"Praktik pernikahan anak yang tak sesuai syariat dapat merenggut masa depan generasi. Hal ini dipicu oleh penerapan sistem kapitalis sekuler yang menjadi acuan dalam bernegara."
Oleh : Ira Rahmatia
(Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
NarasiPost.Com-Pernikahan anak semakin marak terjadi selama pandemi. Hal ini memberikan kekhawatiran pada sejumlah elemen masyarakat, baik di Indonesia maupun masyarakat Internasional.
Dilansir dari Liputan6.com, Persatuan Bangsa-Bangsa alias PBB mengecam praktik pernikahan paksa di bawah umur. Kecaman ini muncul setelah kematian seorang remaja perempuan Zimbabwe berusia 14 tahun usai melahirkan. Insiden ini memicu kemarahan warga dan aktivis HAM. Laporan dari statistik resmi menunjukkan bahwa satu dari tiga gadis Zimbabwe dinikahkan sebelum usia 18 tahun.(10/8/2021)
Pemerintah di Zimbabwe kerap menutup mata terhadap praktik perkawinan anak. Negara ini memiliki dua perangkat hukum pernikahan, yakni undang-undang perkawinan dan undang-undang perkawinan adat. Tidak ada dari dua undang-undang itu yang memberikan batasan usia minimum untuk menikah, sedangkan hukum adat memperbolehkan poligami. (Merdeka.com, 8/8/2021)
Praktik pernikahan anak yang tak sesuai syariat dapat merenggut masa depan generasi. Hal ini dipicu oleh penerapan sistem kapitalis sekuler yang menjadi acuan dalam bernegara. Masyarakat pun terkena dampaknya.
Kurangnya pendapatan kepala keluarga mengakibatkan kaum ibu banyak yang harus bekerja diluar rumah, sehingga anak yang ia miliki banyak dititip kepada para pembantu rumah tangga. Tak jarang juga banyak dititip kepada sanak keluarga. Pengasuhan anak yang tidak ideal ini membuat anak merasa tak terjaga. Mereka membutuhkan sosok yang mampu melindungi, akibatnya dengan lingkungan yang serba sekuler ini, mereka banyak mendapatkan penjagaan tersebut dari lawan jenisnya. Sehingga tak jarang banyak yang memilih berpacaran walau usianya masih belum matang. Hal ini berkaitan erat pula oleh pendidikan agama dan akhlak dari keluarga juga di sekolah yang sangat kurang, pun ditambah kurangnya penjagaan akidah dari negara membuatnya semakin tak terkendali.
Tak bisa dimungkiri, anak memiliki kecenderungan mengikuti hal-hal yang baru dan dirasa mengesankan. Framing kebebasan yang beredar di media sosial menjadi sebuah contoh nyata yang mereka rasa perlu ditiru agar eksistensinya di lingkungan semakin dihargai. Mereka tak segan-segan lagi melakukan hubungan di luar pernikahan yang seringkali kebablasan. Akibatnya, pernikahan dini menjadi solusi dari pada menanggung aib sendiri.
Pemerintah Harus Tegas
Konten yang tak mendidik banyak berkeliaran di media sosial menjadi tanggung jawab negara untuk membatasinya. Hal ini harena dapat memicu timbulnya gharizatun nau' atau naluri mencintai dalam jiwa seseorang, termasuk anak-anak. Hal ini menjadi jalan tingginya angka perzinaan. Apabila malu sudah hilang dalam jiwa seseorang, tak ada lagi pembatas dirinya untuk melakukan hal-hal yang tidak selayaknya dilakukan.
Tiada pula hukum yang dapat menimbulkan efek jera membuat remaja masa kini tak takut berpacaran karena merupakan salah satu hak yang dijamin oleh negara sebagai hak asasi manusia. Ya, tidak semua yang berpacaran itu berzina namun sebagian perzinaan dimulai dari berpacaran. Dalam Islam, hukum bagi pelaku zina ialah dicambuk seratus kali serta diasingkan selama setahun lamanya.
Islam Menjamin Kebutuhan
Dalam Islam, pengelolaaan sumber daya alam dikelola langsung oleh negara, sehingga hasilnya bisa mensejahterakan masyarakat, sehingga kaum ibu tak lagi harus bekerja di luar rumah untuk mendapatkan penghasilan. Alhasil, kaum ibu hanya fokus untuk mendidik anaknya sebaik mungkin, meningkatkan pemahaman anak-anak nya dengan Islam kafah.
Selain itu, perlu penjagaan akidah dari negara melalui pembatasan penyiaran film-film yang dapat merusak generasi. Pemerintah akan menutup segala akses masuknya pemahaman asing yang dapat ditiru oleh anak-anak. Alhasil, mereka tak lagi melihat contoh-contoh buruk potret peradaban asing yang begitu bebas dalam berekspresi.
Sistem Islam Solusi Segala Permasalahan
Islam adalah agama yang paripurna, mengikat berbagai aturan sehingga manusia bisa hidup beradab. Terdapat banyak sekali aturan yang jika diterapkan, akan memberi pelindungan dan pemenuhan hak secara maksimal dan hakiki pada generasi, mulai dari hak hidup, hak mendapatkan pengasuhan dan pendidikan terbaik, hak nafkah, hak keamanan, dan lainnya.
Berbeda dengan sistem Kapitalis sekuler saat ini hanya mampu terus merusak dan mustahil untuk menciptakan perbaikan generasi.
Dengan banyaknya aturan dalam Islam, hal ini memungkinkan setiap manusia selalu berada pada porosnya, termasuk anak-anak yang menjaga fitrah kesuciannya hingga dihalalkan menurut syariat Islam.
Dengan hegemoni liberalisme saat ini, para peguasa harusnya berpikir bahwa ada problem sistem yang menghasilkan kualitas generasi yang bobrok, yakni generasi yang matang secara seksual, tapi tidak matang secara mental spiritual.
Sedang dalam Islam, penyiapan generasi yang cerdas dan berakhlak mulia menjadi tujuan para penguasa dan kaum ibu, dengan sistem pendidikan islam yang mumpuni semua itu bisa melahirkan generasi yang unggul. Contohnya, pada masa kekhalifahan, banyak ulama yang dihasilkan karena peradaban dan kekuasaan Islam. Tak hanya mencerdaskan, namun membentuk anak yang bervisi surga, bermanfaat bagi manusia. Sehingga, tidak menjadi masalah ketika seorang anak yang sudah baligh menikah menurut pandangan syara’ karena dalam Islam tidak ada yang disebut “remaja”, melainkan setelah baligh mereka sudah disebut dewasa. Hal ini karena persiapan yang matang sedari anak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Inilah yang membuat umat Islam memiliki SDM unggul, siap diberdayakan untuk membangun peradaban.
Wallahu’alam Bissowab[]