Banyak guru honorer bekerja tanpa kepastian status kepegawaian yang jelas. Hal ini berimbas pada ketidakpastian karier dan kesejahteraan mereka.
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Laporan mengejutkan datang dari puluhan para guru honorer yang diberhentikan secara sepihak. Bahkan, menurut Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru atau P2G Iman Zanatul Haeri, jumlahnya terus bertambah mencapai angka 207 pelapor. (Tempo.co, 20-7-2024)
Menurut Zanatul, persoalan ini mengindikasikan adanya kebijakan cleansing guru honorer. Pasalnya, banyak guru yang melapor ke P2G karena diberhentikan secara sepihak melalui pesan berantai yang dikirim oleh masing-masing kepala sekolah pada 5 Juli 2024.
Penggunaan istilah cleansing, lanjutnya, sering diidentikkan dengan genosida pada kasus kriminalitas. Sepertinya, hal ini untuk menekankan betapa horornya nasib guru honorer yang diberhentikan secara sepihak.
Keberadaan guru honorer sendiri sebenarnya memegang peranan penting dalam sistem pendidikan nasional. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang sering kali bekerja keras di tengah keterbatasan. Namun, status dan kesejahteraan mereka masih menjadi isu krusial yang memerlukan perhatian serius.
Persoalan Guru Honorer
Banyak guru honorer bekerja tanpa kepastian status kepegawaian yang jelas. Mereka sering kali tidak memiliki surat keputusan (SK) pengangkatan yang sah, yang berimbas pada ketidakpastian karier dan kesejahteraan mereka.
Rendahnya gaji yang mereka terima umumnya jauh di bawah standar kebutuhan hidup layak. Banyak dari mereka menerima upah yang sangat rendah, bahkan di bawah upah minimum kota atau kabupaten (UMK).
Walaupun gaji rendah, beban kerja guru honorer ternyata sama beratnya dengan guru ASN. Mereka juga harus memenuhi tanggung jawab mengajar yang sama, bahkan terkadang lebih berat karena kekurangan tenaga pengajar di beberapa daerah.
Sementara itu, persoalannya makin bertambah karena banyak pula guru honorer yang kesulitan mengakses program pengembangan profesional dan pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dana dan kesempatan yang tersedia.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah harusnya segera mengambil beberapa solusi, di antaranya bisa dengan meningkatkan status kepegawaian. Pemerintah harus memperjelas status kepegawaian mereka dengan memberikan SK pengangkatan yang sah dan membuka peluang pengangkatan menjadi ASN atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Selain itu, perlu adanya kenaikan gaji dan tunjangan bagi mereka. Pemerintah daerah dan pusat harus bekerja sama untuk menaikkan gaji guru honorer hingga mencapai standar hidup layak. Tunjangan dan insentif tambahan juga harus segera diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Pun dalam pengurangan beban kerja, harus ada pembagian beban kerja yang adil antara guru honorer dan guru ASN. Selain itu, penambahan tenaga pengajar di daerah-daerah yang kekurangan guru harus segera dilakukan agar tidak terjadi penambahan jam ajar bagi guru honorer.
Untuk memenuhi standar kualitas guru honorer yang diharapkan, pemerintah perlu menyediakan lebih banyak program pelatihan dan pengembangan profesional yang terjangkau bagi guru honorer. Tentunya, hal tersebut dapat dilakukan melalui kerja sama antarlembaga pendidikan dan pelatihan.
Pemerintah tidak boleh menzalimi rakyatnya, dalam hal ini para guru honorer yang seolah diperas keringatnya dengan upah yang sangat minim, bahkan seolah habis manis sepah dibuang dengan cara diberhentikan secara sepihak.
Sebaliknya, para guru honorer yang berkinerja baik dan menunjukkan dedikasi tinggi harus diberikan pengakuan dan peluang untuk dipertahankan atau bahkan diangkat menjadi pegawai tetap.
Bagi guru honorer yang kinerjanya dianggap kurang memadai, pemerintah sebaiknya menawarkan program pelatihan ulang dan pendampingan. Ini akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk meningkatkan keterampilan dan memenuhi standar yang diharapkan.
Pemerintah harus menyediakan solusi alternatif bagi guru honorer yang terpaksa diberhentikan, seperti bantuan dalam mencari pekerjaan lain atau program kewirausahaan. Ini untuk memastikan mereka tidak langsung kehilangan sumber penghasilan.
Dalam hal ini, sebelum mengambil keputusan, pemerintah harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari pembersihan ini terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Pengurangan jumlah guru honorer harus seimbang dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan dan tidak boleh menyebabkan kekurangan tenaga pengajar di sekolah-sekolah.
Sebagai solusi jangka panjang, guru honorer yang berkinerja baik bisa diupayakan untuk diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) atau menjadi aparatur sipil negara (ASN). Ini tidak hanya memberikan kepastian kerja, tetapi juga meningkatkan motivasi dan kinerja mereka.
Butuh Solusi Islam
Sistem Islam memiliki berbagai prinsip dan mekanisme yang dapat digunakan untuk menjamin kesejahteraan guru. Harus diingat bahwa guru sebagaimana ulama merupakan penyampai ilmu yang sangat mulia.
Syariat Islam, sangat menghargai ilmu dan guru sebagai penyebar ilmu. Mereka akan ditempatkan pada posisi yang sangat tinggi, sebagaimana kalam Allah Swt. di dalam Al-Qur'an surah Al-Mujadilah: 11, bahwa Allah Swt. meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dalam hal ini, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
https://narasipost.com/opini/06/2022/sistem-kapitalisme-mencengkeram-guru-honorer/
Adapun berkaitan dengan besarnya upah bagi seorang guru, tercatat dalam sejarah Kekhalifahan Islam, bahwa Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Andai dihitung pada masa sekarang, gaji guru bisa mencapai empat puluh juta rupiah tiap bulannya. Tentunya, gaji tersebut tanpa lagi melihat status guru tersebut sebagai ASN atau pun honorer.
Gaji yang besar tersebut akan diberikan tepat waktu karena sesuai hadis Nabi Muhammad saw., "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering." (HR. Ibn Majah). Ini menekankan bahwa guru harus menerima gaji yang layak dan tepat waktu.
Dengan demikian, secara keseluruhan dalam sistem Islam, pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya, termasuk guru. Pemerintah harus memastikan bahwa guru mendapatkan gaji yang layak, kondisi kerja yang baik, dan akses ke fasilitas kesehatan serta perlindungan sosial. Tidak akan ada lagi nasib guru honorer yang terkesan horor karena kejamnya sistem kapitalisme saat ini.
Wallahu'alam bish Shawwab. []
Nasib guru di sistem kapitalis sangatlah pilu.
Guru adalah pejuang ilmu yang mendidik generasi. Kesejahteraan guru hanya akan terjamin dalam sistem pemerintahan yang menerapkan Islam secara sempurna.