"Bagi para penguasa, isu terorisme ini adalah kata kunci untuk mengadang laju dakwah Islam politik, karena ajaran politik yang sesuai syariat Islam dianggap akan menganggu kepentingan mereka di tampuk kekuasaannya. Isu terorisme, radikalisme, ekstermisme dipandang bisa dipakai untuk menutupi kebobrokan penguasa dan sistem kapitalisme yang mereka terapkan saat ini."
Oleh. Mariam
(Kontributor NarasiPost.com)
NarasiPost.Com- Terdapat dugaan teroris pentolan Jemaah Islamiyah (JI) di wilayah Aceh yang ditangkap pada Rabu (3/8/2022) oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror di kantor Desa Sidodadi, Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Tamiang. Dalam keterangan pers, Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Winardy, menjelaskan bahwa tersangka yang berinisial ISA (37) merupakan koordinator wilayah Aceh jaringan Jemaah Islamiyah. Bahkan dia juga merupakan Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Sumbagut Wilayah Aceh Tamiang dari tahun 2022 hingga sekarang.
Tertangkapnya ISA kini menggenapi jumlah orang-orang terduga teroris di daerah Aceh menjadi sebanyak 15 orang. 13 orang berasal dari jaringan Jemaah Islamiyah dan dan dua orang berasal dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD). (Liputan6.com, 4/8/2022)
Usaha BNPT
Indonesia tidak akan pernah tinggal diam terkait kasus terorisme ini, bahkan menepatkan terorisme sebagai kejahatan luar biasa (Extraodinary Crime). Karena dalam dekade terakhir, terorisme adalah musuh utama yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Salah satu upaya penanggulangan yang dilakukan negara adalah dengan membentuk badan khusus setingkat kementrian bernama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang lahir melalui Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 perihal Badan Penanggulangan Terorisme. Dalam memaksimalkan upaya pencegahan terorisme ini, BNPT melakukan penguatan kerangka regulasi melalui beragam pengesahan dan penerapan di sejumlah aturan perundang-undangan. Dari sinilah, implementasi yang digunakan melahirkan beragam program terobosan untuk mengatasi terorisme agar tidak menjamur di negeri pertiwi ini. Seperti di antaranya mengembangkan Kawasan Terpadu Nusantara (KTN), pendirian Warung NKRI (Wadah Akur Rukun Usaha Nurani Gelorakan NKRI), pembentukan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di 34 provinsi, pembentukan Duta Damai Kontra Radikalisasi serta Mitra Deradikalisasi. (Liputan6.com, 4/8/2022)
Fitnah Terorisme yang Disematkan pada Islam
Makna teroris memang selalu disematkan pada hal yang berkaitan dengan Islam dan ajarannya, aksi teror diidentikkan dengan pengajian, ormas Islam hingga orang-orang yang mengusung ideologi Khilafah. Padahal, ormas Islam yang selama ini berdakwah untuk meluruskan pemikiran umat kini mendapat stigma negatif, dan ini akan berpengaruh ke masyarakat karena akan menciptakan Islamofobia yang akan berefek pada ketakutan kaum muslimin untuk mengikuti pengajian atau memperdalam ilmu agama, bahkan takut untuk bergabung dengan ormas Islam dalam mendakwahkan ke tengah-tengah umat. Padahal dahulu, teroris identik dengan pelaku bom bunuh diri, akan tetapi dari peristiwa banyaknya penangkapan ulama atau anggota-anggota ormas Islam belakangan ini, terbangunlah narasi bahwa orang-orang yang memiliki paham radikalisme dan ekstremisme harus dibasmi karena akan melahirkan bibit-bibit pelaku aksi terorisme.
Narasi inilah yang dibangun BNPT dan Densus 88 untuk menagkap orang-orang yang dipandang memiliki paham “radikal” atau “ekstrem” meski tidak ada aksi teror.
Sangat miris dan ini fitnah luar biasa yang dinobatkan pada Islam. Ormas Islam yang merupakan salah satu tempat lahirnya para ulama yang mengajari tentang kebaikan, malah mendapat kriminalisasi. Ini semakin dimasifkan setelah peristiwa bom WTC pada 11 September 2001. Barat tidak ingin umat muslim bangkit kembali sehingga dilakukannya aksi propaganda untuk memasifkan Islamofobia kepada seluruh elemen masyarakat, sehingga umat Islam pun bahkan takut dengan ajarannya sendiri.
Bagi para penguasa, isu terorisme ini adalah kata kunci untuk mengadang laju dakwah Islam politik, karena ajaran politik yang sesuai syariat Islam dianggap akan menganggu kepentingan mereka di tampuk kekuasaannya. Isu terorisme, radikalisme, ekstermisme dipandang bisa dipakai untuk menutupi kebobrokan penguasa dan sistem kapitalisme yang mereka terapkan saat ini. Padahal Allah Swt menurunkan syariat Islam untuk menjaga manusia dari kerusakan dan memberikan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Terorisme dalam Pandangan Islam
Padahal di dalam Islam, penerapan toleransi antarumat beragama dengan tidak menganggu penganut agama lain untuk beribadah sesuai keyakinan mereka pernah terekam dalam sejarah selama 14 abad lamanya. Sejatinya aksi terorisme ini sangat bertentangan dengan Islam, teror dalam arti menganggu kenyamanan, keamanan, dan keselamatan orang lain jelas tidak pernah diajarkan, karena Rasulullah mencontohkan agar kita bisa berkasih sayang bukan hanya kepada manusia namun kepada hewan dan makhluk hidup lainnya. Bahkan perihal dakwah, cara yang dilakukan oleh Rasulullah adalah dengan cara yang baik, tanpa paksaan dan secara manusiawi, tidak ada bentuk kekerasan bahkan tindakan kriminal untuk memberikan pengajaran Islam.
Allah Swt berfirman yang artinya, “Tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Sungguh telah jelas antara kebenaran dan kesesatan.” ( QS. Al Baqarah :256)
Islam adalah agama rahmatan lil 'alamin, tentu tidak akan membiarkan terorisme terjadi. Tindakan teror, baik secara verbal maupun fisik jelas dinyatakan haram hukumnya, sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja meneror orang Islam demi mendapatkan rida penguasa, maka dia akan diseret pada hari kiamat bersamanya.” (as-Suyuthi, Jami’ al-Masanid wa al-Marasil,VII/44).
Dalam syariat, setiap pelanggaran akan ada sanksi yang diberikan sesuai dengan bentuk dan kadarnya. Jika tindakan teror dilakukan menyebabkan hilangnya nyawa orang banyak, maka menurut mazhab Imam Syafi’i dia wajib dibunuh dan diharuskan membayar diyat kepada seluruh keluarga korban, karena nyawa yang dia renggut lebih dari satu.
Namun, jika tindakan teror yang dilakukan tidak sampai menghilangkan nyawa seseorang, tetapi hanya menimbulkan hilangnya anggota badan maka Islam menetapkan diyat dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunah. Demikian juga jika ada harta yang dirusak ataupun kehormatan wanita yang direnggut, semua ada balasan sanksi yang akan ditetapkan untuknya.
Adapun terorisme yang merusak keamanan negara, maka kebijakan dalam sistem Khilafah akan diambil sesuai hukum syarak. Jika pelaku aksi teroris ini adalah orang yang mengemban dan menyebarkan paham sesat, baik dengan mengatasnamakan Islam maupun tidak, jika dia muslim maka dia harus bertaubat dan diberi waktu selama tiga hari, namun jika dia menolak maka harus dibunuh.
Terhadap pemberontak, baik melakukan aksi perusakan, pembakaran, sabotase, dan menghancurkan pos-pos vital dalam negara atau serangan terhadap kepemilikan individu, umum, dan negara, namun tidak mengangkat senjata, maka mereka harus dihentikan oleh pihak keamanan Khilafah yang berwenang secara adil untuk memberikan hukuman.
Inilah sistem Khilafah yang menolak aksi terorisme, bukan mendukung aksi tersebut dengan tuduhan fitnah yang dilontarkan oleh kaum sekuler. Sejatinya, Islam adalah agama yang damai dan pasti menegakkan kedamaian yang berlaku sesuai tuntunan syariat.[]