Sesungguhnya akar permasalahannya bukanlah sistem zonasi, melainkan sistem pendidikan kapitalis yang berorientasi pada materi. Sehingga setiap kebijakan pemerintah hanya memikirkan materi.
Oleh. Puput Ariantika, S.T.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Tahun ajaran baru akan segera dimulai. Semua sekolah disibukkan dengan aktivitas penerimaan peserta didik baru atau dikenal dengan PPDB. Terkait proses dan mekanismenya Kemendikbudristek telah menetapkan empat jalur upaya pemerataan pendidikan. Di antara jalur itu adalah jalur prestasi, afirmasi, zonasi, dan pindah orang tua. Adapun kebijakan jalur ini dibuat sebagai upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan terbaik dan berkualitas. (Tempo.co.id, 25 Juni 2024)
Tahap awal dari PPDB dilakukan dengan sistem zonasi. Di mana jarak rumah dan sekolah dihitung. Penghitungan jarak dilakukan dengan menarik garis lurus bukan berbelok-belok mengikuti rute jalan. Namun, pada tahapan pertama ini terdapat banyak masalah. Di mana 31 siswa SMA telah dibatalkan kelulusan oleh dinas pendidikan Jawa barat karena memanipulasi data Domisili. Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin mengatakan hal ini adalah bentuk keseriusan negara dalam memberantas kecurangan PPDB. (detikNews, 24 Juni 2024)
Kisruh PPDB dengan sistem zonasi terus terjadi. Sebagaimana telah dilakukan aksi solidaritas oleh sekelompok wali murid di depan sekolah SMA 4 Depok karena anak mereka tidak diterima di sekolah itu padahal jarak rumah mereka dan sekolah hanya 794 meter. Pihak sekolah mengonfirmasi bahwa pendaftar di sekolah mereka empat kali lipat dari jumlah yang diterima. Sehingga mereka benar-benar harus menghitung dengan detail untuk meloloskan siswa tersebut. (Kompas.com, 25 Juni 2024)
Tak hanya itu, aksi juga terjadi di depan kantor DPRD Jawa Barat. Sejumlah ibu-ibu yang tergabung dalam forum masyarakat peduli pendidikan melakukan aksi protes menuntut agar pemerintah menambah jumlah sekolah SMA dan SMK. Aksi ini juga dinilai sebagai bentuk protes karena banyaknya indikasi kecurangan pada saat PPDB berlangsung seperti siswa titipan, jual beli bangku, dan lainnya. (Ayobandung.com, 24 Juni 2024)
Masalah PPDB ini bukanlah hal baru. Masalah ini senantiasa berulang di setiap tahun ajaran baru. Membludaknya siswa yang mendaftar pada satu sekolah tertentu tidak berlepas dari kualitas pendidikan yang ada saat ini. Karena setiap orang tua ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah yang terbaik dengan biaya terjangkau. Sehingga dengan berbagai cara manipulasi dan kecurangan pun dilakukan.
Perlu kita pahami bersama bahwa sistem zonasi bukanlah sistem yang buruk yang dibuat oleh pemerintah saat ini. Sistem ini dibuat untuk pemerataan dan ketersediaan pendidikan yang berkualitas dan mempermudah siswa dan guru dalam mengakses sekolah. Pemerintah juga mengadopsi sistem ini dari negara yang maju di bidang pendidikan yaitu Finlandia dan Australia. Kedua negara ini sudah berhasil menerapkan sistem pendidikan berbasis zonasi. Sehingga sangat patut dicontoh demi kebaikan sistem pendidikan di Indonesia.
Namun, ada yang salah dalam mencontoh penerapan zonasi negara Finlandia dan Australia. Kedua negara maju ini sudah menyamaratakan fasilitas di setiap sekolah. Sistem zonasi bisa diterapkan di Indonesia ketika semua sekolah sudah mempunyai fasilitas dan kualitas yang baik. Tidak seperti saat ini, ada sekolah dengan fasilitas terbaik dan sebagian sekolah lainnya dengan fasilitas yang kurang memadai. Harusnya pemerintah ketika mengadopsi sistem pendidikan dari negara lain memperhatikan segala aspek.
Mirisnya lagi sistem ini tetap dipertahankan sehingga terus berulang di setiap tahunnya. Walaupun sudah terjadi banyak pelanggaran dan kecurangan baik dari sisi orang tua maupun oknum. Bahkan sistem zonasi ini juga sudah dilaporkan oleh sejumlah pemerintah daerah agar dievaluasi oleh pemerintah pusat pada tahun 2023.
Sesungguhnya akar permasalahannya bukanlah sistem zonasi, melainkan sistem pendidikan kapitalis. Pendidikan kapitalisme hanya berorientasi pada materi. Sehingga setiap kebijakan pemerintah hanya memikirkan materi. Perlu kita sadari bersama ketika sekolah negeri punya kapasitas terbatas yang tidak bisa menampung semua siswa maka siswa yang tidak lulus PPDB mau tidak mau harus bersekolah di swasta. Nah, sekolah swasta adalah sekolah yang didirikan oleh pemilik modal.
Berbeda dengan Islam, Islam menetapkan pendidikan adalah layanan publik yang harus diberikan oleh negara pada setiap individu rakyat. Negara wajib menyediakan fasilitas dan meningkatkan kualitas pendidikan melalui sekolah. Sebagaimana mekanisme itu yang sudah ditetapkan oleh syariat. Pemerataan pendidikan yang berkualitas menjadi satu hal yang akan diwujudkan oleh negara.
Sebagaimana telah lahirnya tokoh Islam yang mampu membawa kebaikan dunia dan akhirat pada masa kekhalifahan Abbasiyah. Pendidikan Islam telah mencetak para ilmuwan yang membawa perubahan besar dunia sampai saat ini. Seperti Ibnu Sina terkenal dengan ilmu kedokterannya, Musa Al Khawarizmi terkenal dengan ilmu Matematika, Jabir bin Hayyan terkenal dengan ilmu Kimianya dan banyak lagi. Jadi pendidikan berkualitas dengan fasilitas layaklah yang dibutuhkan umat ini untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan mulia. Wallahu'alam.