Karena itu, penggunaan uang fiat oleh nyaris seluruh negara di dunia bukanlah solusi bagi krisis yang terus mendera. Karena tidak memberikan solusi, sudah selayaknya penggunaan mata uang kertas segera dicampakkan. Kemudian menggantinya dengan mata uang yang lebih stabil terhadap badai krisis yakni menggunakan logam mulia, baik emas ataupun perak.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Rupiah terkapar, dolar semakin tak terkejar. Kalimat inilah yang kiranya sesuai untuk menggambarkan bagaimana nasib mata uang rupiah. Mata uang nation state ini semakin tak berdaya melawan kedigdayaan dolar Amerika Serikat. Seribu langkah pun ditempuh pemerintah untuk menguatkan kembali nilai tukar rupiah terhadap dolar. Sayangnya, hal ini ternyata sia-sia.
Terbukti, selama sepekan ini posisinya kembali melemah sebesar 0,43%. Pada perdagangan Jumat (21/07/2023) misalnya, rupiah ditutup melemah 0,23% di posisi Rp15.020 per US$1. Posisi tersebut menjadi yang terendah selama enam hari terakhir. Melemahnya rupiah tak lepas dari sentimen pekan depan terkait konferensi pers dari Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan membahas lebih lanjut tentang kebijakan suku bunga AS. The Fed diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga yang berpotensi membuat posisi dolar semakin menguat. (CNBC Indonesia.com, 22/07/2023)
Melihat posisi rupiah yang terus melemah jelas memantik beragam tanya, apa sebenarnya yang menyebabkan anjloknya rupiah secara beruntun? Apa pula dampak yang ditimbulkan dari terkaparnya rupiah? Lantas, adakah solusi alternatif terhadap permasalahan ini?
Penyebab Melemahnya Rupiah
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto, menyebut bahwa pelemahan rupiah terjadi karena para pelaku pasar meyakini kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Federal Reserve) masih akan naik dua kali hingga akhir tahun ini. Prediksi atas naiknya suku bunga acuan tersebut menyebabkan para investor hengkang dari pasar keuangan domestik. Hal ini mengakibatkan rupiah melemah secara signifikan dalam beberapa waktu terakhir. (CNBC Indonesia.com, 10/07/2023)
Penyebab lainnya, kata Edi, yakni adanya perkembangan data ekonomi baik di Cina maupun Eropa yang berada di bawah ekspektasi pasar. Kondisi ini kemudian mendorong para pelaku pasar untuk melakukan risk off, di mana prioritas para investor asing untuk memegang aset yang berbentuk dolar AS mengalami lonjakan. Langkah tersebut mengakibatkan rupiah semakin tertekan dan terus melemah.
Selain itu, melemahnya nilai tukar rupiah disebabkan oleh satu hal mendasar lainnya, yakni karena rupiah bersumber atau berstandar pada dolar. Menstandarkan mata uang terhadap dolar justru menjadi petaka bagi negeri ini khususnya dan dunia pada umumnya. Hal ini dapat dianalisis sebagai berikut:
Pertama, beberapa waktu lalu Amerika Serikat pernah mengalami inflasi yang cukup tinggi, yakni sebesar 9,1%. Demi menekan inflasi, pemerintah AS melalui Bank Sentral AS (The Fed) melakukan kebijakan moneter, yakni dengan menaikkan tingkat suku bunga. Cara tersebut akhirnya mampu menekan inflasi. Sayangnya, kebijakan yang dilakukan AS yakni menaikkan suku bunga, ternyata mengakibatkan dampak buruk bagi negara-negara yang menstandarkan mata uangnya pada dolar.
Salah satunya adalah Indonesia. Saat dolar menguat misalnya, maka secara otomatis nilai tukar rupiah akan melemah. Hal ini terjadi karena adanya volatilitas, di mana dolar yang ada di Indonesia akan tertarik ke AS. Kondisi tersebut jelas akan mengurangi jumlah mata uang dolar yang ada di Indonesia. Berkurangnya jumlah dolar di dalam negeri akan menjadikan rupiah melemah karena jumlah rupiah lebih banyak dibandingkan dolar.
Kedua, beberapa pengamat dan kalangan dunia usaha memiliki keyakinan bahwa Indonesia masih akan mengalami inflasi berjalan. Bahkan, mereka menduga bahwa inflasi tersebut akan masuk pada stagflasi, yakni kondisi di mana pertumbuhan stagnan, sementara inflasi masih tinggi.
Dampak Pelemahan Rupiah
Para pengamat menilai posisi rupiah yang saat ini berada di angka Rp15.020, diprediksi dapat menyentuh Rp15.800, bahkan jika kondisinya parah dapat menembus Rp16.000 per US$ sampai akhir tahun. Pasalnya, sampai saat saja The Fed masih terus menaikkan tingkat suku bunga demi menekan inflasi di AS.
Melemahnya nilai tukar rupiah jelas mengakibatkan dampak yang luar biasa pada banyak aspek di dalam negeri. Salah satunya adalah lesunya dunia usaha. Banyak orang akan menekan belanja konsumsi karena lebih mengutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Belum lagi jika pemerintah membuat kebijakan menaikkan harga kebutuhan pokok, seperti BBM yang juga akan berdampak pada naiknya harga-harga kebutuhan lainnya.
Fakta tersebut akan semakin membuat dunia usaha lesu dan melemahkan perekonomian pada umumnya. Hal ini tentu mengkhawatirkan bagi masa depan rakyat dan bangsa ini. Pasalnya, penurunan nilai mata uang secara terus-menerus dapat melahirkan krisis di semua sektor. Jika di semua sektor telah terjadi krisis, maka bukan tidak mungkin suatu negara akan dilanda resesi.
Kelemahan Fiat Money (Uang Kertas)
Tak dapat dimungkiri, krisis mata uang yang melanda suatu negara tidak dapat dilepaskan dari standar mata uang yang digunakan. Dalam sistem kapitalisme, nyaris di seluruh negara di dunia menggunakan standar mata uang kertas (fiat money). Padahal, fiat money memiliki banyak kelemahan yang membuatnya tidak mampu memberi solusi terhadap krisis ekonomi. Beberapa kelemahan fiat money adalah:
Pertama, mata uang fiat lebih rentan terhadap inflasi. Hal ini disebabkan karena bahan pembuatan uang fiatberasal dari sumber daya yang dapat diperbarui. Karenanya dalam beberapa kasus, suplai atau persediaan uang fiat suatu negara sering kali berlebihan. Padahal, jumlah persediaan yang terlalu banyak berpotensi membuat tingkat inflasi lebih tinggi dari yang semestinya.
Salah satu negara yang pernah mengalami inflasi secara berlebihan adalah Jerman. Inflasi terburuk di negara itu terjadi pada tahun 1921 hingga 1923. Saat itu, Jerman terpaksa harus membayar kerugian akibat Perang Dunia I. Mirisnya saat itu pemerintah Jerman pun tidak bisa lagi mengakses emas sebagai nilai mata uang. Solusi yang diambil pemerintah Jerman saat itu adalah mencetak dan mengedarkan mata uang tanpa didasarkan pada komoditas apa pun. Selain itu, pencetakan dan peredaran mata uang yang dilakukan oleh pemerintah Jerman terlalu banyak dari yang seharusnya. Akibatnya, berbagai komoditas melonjak gila-gilaan tanpa dapat dikendalikan.
Kedua, mata uang kertas cenderung lebih fluktuatif. Pasalnya, nilai mata uang kertas hanya berlandaskan pada kepercayaan masyarakat terhadap suatu mata uang dan adanya pemerintah yang melakukan pencetakan mata uang. Karena itu, jika kepercayaan publik tinggi, maka nilai mata uangnya semakin menguat. Pun demikian sebaliknya.
Ketiga, dibutuhkan kontrol pemerintah. Diketahui, krisis telah bertubi-tubi menghantam negara-negara di dunia termasuk Indonesia, utamanya pada tahun 1921, 1929, 1998, serta 2008. Demi menghindari berulangnya krisis, pemerintah pusat harus mengontrol jumlah uang fiat yang beredar di masyarakat. Jika di Indonesia, maka pengontrolan itu dapat dilakukan oleh Bank Indonesia yang bertugas sebagai lembaga pengatur mata uang fiat.
Demikianlah, sejuta kekurangan mata uang fiat bukanlah sekadar delusi. Krisis demi krisis yang menghantam negara-negara di dunia adalah bukti nyata bahwa mata uang kertas sangat rentan terhadap krisis. Hal ini disebabkan karena nilai mata uang suatu negara sangat bergantung dengan nilai mata uang negara lain, termasuk dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan politik negara lain.
Tak heran jika krisis mata uang yang melanda suatu negara, dampaknya akan menjalar dengan cepat ke negara lainnya. Fakta ini jelas menunjukkan bahwa krisis moneter yang berulang kali menghantam dunia, lebih disebabkan oleh sistem moneternya yang sangat rapuh. Karena itu, penggunaan uang fiat oleh nyaris seluruh negara di dunia bukanlah solusi bagi krisis yang terus mendera. Karena tidak memberikan solusi, sudah selayaknya penggunaan mata uang kertas segera dicampakkan. Kemudian menggantinya dengan mata uang yang lebih stabil terhadap badai krisis yakni menggunakan logam mulia, baik emas ataupun perak.
Rekomendasi Mata Uang Antikrisis
Jika kapitalisme tak mampu menahan badai krisis yang terus berulang, berbeda halnya dengan Islam. Sebab, Islam adalah agama sekaligus ideologi sahih yang memiliki solusi paripurna terhadap semua permasalahan. Pada masa keemasannya, Islam tak hanya digdaya dalam aspek politik, pendidikan, kesehatan, serta pertahanan dan keamanan, tetapi juga tangguh dalam aspek ekonominya.
Salah satu yang menjadikan sistem ekonomi Islam berjaya adalah sistem moneternya. Jika kapitalisme menggunakan fiat money, maka Islam merekomendasikan emas dan perak sebagai sistem mata uangnya. Sistem mata uang dengan standar emas dan perak terbukti tahan terhadap krisis. Beberapa faktor yang menjadikan mata uang dengan standar emas dan perak sangat layak menggantikan mata uang fiat adalah:
Pertama, dinar dan dirham memenuhi unsur keadilan dibanding dengan mata uang kertas. Hal ini disebabkan karena dasar atau basis dari dinar dan dirham adalah emas dan perak, di mana nilai yang tertera sama dengan nilai intrinsiknya (nilai yang melekat pada fisik). Sedangkan mata uang kertas sama sekali tidak ditopang oleh emas dan perak. Selain itu, nominal yang tercetak pada uang fiat ternyata tidak sebanding dengan nilai intrinsiknya.
Kedua, mata uang dinar dan dirham lebih stabil dan tahan terhadap inflasi. Sejarah pun telah membuktikan bahwa mata uang dengan standar emas dan perak cenderung lebih stabil dibandingkan dengan mata uang kertas. Hal ini tentu bertolak belakang dengan mata uang kertas yang cenderung tidak stabil dan rawan krisis.
Ketiga, dinar dan dirham merupakan jenis mata uang yang memiliki aspek penerimaan tinggi, misalnya dalam pertukaran antarmata uang maupun saat melakukan transaksi internasional. Selain itu, karena nilai nominalnya sudah dijamin oleh emas dan perak, maka dinar dan dirham tidak memerlukan perlindungan terhadap nilainya.
Salah satu bukti nyata keunggulan dinar dan dirham dapat dilihat dari perbandingan harga emas pada tahun 1800 dan 2004. Pada tahun 1800, harga emas dipatok sebesar US$19,39 per satu troy ons. Kemudian pada tahun 2004, harga emas per satu troy ons seharga US$455,757. Artinya, selama kurun dua abad berlalu, emas mengalami apresiasi yang luar biasa besar terhadap dolar, yakni sebesar 2.250 persen.
Fakta tersebut sudah dapat membuktikan bahwa mata uang dinar dan dirham sangat unggul dibandingkan dengan mata uang kertas di negara mana pun, termasuk Amerika Serikat. Karena itu, dinar dan dirham sangat layak menggantikan fiat money sebagai alat transaksi sahih sebagaimana yang Allah Swt. syariatkan. Penggunaan emas dan perak bahkan sudah Allah tuangkan dalam firman-Nya pada surah At-Taubah ayat 34, yang artinya: " ... Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan membelanjakannya tidak di jalan Allah. Katakan pada mereka (bahwa mereka akan mendapatkan hukuman yang menyakitkan."
Khatimah
Terkaparnya nilai mata uang rupiah menjadi alarm bahwa negeri ini harus berbenah dalam semua aspek, termasuk dengan alat transaksinya. Sudah saatnya rupiah yang rapuh diganti dengan dinar dan dirham yang jelas keunggulannya. Hanya saja, untuk menerapkan dinar dan dirham sebagai mata uang dibutuhkan keabsahan dari negara sebagai institusi yang berdaulat. Harus ada satu negara yang digdaya dan berani melawan hegemoni kapitalisme global yang masih bercokol di bumi ini. Institusi tersebut hanya mungkin diwujudkan oleh Daulah Islamiah yang secara nyata telah terbukti keberhasilannya mewujudkan kesejahteraan. Di bawah naungan Khilafah, krisis mata uang dapat diatasi.
Wallahu a'lam bishawab []
Mbak tina naskah nya selalu keren jika ingin stabil maka pakailah dinar dirham tidak akan mengalami inflasi bersumber dari alam maka akan bertahan emas kalau terbakar tidak akan hancur. Mata uang kertas terbakar maka Cepat hangus. Dari nilainya juga sudah tidak seimbang mata uang kertas dan dinar dirham
Ekonomi kapitalis tidak akan ada yang beres untuk urusan umat, butuh ekonomi Isllam yang sudah terbukti maslahatnya selama 1300 tahun
Sampai kapan Indonesia dan dunia memakai fiat money dan menjadikan dolar sebagai standar mata uangnya. Padahal rapuhnya tak terbantahkan. Lebih dari itu, fluatuasi merugikan banyak pihak. Kembali ke mata uang terkuat di dunia, yakni Sistem mata uang emas dan perak. The real solution for economic problem.
Benar banget. Mata uang dinar dan dirham enggak bisa berjalan baik tanpa institusi negara penerap Islam.
Kembali ke dinar dan dirham seperti pemerintahan islam masa dulu..
Dinar dan dirham pun harus di backing dengan institusi khilafah yg menerapkan sistem ekonomi Islam,, jazakillah tulisannya Mbaku
Waiyyaki, mbak Mila. Betul, inilah urgensinya Khilafah ya.
MasyaaAllah, suka suka dengan tulisannya mba Sartinah. Melihat topik ini, terus terang buntu gimana nulisnya. Membaca narasi ini membuat saya jadi lebih paham tentang situasi yang terjadi sekarang. Yang herannya, kenapa ya negara-negara mau-maunya nurut gitu sama Amerika yang negaranya saja juga punya banyak persoalan? Semoga sistem Islam segera tegak
Aamiin. Syukran mbak Novianti. Memang di sistem kapitalis tak ada satu negara pun yang independen, jadi gak heran jika satu negara pasti bergantung dengan negara lain.
Alhamdulillah, selama ini sy sedang cari pembahasan ini. Jawabannya ada pada naskah keren mb Sartinah. So, lumayan jadi terbantu buat sy kontak dan isi2 PU. Jazakillah khairan ya suka naskah tajemnya.
Waiyyaki mbak Mimi, semoga bisa bermanfaat
Setuju mbak, saatnya beralih ke Dinar dirham, yang artinya mengganti sistem kapitalisme menuju sistem Islam kaffah
Betul mbak Triana. Hanya dengan menerapkan Islam, maka sistem ekonomi akan tangguh termasuk alat transaksinya.
Dalam Islam, uang kertas bisa digunakan jika memakai backup nya emas. Karena emas ini yang akan membuat stabil.
Naskahnya keren, barakallah ..
Betul mbak Sherly, selama di back up dengan emas dan perak.
Aamiin, wa fiik barakallah
Keren banget... Bener² mengikuti target² TOR NP... Barakallah Mbak Sar
Alhamdulillah, jazakunnallah khairan katsiran Mom dan tim NP. Semoga bermanfaat bagi yang membacanya