"Mahalnya harga politik menyebabkan para politikus tidak segan-segan mencari berbagai celah meraup keuntungan tanpa peduli akan nasib rakyat."
Oleh: Novriyani, M.Pd.
(Praktisi Pendidikan)
NarasiPost.Com-"Politik telah menjadi begitu mahal sehingga butuh banyak uang bahkan untuk dikalahkan. " (Will Rogers)
Ungkapan tersebut menegaskan bahwa dibutuhkan banyak suntikan dana untuk mengalahkan ataupun dikalahkan dalam dunia politik. Terlebih saat kampanye pemilu yang membutuhkan anggaran hingga miliaran rupiah.
Seperti diwartakan oleh kumparannews.com, berbagai billboard tokoh politik bermunculan di daerah Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Billboard ini menjadi perhatian publik, pasalnya di saat masa pandemi seperti ini tokoh politik masih saja sibuk untuk pencitraan politik, padahal yang dibutuhkan rakyat adalah bantuan bukan pencitraan. Selain itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blora menambahkan baliho (billboard) yang terpasang di berbagai titik daerah Kabupaten Blora, tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk kepentingan sosialisasi persiapan Capres 2024. (08/08/2021)
Billboard Ajang Pencitraan
Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, menjelang pemilihan umum (pemilu) di tahun 2024 mendatang, berbagai tokoh politik mulai menampakkan wajah ke tengah-tengah masyarakat. Dengan slogan dan promosi diri, berbagai politikus mengambil garis start lebih dulu untuk memperoleh dukungan.
Pemasangan baliho dan billboard menjelang pilpres 2024 mendatang, dinilai juga sebagai bentuk konvensional para elite politik untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas. Selain itu, hal ini juga dinilai sebagai bentuk serangan darat elite politik untuk menarik simpati masyarakat.
Penampakan baliho ini pun menjadi perhatian publik dan elemen masyarakat. Bagaimana tidak? Di saat masyarakat harus berpikir keras bagaimana bisa makan dan memenuhi kebutuhannya, para elite politik justru memanfaatkan momentum yang ada untuk pencitraan. Sungguh miris, masih dalam suasana pandemi seperti ini, para elite politik justru menari di atas derita rakyat.
Saat ini masyarakat mulai cerdas, sosialisasi yang dilakukan para elite politik hanya sebagai bentuk dari pencitraan. Berbagai janji-janji yang dislogankan selama ini sekadar janji manis tanpa bukti. Jika flashback pemilu di tahun sebelumnya, dapat dirasakan bagaimana janji dan kebijakan yang diterapkan saat ini berbeda dengan saat kampanye dulu. Bahkan permasalahan wabah Covid-19 tak kunjung ada solusi, yang ada hanya sibuk menumbuhkan perekonomian dengan mengorbankan keselamatan rakyatnya.
Sistem Pemerintahan Boneka?
Mengutip pernyataan Mantan Presiden Perancis, Charles de Gaulle, yang mengatakan bahwa politisi tidak percaya atas ucapannya sendiri. Mereka justru terkejut bila rakyat memercayainya.
Hal ini jelas bahwa seorang politisi hanya dijadikan sebagai boneka percobaan penguasa. Mereka hanya dapat bergerak dengan perintah dan settingan penguasanya sendiri, sehingga tampak jelas kebijakan saat ini diterapkan hanya untuk mengikuti perintah dan keinginan tuannya.
Seperti inilah potret sistem pemerintahan demokrasi. Segala sesuatunya hanya dilakukan untuk pencitraan guna mendongkrak popularitas dan simpati masyarakat. Kebijakan yang diterapkan pun pesanan dan settingan dari penguasa. Karena pemerintahan di negeri ini hanya dijadikan penyambung lidah para oligarki yang telah memberikan modal besar kepada negeri ini.
Jika di awal saja tujuan kampanye untuk menarik simpati masyarakat dan upaya untuk eksistensi diri, bagaimana jika sudah memperoleh kursi kekuasaan? Maka yang ada hanya menunjukkan pencitraan diri sebagai bentuk kepedulian dan dianggap bekerja untuk mengayomi rakyatnya. Semua akan berisi kebohongan dan pura-pura. Masa jabatan pemerintahan saat ini pun belum usai, namun kebijakannya banyak menuai raport merah. Pemerintah dinilai gagal dalam menangani pandemi dan memberikan solusi dalam persoalan masyarakat. Terkadang, lebih memprioritaskan hal yang dianggap tidak urgent dan tidak dibutuhkan masyarakat. Sehingga wajar jika banyak masyarakat yang protes dan mengeluhkan kebijakan yang diambil pemerintah.
Obral janji saat kampanye dan menerapkan kebijakan yang tidak tepat saat menduduki kursi kekuasaan, membuat masyarakat lelah dan tidak percaya dengan sistem pemerintahan ini. Masyarakat selalu dibohongi dan dijadikan korban perebutan kekuasaan mereka. Apa yang perlu dipertahankan dengan sistem seperti ini? Akankah dengan terus bersabar dan diam dengan kebijakan yang zalim dapat menjadi solusi? Sampai kapan rakyat menanggung kezaliman pemerintah?
Sudah saatnya masyarakat berpikir dan bertindak untuk mencari solusi dalam segala persoalan yang dihadapi. Tidak cukup hanya mengganti pemimpin setiap lima tahunnya, jika sistem pemerintahan saat ini masih disetir oleh penguasa asing maupun aseng. Perubahan tak hanya pada pemimpinnya saja, sekalipun telah memilih pemimpin yang dianggap amanah, jujur, dan peduli, jika masih dalam sistem demokrasi maka selamanya akan menjadi boneka asing.
Khatimah
Dalam menyelesaikan persoalan, perlu diperhatikan akar dari masalah tersebut. Tidak cukup hanya menyelesaikan persoalan dengan menambal persoalan yang satu sementara yang lain tetap berjalan, maka persoalan itu tak akan pernah usai.
Begitu pun halnya dalam konteks pemerintahan, akar dari masalah dalam setiap persoalan adalah terletak pada sistem pemerintahan yang diadopsi selama ini. Sistem pemerintahan ini mengadopsi sistem demokrasi yaitu sistem yang bersumber dari pemikiran manusia, sehingga segala aturan dan kebijakan yang dibuat pun sesuai standar manusia. Maka, wajar di sistem ini tidak ditemui keadilan dalam menentukan hukum, karena mereka menerapkan hukum atas dasar sesuka hati.
Masalah yang terjadi saat ini disebabkan karena campur tangan manusia dalam menentukan suatu hukum. Penentuan hukum harusnya disandarkan pada aturan syariat Islam. Syariat Islam mampu menyelesaikan setiap persoalan, mulai skala individu hingga negara.
Allah Swt berfirman yang artinya,
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (Al-Maidah:50)
Dari ayat tersebut jelas bahwa manusia wajib kembali kepada hukum syariat Islam, yaitu hukum yang dibuat oleh Sang Pencipta.
Namun, selama manusia enggan mengambil solusi syariat Islam, maka tidak akan ada solusi tuntas bagi setiap permasalahan yang terjadi. Allah Swt berfirman yang artinya,
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha: 124)
Sudah seharusnya menjadikan syariat Islam sebagai standar hukum dan solusi persoalan umat. Hal ini akan terwujud secara totalitas dengan berupaya sungguh-sungguh memperjuangkan Islam sebagai aturan kehidupan dan menegakkannya dalam suatu institusi negara Khilafah Islamiyah.
Wallahu'alam[]