Maraknya Konflik di Tengah Wabah, Siapa Tanggung Jawab?

Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll.)

Oleh. Deny Setyoko Wati, SH

NarasiPost.Com-Pandemi yang tak kunjung mereda, ternyata juga memberi dampak pada psikososial masyarakat. Hal ini tampak pada maraknya kasus kekerasan dan konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kekerasan dan konflik tersebut menimpa antaranggota masyarakat, antara masyarakat dan tenaga kesehatan (nakes) serta petugas pemakaman.

Sebagaimana yang dilansir oleh kompas.com (24/07/2021) aksi kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sianipar Bulu Silape, Silaen, Sumatera Utara terhadap seorang penderita Covid-19. Warga menganiaya penderita tersebut lantaran tidak berkenan, jika penderita melakukan isolasi mandiri di rumahnya. Awalnya, warga dan aparat desa meminta kepada penderita tersebut untuk isolasi mandiri di sebuah gubuk di hutan. Penderita pun menuruti keinginan warga dan aparat desa tersebut. Namun, karena merasa tidak betah dan merasa depresi, si penderita akhirnya pulang dan ingin melanjutkan isolasi mandiri di rumah. Warga yang mengetahui hal itu merasa geram kemudian terjadilah aksi penganiayaan tersebut. Aksi serupa juga dilakukan oleh masyarakat dari Desa Jatian, Pakusari, Jember terhadap tim pemakaman jenazah Covid-19. Masyarakat desa tersebut melakukan  penganiayaan, pemukulan, pelemparan batu dan berusaha membanting tim relawan serta ingin merebut peti jenazah Covid-19. (Kompas.com,24/07/2021).

Demikianlah segelintir peristiwa miris yang terekspos media mewarnai kehidupan di tengah wabah hari ini. Kehidupan di masa pandemi yang semestinya menjadikan antarmasyarakat saling berempati, tolong menolong dan bahu membahu, namun sayangnya belum sepenuhnya tercapai. Hal ini menunjukkan masih minimnya pemahaman masyarakat tentang Covid-19. Ditambah lagi masyarakat mengalami tekanan ekonomi sehingga menyebabkan merebaknya stress, mudah tersulut emosi, sikap egois dan saling curiga muncul di kalangan masyarakat. Alhasil, terjadilah peristiwa-peristiwa naas nan menyesakkan dada sebagaimana yang diberitakan di atas.

Selain itu, para nakes, pejuang garda terdepan dalam menghadapi pandemi ini pun juga turut menjadi sasaran fitnah dan kekerasan oleh masyarakat. Padahal dari para nakes pun banyak juga yang menjadi korban Covid-19 ini. Mereka bertaruh nyawa menghadapi Covid-19, sementara rakyat yang lain sibuk memfitnah dan tidak menjalankan prokes bahkan masih sibuk berkoar-koar bahwa adanya Covid-19 adalah konspirasi.

Menyoal kejadian ini memang tak elok juga jika sepenuhnya menyalahkan masyarakat. Sebab sejatinya ada sosok yang lebih bertanggung jawab atas segala hal yang dilakukan dan menimpa masyarakat, yakni penguasa. Dalam hal ini, tampak terdapat kelalaian dari penguasa untuk mengurusi segala hal yang berkaitan dengan rakyat. Terlebih di masa pandemi, sejak awal rakyat membutuhkan peran penguasa untuk menjelaskan dan memahamkan kepada mereka terkait berbagai hal seputar pandemi. Penguasalah yang memiliki perangkat yang efektif dan wewenang untuk mengedukasi masyarakat.

Namun sayangnya, pandemi sudah 1,5 tahun tidak terdapat juga arahan, edukasi maupun kebijakan yang tepat dari sang pemangku kekuasaan. Realitasnya justru kita dapati kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih condong kepada penyelamatan ekonomi dan mengabaikan nyawa rakyat. Sebenarnya inilah akibat dari diterapkannya kepemimpinan dalam sistem sekularisme-kapitalisme. Suatu sistem yang asasnya manfaat dan minus dimensi ruhiyah. Akibatnya pemimpin yang berkuasa dalam sistem ini menjadikannya berfokus pada materi dan tak peduli pada nasib rakyat. Kepedulian terhadap rakyat hanya ada pada saat pemilu tersebab butuh suara rakyat.

Kondisi tersebut akan berbeda jika menjadikan Islam sebagai asas kepemimpinan. Dalam sistem kepemimpinan Islam, seorang penguasa adalah pengurus (ra'in) dan penjaga (junnah) bagi rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasululullah Saw, "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyatnya) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)

Dan sabda beliau, "Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll.)

Oleh karena itu, penguasa dalam Islam yakni Khalifah akan menjalankan perannya dengan penuh tanggung jawab. Khalifah pun akan menjamin kesejahteraan dan kebutuhan rakyat. Khalifah juga akan memberi edukasi terhadap rakyat. Sehingga rakyat dapat terhindar dari informasi hoaks dan perilaku rakyat pun dapat terkontrol dan terjaga. Lebih dari itu, negara juga akan menyuasanakan masyarakat selalu dalam ketakwaan saat menjalankan aktivitasnya. Sehingga terciptalah hubungan antarmasyarakat yang baik dan harmonis. Tentu saja, kondisi ini dapat terwujud jika diterapkannya syariat Islam di seluruh aspek kehidupan.

Sebagaimana sejarah membuktikan ketika umat terdahulu juga mengalami ujian wabah tha'un. Saat itu di bawah kepemimpinan Islam, Khalifah Umar bin Khatab radiyalallahu 'anhu mengambil kebijakan karantina wilayah. Saat karantina pun negara yang menjamin semua kebutuhan rakyat. Selain itu, khalifah juga mengedukasi rakyatnya agar tidak mendatangi wilayah yang sudah terkena wabah. Pun demikian juga penduduk yang di wilayahnya sudah terkena wabah tidak diperbolehkan keluar dari daerahnya. Alhasil saat itu wabah dapat diatasi dan rakyat pun dapat menjalankan kehidupan secara normal kembali. Begitulah Islam mengatur dan memberi paradigma yang benar tentang tanggung jawab pemimpin. Wallahu a'lam bishshowwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Deny Setyoko Wati, S.H. <span id="span-10-26145" class="ct-span oxy-stock-content-styles post-content"><strong>Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Sosial Masyarakat</strong></span>
Previous
Konsumerisme dan Bergaya Sosialita, Bolehkah?
Next
Tidak Perlu Kurikulum Industri
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram