Yuan dan Dolar, Alat Isap Kapitalisme

Rasulullah Saw bersabda, “Akan datang suatu masa pada umat manusia, pada masa itu tidak ada yang bermanfaat kecuali dinar(uang emas) dan dirham (uang perak).” (HR. Ahmad)

Oleh. Nurjamilah, S.Pd.I.
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Telah lama dolar Amerika Serikat (AS) menjadi mata uang global sekaligus patokan negara-negara berkembang. Ini membuat rupiah bertekuk lutut di hadapannya, kini nilainya tembus di kisaran Rp15 ribu/dolar. Tetapi semenjak Cina menjadi mitra dagang terbesar Indonesia, wacana untuk mengalihkan standar ukur mata uang rupiah dari dolar kepada yuan semakin mencuat. Namun, kini bukan lagi sekadar wacana karena telah terealisasi di bulan Juli 2021 ini. Apakah ini menjadi sinyal semakin menguatnya dominasi Cina atas Indonesia? Apakah ini berarti Indonesia akan lepas dari jeratan kapitalisme?

Dilansir dari www.tribunnews.com (06/12/2016) bahwa Jokowi menyerukan perpindahan dalam mengukur mata uang rupiah, semula menggunakan dolar AS menjadi yuan renminbi, yaitu mata uang resmi RRC. Sebab, saat ini ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya 10 persen, sedangkan Cina lebih besar yaitu 15 persen, sehingga menempatkannya menjadi mitra dagang terbesar Indonesia.

Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, Donny Hutabarat, menegaskan bahwa kebijakan itu akan benar-benar terealisasi mulai kuartal III/2021 bulan Juli ini dengan menggunakan skema local currency settlement (LCS). Perdagangan bilateral Indonesia-Cina hanya akan menggunakan rupiah dan yuan. (www.tribunnews.com, 26/06/2021)

Apa itu LCS?
Local Currency Settlement (LCS) adalah penyelesaian transaksi bilateral antara dua negara yang dilakukan dalam mata uangnya masing-masing, di mana settlement transaksinya digunakan di dalam yurisdiksi wilayah negara masing-masing. Tujuan LCS adalah mendorong mata uang lokal dalam perdagangan bilateral, sehingga bisa lepas dari ketergantungan terhadap dolar AS. Melalui skema ini, importir Indonesia dapat menggunakan yuan melalui bank operasionalisasi kerangka LCS. Sebaliknya, eksportir Indonesia dapat dibayar menggunakan rupiah, tanpa repot mengonversi pada dollar AS. Bukan hanya dengan Cina, Indonesia juga telah bekerjasama dengan tiga negara lain yaitu Malaysia, Thailand, dan Jepang. (www.katadata.com, 25/06/2021)

Dominasi Kapitalisme Barat

Globalisasi, istilah ini tak asing lagi. Sejak akhir abad ke-20 penjajahan fisik (imperialisme) sekelompok negara pada negara-negara lain berakhir. Berganti jubah dengan neo-imperialisme menggunakan istilah globalisasi. Lebih soft namun tajam mencengkeram. Globalisasi sejatinya adalah strategi sekelompok bangsa dalam menjajah bangsa lain, dengan cara mengeksploitasi dan menancapkan dominasinya hingga bangsa itu tak berkutik. Ini terjadi sejak tahun 1944 pada pertemuan di Bretton Woods, AS yang dihadiri negara-negara sekutu pemenang Perang Dunia II: Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis. Menghasilkan keputusan penting yaitu pemberlakuan mata uang dolar AS sebagai mata uang internasional menggantikan dinar dirham; pembentukan IMF dan World Bank; serta penerbitan GATT (General Agreement on Tariff and Trade). Mulanya, pencetakan mata uang kertas masih ditunjang emas sesuai perjanjian itu. Namun pada 1971, Presiden AS Nixon membatalkannya, sejak itu tak ada negara satu pun yang mem-back up mata uangnya dengan emas. Otomatis dolar yang berlaku dalam perdagangan internasional dan mengatur perekonomian dunia. Ini berarti AS bisa dengan mudahnya menguasai dunia. Inilah tonggak hegemoni kapitalis Barat dalam mencengkeram negeri-negeri Islam di seluruh penjuru dunia. Tak pelak, Indonesia pun ikut terjerat pada jebakan kapitalisme Barat. Secara historis, Indonesia dulu termasuk negara sasaran imperialisme, bahkan lebih dari 3,5 abad lamanya. Melihat potensi sumberdaya alam dan pasar yang menggiurkan, mustahil melepaskan Indonesia dari objek penjajahan.

Kemerdekaan Indonesia di tahun 1945 tak secara otomatis menghentikan penjajahan Barat di negeri zamrud khatulistiwa ini. Pasca kemerdekaan, negara penjajah masih tetap bercokol dengan penjajahan gaya baru, neo-imperialisme. Berhasil menancapkan kuku-kuku kekuasaannya pada bidang ekonomi, politik, militer, dan lain sebagainya. Sehingga Indonesia ada dalam cengkeraman kapitalisme Barat yaitu Amerika Serikat.

Kapitalisme Timur Merangsek Masuk

Rupanya Cina, sebagai representatif dari kapitalisme Timur terbakar api cemburu melihat kemesraan Indonesia dengan Amerika Serikat. Cina pelan-pelan merangsek masuk ke negeri kepulauan terbesar ini. Indonesia memang menjadi primadona, keindahan alamnya yang eksotik dengan limpahan sumber daya alam dan populasi penduduk yang potensial menjadi pangsa pasar membuat semua negara terpesona. Hasrat untuk memiliki Indonesia membuncah.

Hubungan Cina-AS memang kurang harmonis, mereka bersaing ketat dalam dominasi ekonomi dan politik dunia. Menurut Carla Freeman, Direktur John Hopkins School of Advanced Internasional Studies (SAIS), proyek Jalur Sutra Abad 21 dan perang dagang dengan AS mendorong Cina memperkuat aktivitas ekonominya di Asia Tenggara. Bahkan seorang pakar dari Vietnam yaitu Alexander Vuving di Daniel K. Inouye Asia-Paci Center mengatakan bahwa proyek ini bertujuan menemukan pasar baru bagi Cina untuk menanggulangi kelebihan kapasitas produksi, serta melebarkan dominasi Cina melalui konektivitas fisik, finansial, dan personal dengan negara-negara di kawasan. (www.dw.com, 24/12/2019)

Cina termasuk negara yang menguat ekonominya, tidak ingin terus terbelenggu dalam dominasi AS, kemudian mengambil sikap tegas. Di antaranya dengan melakukan dedolarisasi yaitu mengenyahkan dolar atau tidak lagi menggunakan dolar dalam transaksi dagangnya. Yuan menjadi mata uang yang digunakan dalam bertransaksi dengan mitra bisnisnya.

Yuan sebenarnya sudah memasuki Indonesia sejak tahun 2012, yakni ketika Cina memulai mega proyek infrastruktur yang dinamai Belt and Road Initiatives (BRI). Proyek Jalur Sutra Abad 21 ini menjadi tonggak penting menguatnya dominasi Cina atas Indonesia. Hal ini diperkuat dengan kesepakatan penggunaan mata uang Yuan dalam perdagangan dan transaksi investasi Indonesia-Cina.

Kesepakatan ini memberikan implikasi secara ekonomi, politik, juga budaya. Secara ekonomi, kesepakatan ini mengurangi ketergantungan Indonesia pada AS, berarti menghindari ketundukan pada yurisdiksi AS. Sebaliknya, mengamankan ambisi Cina untuk bisa mendominasi perdagangan internasional. Kini Cina menjadi mitra dagang terbesar dan investor utama di Indonesia. Ketika yuan resmi digunakan sebagai mata uang dagang dengan skema LCS, dikhawatirkan impor Indonesia dari Cina akan membludak dan mematikan pasar domestik.
Secara politik, akan berdampak pada menguatnya dominasi Cina atas Indonesia. Segala kebijakan politik yang dibuat akan senantiasa sejalan dengan kepentingan investor Cina. Sulit sekali untuk berdikari, karena ketergantungan yang sangat besar dan signifikan. Ibarat kata, keluar dari mulut singa masuk ke mulut buaya.

Secara budaya, Cina pun menancapkan pengaruh budayanya pada berbagai event. Kita saksikan perayaan hari raya seperti Imlek, dirayakan begitu semarak dengan pernak-pernik khas negeri tirai bambu. Bahkan Cina tak segan mendirikan Institut Konfusius di berbagai daerah di Indonesia.

Setali Tiga Uang

Kita saksikan, baik kapitalisme Barat atau Timur sama-sama menerapkan metode baku neo-imperialisme. Keduanya menyasar negeri-negeri nuslim yang memiliki sumber daya alam yang potensial untuk dieksploitasi. Hal ini dilakukan demi melemahkan kaum muslim dan memperkaya negara mereka. Namun, kebanyakan tidak disadari oleh muslim dikarenakan cara penjajahan yang sangat halus, dengan mengadakan kerjasama, memberikan pinjaman/utang dan bantuan.

Oleh karena itu, untuk lepas dari jeratan kapitalisme diperlukan suatu negara yang mandiri secara ideologi. Tak lagi bermitra apalagi bergantung pada negara kapitalisme. Ideologi yang mampu menghadapinya adalah ideologi Islam yang diemban negeri-negeri muslim. Sehingga sirnalah penjajahan dari muka bumi.

Dinar- Dirham Mata Uang Khilafah

Islam bukan sekadar agama, tapi juga ideologi. Oleh karena itu, Islam tidak cukup diemban oleh individu atau kelompok saja, tapi negara pun harus ikut mengembannya. Hijrahnya Rasulullah Saw ke Madinah menjadi momentum diterapkan ideologi Islam dalam sebuah negara. Dilanjutkan tampuk pemerintahannya oleh para sahabat dan penerusnya dari kalangan kaum muslim dengan sebutan Khilafah. Selama 13 abad lamanya Islam eksis sebagai negara adidaya dunia, selama itu pula Khilafah menjadikan dinar dan dirham sebagai mata uangnya.

Tak dipungkiri dinar dan dirham memang memiliki beberapa keunggulan, di antaranya: pertama, memenuhi unsur keadilan, karena memiliki basis yang riil berupa emas dan perak. Angka yang tertera dengan nilai intrinsiknya sama. Sementara mata uang lain tidak di-back up emas dan perak. Sehingga memunculkan ketidakadilan.

Kedua, stabil dan antiinflasi. Penggunaan uang kertas tanpa back up emas cenderung tidak stabil dan rawan krisis. Sementara dinar dan dirham lebih stabil tersebab setaranya nilai nominal yang tertera dengan nilai intrinsiknya.

Ketiga, memiliki aspek penerimaan yang tinggi pada pertukaran mata uang dan perdagangan internasional. Dinar dirham tidak memerlukan perlindungan nilai karena nilai nominalnya dijamin penuh oleh unsur intrinsiknya. Dalam kondisi ekstrim, uang kertas (fiat money) akan ditolak dunia, sementara emas selalu diterima.

Namun ingat, keunggulan dinar dirham itu akan terasa manfaatnya jika dinar dirham resmi dijadikan sebagai mata uang oleh sebuah negara yang berdaulat. Tanpa itu, emas dan perak hanya akan jadi perhiasan dan koleksi semata.

Rasulullah Saw bersabda, “Akan datang suatu masa pada umat manusia, pada masa itu tidak ada yang bermanfaat kecuali dinar(uang emas) dan dirham (uang perak).” (HR. Ahmad)

“Apabila di akhir zaman, manusia di kalangan mereka itu harus menggunakan dinar-dirham dan dinar-dinar sehingga dengan kedua mata uang itu seorang laki-laki menegakkan agama dan dunianya.” (HR. Thabrani)

Khilafah Melibas Hegemoni Kapitalisme

Keserakahan kapitalisme, baik itu Barat atau Timur, dan siklus krisis moneter yang senantiasa membuntutinya, serta gagalnya sistem ini dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi umat manusia, menjadi bukti tak terbantahkan bahwa Kapitalisme memang tak layak dipertahankan sebagai ideologi negara. Karena sejatinya ideologi ini milik penjajah.

Penyebab utama munculnya siklus krisis moneter yaitu pemberlakuan sistem uang kertas (fiat money) tanpa back up emas. Sehingga wajar jika wacana untuk mengembalikan mata uang menjadi dinar dirham kembali mencuat. Namun kesuksesan dinar-dirham bukan semata karena keunggulannya, tapi karena diadopsi dan dilegalkan oleh suatu negara.

Oleh karena itu, butuh suatu negara yang berani mengambil keputusan besar untuk menjadikan Islam kafah sebagai sistem kehidupan, serta bernyali untuk melawan tirani kapitalisme. Negara itu adalah Khilafah.
Umat Islam wajib mengupayakan tegaknya Khilafah demi terpancarnya cahaya Islam sekaligus memadamkan arogansi kapitalisme. Khilafah akan membebaskan negeri-negeri Islam dari belenggu negara-negara pengusung kapitalisme. Keluar dari mulut singa dan buaya sekaligus.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Tsuwaibah Al-Aslamiyah Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Ayah Sejuta Senyum
Next
Agar Air Mata Pernikahan Berbuah Surga
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram