"Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Rasulullah Saw. berkata, “mereka yang bodoh dalam mengurusi urusan orang umum.”
( HR. al-Hakim )
Oleh. Miladiah al-Qibthiyah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kasus baru penambahan coronavirus di Indonesia masih terbilang tinggi. Merujuk pada data Satgas Covid-19, tambahan kasus baru yang terinfeksi corona di Indonesia sebanyak 30.625. Sehingga, total kasus positif corona hingga Rabu (11/8) menjadi 3.749.446.
Beberapa pihak mengimbau agar masyarakat bekerja secara kolektif dan memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk mematuhi protokol kesehatan. Sebab, satu-satunya cara menekan wabah Covid-19 diawali dengan menekan laju penularan. Sungguh aneh tapi nyata. Satu sisi pemerintah meminta masyarakat bekerja sama dalam menekan angka penyebaran virus Covid-19. Namun, di sisi lain beberapa pihak malah menampilkan sejumlah billboard (baliho)
di beberapa wilayah sebagai awal membuka jalan kampanye politik.
Prosesi pemilihan tak lebih sekadar ritual demokrasi. Bercermin pada pilkada serentak tahun 2020 lalu, dengan memaksakan menggelar kampanye politik di tengah pandemi, justru semakin banyak warga yang mengalami himpitan ekonomi.
Mengamati kasus penularan Covid-19 yang mengalami lonjakan masif di berbagai wilayah, khususnya yang menyelenggarakan kontestasi politik, akankah mengubah nasib rakyat pasca pemilu 2024 atau rakyat justru semakin hilang harapan?
Indonesia dalam Kondisi Darurat
Situasi pandemi Covid-19 di Indonesia telah mencapai level darurat. Kondisi ini seharusnya menjadi pertimbangan pejabat pemerintahan menahan diri untuk tidak melakukan kampanye politik.
Kebijakan pemerintah dan negara seharusnya diprioritaskan pada pengentasan krisis kesehatan dan kemanusiaan. Mengingat anggaran kampanye politik terhitung besar, sebaiknya direalokasikan bagi penanganan krisis kesehatan dan penguatan kemanusiaan.
Terlebih saat ini jumlah pasien Covid-19 di Indonesia juga kian melonjak setiap harinya. Maka, keselamatan masyarakat di masa pandemi ini merupakan yang paling utama.
Sikap Pemerintah Soal Penanganan Pandemi
Pandemi Covid-19 telah memasuki tahun kedua. Hal yang penting dilakukan pemangku kebijakan adalah mengevaluasi secara total terkait penanganan Covid-19 selama ini.
Bila perlu, orang nomor satu di Indonesia turun tangan mengambil alih dan memimpin langsung agar penanganan pandemi lebih maksimal, efektif, dan terarah. Sebab, kebijakan di bawah satu komando yang tegas dan menyeluruh akan memaksimalkan pengendalian wabah. Sebagaimana penanganan wabah yang pernah terjadi beberapa abad yang lalu.
Situasi pandemi Covid-19 yang kian memprihatinkan semestinya menyadarkan para elit politik agar menunjukkan sikap kenegarawan. Tidaklah etis bagi mereka memanfaatkan pandemi coronavirus sebagai komoditas politik kekuasaan pribadi atau kelompok.
Seharusnya sikap pemerintah lebih difokuskan pada pengawasan terkait penggunaan dana penanganan Covid-19. Hal ini lebih menampakkan moral politik dan tanggung jawab yang tinggi dalam penanganan Covid-19.
Fokus pada Keselamatan Publik
Fenomena rumah sakit penuh, masyarakat kesulitan mencari tempat rawat inap, makin banyaknya warga dan tokoh masyarakat yang meninggal dunia hingga para nakes. Ditambah lagi kelangkaan tabung oksigen atau kalaupun ada harganya relatif tinggi, dan masalah lainnya akibat pandemi Covid-19, maka sebaiknya pemerintah menahan diri bernarasi capres-capresan.
Sungguh tak elok saat kondisi masyarakat memprihatinkan, pemerintah justru bermanuver untuk pemilu 2024, seperti memasang billboard di berbagai daerah guna melakukan kampanye politik capres-cawapres. Demi keselamatan publik, pemerintah semestinya menutup akses secara besar-besaran di wilayah zona merah dan hitam untuk memutus penyebaran Covid-19. Memasifkan program vaksinasi serta memastikan sampainya kepada masyarakat secara mudah, juga menjaga kelangsungan hidup masyarakat dengan mencegah terjadinya kerumunan melalui kampanye politik, terlebih di wilayah ekstrem Covid.
Idealnya, kampanye politik tak digelar di situasi pandemi. Sebab, sehebat apa pun rancangan protokol kesehatan, kampanye politik tetap memaksa orang-orang untuk melakukan kerumunan, berkumpul, dan bertemu. Sedangkan Covid-19 mengharuskan jaga jarak dan lebih banyak di rumah demi menekan bahkan menghentikan penyebaran dan penularan virus Covid-19.
Umat Butuh Khilafah
Pemimpin yang baik adalah sosok pemimpin yang mengorientasikan keselamatan dan nyawa manusia di atas kepentingan yang lain. Dia tidak akan menjadikan kekuasaan dan kekuatan politik-ekonomi di atas segala-galanya. Kebutuhan rakyat akan selalu menjadi pertimbangan utama, sebab dia memahani posisinya menjadi sebaik-baik pelayan yang melayani masyarakatnya.
Benarlah hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitab, al-Mustadrak ‘ala as-Sahihain, yaitu “Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Rasulullah Saw. berkata, “mereka yang bodoh dalam mengurusi urusan orang umum.”
Situsi pandemi saat ini semakin membuka topeng penguasa. Persoalan penanganan pandemi tak mampu diselesaikan oleh penguasa ruwaibidhah dalam sistem yang diterapkan saat ini. Hal ini terbukti dari berbagai solusi parsial yang ditawarkan justru semakin menambah angka korban akibat virus corona.
Penguasa yang tidak lihai dalam mengurusi urusan umat telah nyata Rasulullah gambarkan di dalam hadisnya. Sungguh hanya Khilafah yang akan melahirkan sosok pemimpin yang meri'ayah umat dengan ikhlas dan sabar dalam situasi apa pun. Terlebih lagi di situasi pandemi yang ganas lagi mematikan ini.
Tanpa Khilafah, umat akan hilang arah, telantar, mengalami krisis kemanusiaan bahkan dengan mudah kehilangan nyawa. Saatnya kaum muslim di Indonesia membulatkan tekad dan bersungguh-sungguh mengambil peran dalam mendakwahkan Khilafah, agar negeri ini bebas dari segala ujian dan bencana dan agar umat merasakan keamanan dan kenyamanan dalam mengabdi pada Allah di dunia. Wallaahu a'lam bi ash-shawab.[]