"Sepertinya pemerintah sudah kebal rasa akan penderitaan rakyat akibat pandemi Covid-19 karena justru lebih mesra kepada kepentingan kapitalis."
Oleh. Qisti Pristiwani
(Mahasiswi UMN AW Medan)
NarasiPost.Com-Rencana pemerintah mengadakan produksi laptop dan tablet merah putih yang akan dikembangkan konsorsium indsutri TIK bersama kampus Institut Teknologi Bandung, Institut Teknologi Sepuluh November dan Universitas Gadjah Mada menggelontorkan dana sebanyak Rp17 triliun. (sukabumiuodate.com 23/07/21)
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar pandjaitan, pemerintah berupaya memperkuat kemampuan riset dalam negeri untuk mendorong pembuatan laptop dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang tinggi. (Tribunnews.com 23/07/21)
Rencana ini memang sejalan dengan visi pemerintah yang tengah mempercepat penggunaan produk dalam negeri (PDN) khususnya untuk sektor pendidikan. Salah satunya yaitu penggunaan laptop buatan dalam negeri. Rencana ini diharapkan juga mampu menekan angka impor. Namun, apakah hal ini begitu mendesak untuk direalisasikan? Pasalnya, masyarakat tengah dilanda gelombang Covid-19 yang tak berkesudahan dan membutuhkan bantuan untuk menyambung kehidupan.
Seperti yang kita ketahui, kasus pandemi di Indonesia masih sangat tinggi. Berbagai kebijakan pemerintah dalam upaya menangani pandemi, mulai dari PSBB hingga PPKM level-4 nyatanya belum menunjukkan keberhasilan. Imbas kebijakan tersebut bagi perekonomian masyarakat juga sangat banyak dan wabah masih saja tak terkendali hingga korban terus menerus berjatuhan. Kenapa pemerintah tidak mengalihkan anggaran pengadaan laptop ini untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat secara merata?
Tampak jelas, ini adalah bentuk pengabaian pemerintah terhadap urusan rakyat. Tak heran, setiap kebijakan pemerintah selalu berujung pada kekecewaan. Rakyat dibiarkan memenuhi kebutuhan hidup sendiri meski tengah berperang melawan pandemi. Padahal, pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat adalah kewajiban pemerintah. Namun, tampaknya ini mustahil terjadi jika pemerintahan hari ini masih dalam buaian sistem pemerintahan kapitalisme-demokrasi.
Sistem pemerintahan seperti ini melahirkan sikap pemerintahan yang ‘kebal rasa’ terhadap penderitaan rakyat. Mereka menggunakan eksistensi kekuasaannya hanya untuk membuat kebijakan-kebijakan yang lebih berpihak kepada para kapitalis. Sehingga, arah kebijakan yang dibuat bukanlah mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan rakyat. Tapi memprioritaskan kesejahteraan para penguasa dan pemilik modal.
Oleh karena itu, kebijakan yang ditujukkan untuk kemashlahatan masyarakat begitu diperhitungkan penguasa hari ini. Mereka tak ‘jor-joran’ menggelontorkan dana untuk menanggung kebutuhan hidup rakyat di tengah pandemi. Sebagaimana pengadaan laptop yang notabenennya tak begitu mendesak untuk diimplementasikan saat ini. Bahkan, mereka membuat regulasi yang begitu rumit terhadap pelayanan publik atau saat penerimaan bansos. Begitulah watak asli sistem pemerintahan bentukkan kapitalisme-sekuler yang tak manusiawi.
Hal ini tentu akan berbeda di dalam sistem pemerintahan Islam di bawah naungan Daulah Islamiyyah. Di dalam Islam, kebutuhan pokok masyarakat adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara tanpa terkecuali. Segala kebijakan dan regulasi terkait urusan rakyat adalah tanggung jawab negara. Namun, di kala terjadi pandemi, negara harus menempatkan keselamatan rakyat menjadi prioritas utama. Hal ini dikarenakan nyawa manusia sangatlah berharga di sisi Allah Swt. Bahkan dalam hadis disebutkan bahwa hilangnya nyawa manusia lebih besar perkaranya daripada hilangnya dunia. Oleh karena itu, kebijakan ampuh untuk mengakhiri pandemi seperti lockdown total, ditempuh para khalifah mengikuti metode Rasulullah Saw. Seperti pada masa Khalifah Umar bin al Khattab. Di masa karantina ini, khalifah memastikan negara mampu menjamin kebutuhan rakyat. Sehingga rakyat taat aturan dan tak perlu mencari nafkah ke luar rumah untuk menghidupi keluarga. Dengan demikian, penanganan wabah sangat cepat terkendali.
Dari hal ini tampak bahwa sistem pemerintahan Islam terbukti mampu mencetak para pemimpin yang adil, amanah, jujur dan bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. Khalifah benar-benar menempatkan diri sebagai raa’in (pengurus rakyat) sebab ia meyakini kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya. Tak heran, Daulah Islamiyyah mampu menciptakan kesejahteraan dan kemashlahatan masyarakat hingga 2/3 dunia selama 13 abad lamanya. Tidakkah kita ingin merasakan kesejahteraan hidup seperti ini? Wallahua’lam bisshowab.[]