Adiksi Judol Mengancam Generasi!

Adiksi Judol

Adiksi judol akhirnya menjadi jalan pintas bagi generasi muda yang ingin cepat dapat uang.

Oleh. Maryani, S.Pd.
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Dakwah Kampus Bangka Belitung)

NarasiPost.Com-Belum selesai perang melawan narkoba, kini generasi muda diserang oleh fenomena judi online (judol). Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), nilai transaksi judol di Indonesia sangat fantastis mencapai lebih dari Rp600 triliun (CNN Indonesia, 14-06-2024). Mirisnya, pelaku judol dari kalangan generasi muda terbilang tinggi.

Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Judi Daring, Hadi Tjahjanto, mengungkapkan bahwa jumlah pelaku judol di Indonesia mencapai 2,37 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 80 ribu pelaku judol berusia di bawah 10 tahun. Sebanyak 440 ribu pelaku judol berusia 11-20 tahun. Dan 520 ribu pelaku judol berusia 21-30 tahun (Serambi News, 21-06-2024).

Adiksi Judol Membahayakan Mental

Judol tak kalah membahayakan dari narkoba. Judol menyebabkan gangguan mental yang disebut Gambling Disorder. Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional (PJKN) RS Marzoeki Mahdi, Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ., menyebut bahwa orang yang kecanduan judi online termasuk dalam klasifikasi gangguan mental. Ia juga mengungkapkan bahwa terdapat banyak kesamaan antara gangguan perjudian dan gangguan akibat penggunaan zat, bahkan keduanya dimasukkan ke dalam kategori yang sama.

Menurut ICD WHO, gangguan perjudian biasanya terjadi sama dengan gangguan akibat penggunaan zat seperti gangguan suasana hati (mood disorder), gangguan kecemasan (anxiety) dan gangguan kepribadian (personality disorder) (Info Publik, 11-07 2024).

Sebagaimana narkoba, judol juga bersifat adiksi. Individu dengan gambling disorder akan tertarik untuk mencoba peruntungan berkali-kali dan sulit mengendalikan bahkan menghentikan perilaku bermain judi. Menurut artikel ilmiah University of California, Los Angeles (UCLA) yang berjudul "Gambling Addiction Can Cause Psychological Health Challenges," Dr. Timothy W Fong, mengungkapkan bahwa judi mengaktifkan sistem penghargaan otak (dorongan atau keinginan untuk mendapatkan sesuatu) yang ditenagai dopamin. Ia juga mengungkapkan bahwa judi juga memiliki kaitan dengan perilaku distorsi kognitif, yaitu kondisi membuat kesimpulan tanpa memiliki bukti yang mendukung (RRI, 20-06-2024).

Kerusakan Berbagai Level

Perilaku judi termasuk judol merupakan ancaman bagi kesehatan mental dan kognitif generasi muda. Bisa dibayangkan bagaimana masa depan bangsa jika ratusan ribu generasi mudanya memiliki problem mental bahkan tidak mampu mengambil kesimpulan apalagi mengambil keputusan yang benar. Jangankan berpikir untuk menyelesaikan permasalahan bangsa, bahkan mengendalikan diri untuk menghentikan perilaku judi pun tidak mampu.

Daya rusak judi tidak hanya pada level individu. Pada level masyarakat, adiksi judi menyebabkan kerusakan ekonomi, sosial, dan peningkatan tindak kriminal di masyarakat. Karena adiksi judi, pelaku akan berusaha untuk mendapatkan modal judi dari mana pun dengan cara apa pun, tanpa memandang cara halal-haram, legal maupun ilegal. Akibatnya, tindak pencurian dan sebagainya kerap kali dilakukan.

https://narasipost.com/surat-pembaca/06/2024/judi-online-makin-merajalela-islam-solusi-tuntasnya/

Kasus perceraian dan KDRT pun meningkat. Ketua Panitera PA Bojonegoro, Sholikin Jamik, menyatakan bahwa kasus perceraian jumlahnya signifikan tembus sampai 1.121 perkara yang diajukan. Mayoritas mereka yang bercerai dampak judol berusia antara 20—30 tahun dan telah menikah selama 7—8 tahun. Sebagian besar baru memiliki satu anak dan belum memiliki rumah. (Viva, 20-5-2024). Sungguh amat besar kerusakan yang disebabkan oleh judol ini.

Orientasi Hidup Materialistis

Orientasi hidup materialistis adalah penyebab individu melakukan judi. Materialistis lahir dari ideologi kapitalisme sekularisme. Materialistis menjadikan capaian materi sebagai tujuan, sumber kebahagiaan, dan standar kesuksesan hidup. Materialistis memunculkan sifat tamak dan cinta dunia, sifat inilah yang mendorong individu ingin mendapatkan keuntungan besar dengan cara mudah. Sebagai generasi yang inginnya serba instan, judol akhirnya menjadi jalan pintas bagi generasi muda yang ingin cepat dapat uang. Di satu sisi, budaya flexing terus memanas-manasi generasi muda untuk mendapatkan apa yang orang lain miliki.

Penerapan sistem ekonomi kapitalistik menyebabkan kekayaan hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Ketimpangan ekonomi tampak nyata di masyarakat. Monopoli sumber daya dikuasai kapitalis, menyebabkan lapangan kerja yang minim dan upah yang rendah tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup. Jalan pintas yang instan tanpa berpikir panjang menyebabkan orang menjadi pelaku judol di tengah kesempitan rakyat mengakses ekonomi. Beginilah sistem hidup yang menaungi generasi muda saat ini. Generasi muda ditanamkan sifat tamak dan cinta dunia dalam kondisi kesempitan ekonomi dan budaya flexing.

Generasi Muda dan Dakwah Islam

Hal ini berbeda dengan sistem hidup dalam Islam. Secara tegas Islam mengharamkan perjudian. Keharamannya bukan sekadar karena mendatangkan dampak buruk bagi para pelakunya. Allah Swt. bahkan menyejajarkan judi dan miras dengan penyembahan berhala, lalu menggolongkannya sebagai perbuatan setan.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”  (TQS Al-Maidah: 90).

Oleh karena itu, generasi muda membutuhkan dakwah Islam, agar generasi muda mampu memahami esensi hidupnya semata untuk beribadah kepada Allah Swt., dan agar generasi muda mampu mengidentifikasi gaya hidup materialistis dan menjauhinya. Islam akan barrier penjaga generasi muda dari kerusakan semacam perilaku dan adiksi judol.

Namun, upaya penyelesaian judol tidak hanya dengan mendakwahi keharaman judi saja. Hal ini disebabkan judi tidak hanya subur karena ketamakan individu, tetapi juga disebabkan oleh sistem hidup kapitalisme sekuler. Maka, dibutuhkan sebuah upaya dakwah memperkenalkan Islam praktis di tengah generasi muda. Representasi ide Islam yang mampu menyelesaikan masalah kesempitan ekonomi saat ini. Sebagai agama sekaligus ideologi, Islam memiliki sistem ekonomi Islam yang mampu menghilangkan ketimpangan ekonomi akibat monopoli dan kapitalisasi sumber daya.

Maka, dakwah yang seperti inilah yang dibutuhkan oleh generasi muda, yakni dakwah Islam kaffah. Dakwah yang mengantarkan generasi muda pada identitas keislamannya. Dakwah yang menginspirasi generasi muda untuk melakukan perubahan menuju penerapan sistem Islam dalam realitas kehidupan.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Perdagangan Manusia, Bagaimana Solusinya?
Next
Cek Khodam, Bagaimana Islam Memandangnya?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram