berlangsung terindikasi kegagalan. Pembentukan karakter antikorupsi dalam sistem sekuler-liberal tanpa adanya perubahan sistem, maka akan sia-sia dan hanya menghabiskan dana anggaran.
Seyogianya jabatan merupakan amanah, tanggung jawab, serta kewajiban yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Bukan sebuah kebanggaan, kemuliaan, dan hak baik di dunia maupun akhirat. Yang mana jika amanah tersebut dilaksanakan dengan baik maka keselamatan baginya. Oleh karenanya sebelum menerima sebuah amanah, harusnya dapat mengukur akan kualitas diri dan kemampuan, layak atau tidak? Jika merasa tidak mampu, maka akan menolak. Sebab, paham bahwa jabatan atau kekuasaan bukanlah hal yang perlu diraih namun ada tanggung jawab yang besar.
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Demikian bagi mereka yang tidak memahami betul akan sebuah jabatan. Maka ia hanya akan menjadikannya sebuah ajang mencari keuntungan, kehormatan, memperluas kekuasaan, serta kemewahan. Seperti yang terjadi saat ini, orang-orang yang sebenarnya tidak layak menduduki justru diberi panggung bahkan memperebutkan singgasana. Akibatnya negara dan rakyat menjadi korban, kekayaan sumber daya alam habis terkuras.
Dalam Islam sangat jauh berbeda dengan sistem hari ini yang sudah banyak merusak tatanan kehidupan. Islam yang menjadi poros dalam kehidupan dan segala aktivitasnya yang diamanahkan menjadi penguasa akan senantiasa menjadi sarana introspeksi diri sebagai pengemban amanah dari Sang Pencipta. Islam akan sangat menjaga para pejabatnya agar amanah dalam menjalankan tugasnya, sebab para pejabat paham betul akibat dari menyia-nyiakan amanah yang diembannya.
Dan adapun sanksi/hukuman bagi para koruptor dalam sistem pemerintahan Islam, seperti penjara hingga hukuman mati ialah sesuai dengan keputusan pihak qadhi sebagai takzir dalam sistem pidana Islam. Pemberantasan kasus pidana korupsi dalam Islam sangat memberikan efek jera yang membuat pelakunya berpikir berulang kali untuk mengulangi suap tersebut. Sanksi yang diberikan tentu bersumber dari Sang Pencipta, bukan dari buatan manusia yang hukumnya bisa diubah sesuai keinginan hawa nafsu sebagaimana yang terjadi dalam sistem demokrasi-kapitalis.
Maka hanya dengan kembali pada sistem yang benar dan aturan Sang Khaliq hal tersebut terselesaikan dengan solusi tuntas. Dalam Islam menjadi pemimpin harus sesuai dengan syariat yang mengarah kepemimpinan islami. Kepemimpinan islami merupakan keseimbangan kepemimpinan antara konsep dunia dan akhirat, kepemimpinan islami mengutamakan nilai-nilai Islam dan juga semua yang dilakukan karena mengharap rida Allah serta bentuk penghambaan akan ketaatan kepada Allah Swt. yang mana aturannya sesuai dengan fitrah manusia.
Oleh karenanya, hanya Islamlah yang mampu amanah dan jauh dari politik yang korup. Islamlah satu-satunya sistem yang diturunkan Sang Pencipta kepada Nabi Muhammad saw. yang membawa berkah bagi seluruh manusia dan seluruh alam semesta.
Sebagaimana firman Allah Swt., “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS. Al-Maidah ayat 50.)
Wallahu alam bi ash-shawwab.[]