Sistem politik demokrasi menampakkan kecurangan melalui kamuflase hasil pemilu yang seolah-olah mencerminkan suara rakyat, padahal suara pemilik modal.
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sistem politik ideal selalu menjadi topik yang menarik dan relevan dalam diskusi politik global. Selama ini, gagasan tentang sistem politik yang ideal sering kali dikaitkan dengan pelaksanaan sistem demokrasi pada suatu negara. Seperti tidak ada pilihan lain selain dari barometer demokrasi, padahal demokrasi bukanlah satu-satunya pilihan. Secara fakta, demokrasi sedang berada di ujung kehancurannya.
Jika belajar dari perjalanan sejarah negeri ini, tidak ada kata final bagi sebuah sistem politik, apalagi selama ini belum ditemukan sistem politik yang ideal. Sejak kemerdekaan Republik Indonesia 1945, negeri ini telah mencoba berbagai sistem politik, mulai dari demokrasi terpimpin yang semisosialis hingga saat ini demokrasi semikapitalisme, bahkan mengarah kepada kapitalisme global.
Sekalipun punya keunikan tersendiri sebagai negara yang berasaskan Pancasila, tetapi secara fakta tidak bisa dilepaskan dari dua sistem ideologi yang ada, yaitu sosialisme dan kapitalisme. Sedangkan mayoritas penduduk di negeri ini adalah muslim yang memiliki akar sejarah yang kental dengan Kekhilafahan Islam.
Sepertinya, ada upaya pengaburan dan penguburan sejarah Islam di bumi Nusantara ini. Ada proses pengikisan budaya Islam dengan nilai-nilai sekularisme yang dibawa oleh penjajah. Sekalipun penjajahan secara fisik sudah hengkang dari negeri ini, sistem hukum dan politik yang ada masih menerapkan warisan sistem hukum dan politik penjajah yang sekuler.
Sistem Politik Demokrasi Utopis
Sistem demokrasi dengan ideologi kapitalisme begitu menggurita menjajah negeri ini. Melalui sekelompok masyarakat kecil (oligarki) , mereka berada di balik sosok pemimpinnya yang populis, tetapi otoriter. Banyak sekali aturan atau undang-undang dibuat sesuai pesanan para pemilik modal yang menanamkan saham politiknya pada kekuasaan yang "dibelinya" dari rakyat melalui pesta demokrasi yang digelar setiap lima tahun.
Adanya kekuasaan yang dikuasai oligarki inilah yang menjadi sorotan publik, termasuk Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Arif Satria. Menurutnya, sistem politik di negeri ini secara keseluruhan makin tidak inklusif dan harus ada evaluasi total untuk memperbaikinya. "Sistem politik Indonesia perlu dievaluasi total agar tak jadi monopoli pihak yang punya modal besar," ungkapnya seperti dilansir CNNIndonesia.com (6/7/2024).
Secara terang benderang demokrasi sebenarnya telah menampakkan kecurangan melalui kamuflase hasil pemilu yang seolah-olah mencerminkan suara rakyat, padahal suara pemilik modal. Tidak mengherankan jika sistem demokrasi hanya melahirkan pemimpin yang populis, tetapi cenderung otoriter oligarki.
Ada yang beranggapan bahwa sistem politik yang ideal harus berlandaskan pada demokrasi yang representatif dan partisipatif. Ini berarti warga negara tidak hanya memiliki hak untuk memilih wakilnya, tetapi juga dapat terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan politik.
Selain itu, keadilan sosial dan ekonomi harus menjadi prinsip utama. Setiap individu harus memiliki kesempatan yang sama untuk sukses tanpa diskriminasi. Pemerintah perlu memastikan akses yang adil terhadap pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Sistem perpajakan yang progresif dan program kesejahteraan yang efektif dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial.
Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah. Semua proses politik dan administrasi harus terbuka untuk pengawasan publik. Mekanisme audit dan investigasi independen perlu diterapkan untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Begitu pun dengan sistem hukum yang adil dan tidak memihak adalah fondasi dari sistem politik yang ideal. Hukum harus diterapkan secara konsisten tanpa pandang bulu. Sistem peradilan yang independen dan bebas dari campur tangan politik sangat penting untuk menjamin keadilan.
Senjata andalan demokrasi tidak lain adalah perlindungan hak asasi manusia (HAM). Kebebasan berbicara, beragama, dan berkumpul harus dijamin. Pemerintah harus bertanggung jawab untuk melindungi hak-hak ini dan memastikan tidak ada individu atau kelompok yang mengalami diskriminasi atau penindasan.
Hanya saja, semua itu bualan demokrasi semata, tong kosong yang nyaring bunyinya. Pada faktanya, demokrasi hanyalah sistem politik yang utopis karena hanya berupa janji manis kaum kapitalis. Kebebasan yang selama ini gencar didengungkan hanya berlaku untuk mereka yang memiliki akses kekuasaan dengan merobohkan segala aturan yang sekiranya menghambat masuknya investasi asing atau swasta. Kekuasaan yang sejatinya berada di tangan rakyat beralih kepada para pemilik modal dengan kedaulatan berada di tangan manusia yang ambisius dan rakus terhadap harta dan takhta.
Sistem Politik Islam Ideal
Oleh karena itu, perlu dibuka ruang diskusi tentang solusi sistem politik Islam yang ideal. Rakyat sudah jenuh dengan jargon politik demokrasi yang mengatasnamakan kekuasaan di tangan rakyat , padahal buktinya di tangan oligarki. Gagasan untuk menggabungkan kedaulatan hukum syariat Islam dengan kekuasaan rakyat melalui sistem kesatuan negeri dalam satu kepemimpinan umat menjadi salah satu alternatif yang menarik untuk dieksplorasi.
Sebabnya, syariat Islam mencakup aturan dan hukum yang didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunah. Implementasi syariat sebagai dasar hukum bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
https://narasipost.com/opini/10/2022/pemimpin-amanah-harapan-umat/
Syariat Islam mengatur berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, dan politik, untuk memastikan perilaku yang beretika dan sesuai dengan ajaran agama. Hal ini sangat memengaruhi pembentukan masyarakat yang berakhlak dan bermoral tinggi.
Kekuasaan berada di tangan rakyat. Dalam pandangan syariat Islam, kekuasaan harus dibedakan dengan kedaulatan (penetapan hukum) yang harus merujuk pada dalil hukum syarak yang bersumber pada Al-Qur'an dan Sunah.
Khatimah
Atas dasar ini, sistem demokrasi tidak memiliki dasar sama sekali dalam sistem pemerintahan Islam. Mewujudkan sistem politik yang menggabungkan kedaulatan hukum syariat dengan kekuasaan rakyat hanya dapat terwujud bila sistem Islam diterapkan secara kaffah. Inilah solusi sistem ideal yang akan membuka pintu keberkahan dari Allah Swt.
"Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi." (TQS. Al-A’raf: 96).
Wallahu'alam bishawab. []
Betul. Kita sudah jenuh dan muak dengan janji-janji kosong setiap pemilu. Rakyat dikejar-kejar hingga sampai ke pelosok demi suaranya saja. Habis manis sepah dibuang, itulah nasih rakyat setiap pemilu.