“Jika dilihat dari pandangan Islam, CFW merupakan ajang kreativitas yang kebablasan. Cara berpakaian dan pergaulannya sudah melanggar batasan. Bahkan, setelah CFW, banyak remaja yang tidak pulang.”
Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Citayam Fashion Week (CFW) masih jadi bahan perbincangan. Media dalam negeri mengulasnya berhari-hari bahkan media harian mode asal Jepang, Tokyo Fashion ikut menanggapi sebagaimana yang dilansir Republika.co.id (14/07/2022). Media tersebut mengapresiasi fenomena CFW karena telah menghidupkan jalan-jalan di Jakarta Pusat sebagai fashion catwalk.
CFW juga menginspirasi para remaja di beberapa daerah untuk menyelenggarakan kegiatan yang sama. Di Bandung ada Braga Fashion Week, para remaja berlenggak-lenggok bak model profesional di sepanjang jalan Braga. Di Makassar, berlokasi di area bernama CPI alias Central Point of Indonesia di Pantai Losari, sekelompok warga mengenakan baju modis berjalan di atas zebra cross.
Menurut Najwa Shihab seperti pada unggahan akun Instagram @insta_julid, apa yang dilakukan ABG di CFW sesuatu yang lucu karena selama ini fashion identik dengan kalangan tertentu saja. Sedangkan dalam pandangan pengamat pendidikan, Dirgantara Wicaksono, CFW bisa mendorong pemerintah daerah untuk lebih peduli pada generasi dan merancang ruang terbuka yang dapat menjadi area berkarya mereka. Ke depannya, CFW bisa melahirkan gagasan karya inovatif dengan mengangkat kearifan lokal untuk memperkuat identitas budaya lokal. (Tvonenews.com, 17/07/2022)
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (LBH PB SEMMI) Gurun Arisastra justru mengkritik dan menilai fenomena CFW ini tidak ada manfaatnya bahkan bisa memberikan dampak buruk. Kegiatan ini tidak mencerdaskan dan para remaja berpotensi melakukan hal yang negatif. (Tvonenews.com, 25/07/2022)
CFW dalam Lensa Islam
Remaja ABG datang ke Sudirman hanya untuk senang-senang, cari teman hingga pacaran. Kumpul-kumpul tanpa manfaat yang jelas. Gaya mereka lekat dengan kehidupan bebas dan konsumerisme. Berpakaian mengumbar aurat, bahkan ada laki-laki berpakaian serta bertingkah mirip perempuan. Demi itu semua, mereka merogoh dalam-dalam dompet tipisnya agar tampil maksimal.
Jika dilihat dari pandangan Islam, CFW merupakan ajang kreativitas yang kebablasan. Cara berpakaian dan pergaulannya sudah melanggar batasan. Bahkan, setelah CFW, banyak remaja yang tidak pulang. Sebuah video yang diunggah akun TikTok @bumimamba memperlihatkan sejumlah remaja yang tidur bergeletakan di pinggir jalan setelah menyaksikan ajang fashion week yang berlangsung pada malam sebelumnya.
Remaja laki-laki dan perempuan tidur tanpa alas dalam posisi berdekatan. Jangan ditanya apakah salat atau tidak. Mereka terlihat kelelahan dan tidak terusik sama sekali meski orang sudah ramai lalu lalang di sekitarnya dan matahari sudah terang.
Maka, sungguh disayangkan CFW ini justru ramai-ramai diviralkan dan mendapat dukungan terutama dari kalangan pejabat. Seharusnya, anak-anak tersebut dipahamkan kembali tentang visi dan misi hidupnya yang kemudian akan mengarahkan mereka pada eksistensi yang hakiki. Bukan mengejar pujian dan popularitas manusia melainkan berdaya dan berkarya untuk menjadi insan mulia di hadapan Allah Swt.
CFW menunjukkan potret generasi muda yang sakit akibat telah diracuni virus kapitalis sekularis. Kesuksesan diukur dari materi dan kepemilikan. Kehidupan berjalan atas dasar apa yang dinginkan tanpa mengindahkan halal dan haram. CFW adalah fenomena gunung es dari tumpukan persoalan yang menjerat para generasi muda.
Kelompok yang termarjinalkan oleh arus pembangunan. Mereka kehilangan kasih sayang, arahan dan bimbingan yang berkiblat tergerus rasa percaya dirinya. Padahal bagi anak remaja, pengakuan eksistensi adalah penting. CFW memberi jalan agar suara mereka didengar dan keberadaan mereka diakui. Mereka hanya bisa bergaya, namun sesungguhnya tidak berdaya. Tidak memiliki banyak pilihan untuk mengasah potensi diri karena belitan kemiskinan dan keterbatasan pendidikan.
Hukum Asal Laki-Laki dan Perempuan Adalah Terpisah
Islam sudah mengatur terkait interaksi laki-laki dan perempuan. Hukum asalnya, keduanya harus terpisah kecuali dalam kondisi tertentu yang dibolehkan oleh syarak seperti saat jual beli atau belajar mengajar. Atau karena ada hajat yang ditetapkan syariat Islam seperti haji.
Hukum ini didasarkan bahwa syariat telah mengatur ada kehidupan khusus dan umum. Di dalam kehidupan khusus seperti di dalam rumah, seorang perempuan boleh terlihat beberapa bagian dari auratnya oleh mahram-mahramnya. Sementara dalam kehidupan umum seperti di pasar dan area publik lainnya, seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan harus ditutup. Di dalam kehidupan umum, laki-laki dan perempuan bisa bertemu untuk memenuhi kemaslahatan mereka.
Dalil yang berkaitan dengan pengaturan kehidupan khusus, dirinci dalam surat An-Nur Nur ayat 31. Dijelaskan dalam ayat tersebut siapa-siapa yang jadi mahram di mana perempuan boleh menampakkan aurat di depannya. Sedang ketika di area publik, perempuan balig wajib mengenakan kerudung dan tubuhnya ditutup oleh jilbab.
Terkait perintah kerudung disebutkan dalam surah An-Nur ayat 31 sedangkan perintah berjilbab dalam surah Al-Ahzab ayat 59. Jilbab yakni baju atau pakaian longgar yang tidak boleh tipis atau memperlihatkan lekuk tubuh, terulur dari leher hingga mata kaki atau sedikit di bawahnya. Jilbab ini menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju rumahan. Sedang kerudung menutup kepala hingga area dada.
Dalil lain yang menunjukkan hukum asal laki-laki dan perempuan terpisah adalah dalam pengaturan saf salat. Saf laki-laki berada di depan perempuan. Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik saf laki-laki adalah awalnya, sedangkan seburuk-buruknya adalah akhirnya. Sebaik-baik saf wanita adalah akhirnya, sedangkan seburuk-buruknya adalah awalnya." (HR. Muslim).
Berdasarkan penjelasan Imam An-Nawawi terkait hadis tersebut disimpulkan bahwa pemisahan saf laki-laki dengan perempuan bertujuan untuk mencegah percampuran keduanya. Begitu pula di luar salat, percampuran laki-laki dan perempuan dapat menyebabkan keduanya tidak bisa memelihara pandangan. Allah memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menjaga pandangan sebagaimana dalam surat QS An-Nur ayat 30.
Meski hukum asal laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Islam adalah terpisah tidak berarti dilarang sama sekali interaksi di antara keduanya. Islam membolehkan laki-laki dan perempuan beraktivitas di luar rumah seperti bermuamalah, berdakwah, mengikuti taklim, dan lain sebagainya. Mereka boleh berinteraksi dalam perkara-perkara mubah seperti ketika berjual-beli.
Khatimah
Anak-anak muda adalah sebuah fase di mana terkumpulnya semua kekuatan yang tidak dimiliki oleh fase sebelum dan sesudahnya. Kekuatan secara fisik, kemampuan intelektual, kecepatan dan kegesitan. Sangat disayangkan jika masa muda dihabiskan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat apalagi untuk melakukan berbagai kemaksiatan.
Di sinilah para orang tua dan negara harus menjaga potensi generasi muda karena kondisi mereka hari ini adalah miniatur negara di masa depan. Mereka harus dipersiapkan dengan dibekali penguatan dari sisi akidah dan tsaqafah. Diberi ruang untuk mengeksplorasi potensi dan berkreasi yang tentunya tanpa ada pelanggaran hukum syarak. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]
Terima kasih atas informasinya sangat menarik Dan sukses selalu Salam sehat