Parlemen Dukung SDGs, Mungkinkah Tercapai Keberhasilan 100%?

Parlemen dukung SGDs

Pembangunan ala kapitalisme yang menjadi “jimat sakti” proyek SDGs telah menawarkan solusi kemajuan ekonomi bagi negara berkembang melalui mekanisme bantuan luar negeri (utang) dan investasi. Hal ini tentu saja akan menimbulkan ketergantungan negara penerima donor, membuka lebar jalan investasi, hingga tergadainya kedaulatan suatu negeri. Walhasil, pembangunan berkelanjutan justru menjadi agenda penjajahan kapitalisme berkelanjutan.

Oleh. Tsuwaibah Al-Aslamiyah
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-SDGs merupakan megaproyek ambisius yang mustahil mencapai keberhasilan hingga 100 persen. Pasalnya, memaksakan standar yang berlaku di negara maju untuk mengukur kemajuan di negara berkembang hanya akan berakhir pada kesenjangan yang makin menganga. Pembangunan menjadi “jimat sakti” yang digadang-gadang akan mampu menyelesaikan berbagai problematika kehidupan yang disebabkan sistem kapitalisme.

Dilansir dari Kompas.com (23/07/2023) bahwa pada tanggal 10-20 Juli 2023 telah terselenggara High Level Political Forum (HPLF) 2023 di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat. Perhelatan tersebut mengangkat tema “Accelerating the Recovery from the Coronavirus Disease (Covid-19) and the Full Implementation of the 2020 Agenda for Suistanable Development at All Levels”. Pada kesempatan itu Ketua Delegasi Badan Kerja Sama Antarparlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana menyuarakan pentingnya peran aktif parlemen dalam akselerasi tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs).

Menurut Putu, Indonesia baru berhasil mencapai 63 persen dari ketercapaian SDGs tingkat nasional, oleh karena itu perlu upaya ekstra untuk menyempurnakan pencapaiannya hingga 100 persen pada 2030. Parlemen memiliki peran penting dalam pengarusutamaan SDGs dalam penyusunan kebijakan, anggaran, dan pengawasan.

Lantas, apa itu SDGs berikut program andalannya? Mampukah program ini menyelesaikan berbagai permasalahan yang terus mencuat? Adakah solusi alternatif yang mampu menjawab berbagai persoalan dan tantangan kehidupan yang terus mendera?

Lika-liku SDGs

SDGs kerap kali disebut-sebut dalam berbagai acara penting. Sebenarnya apa itu SDGs? Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan merupakan serangkaian tujuan yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai panduan bagi seluruh negara anggota untuk mencapai target pembangunan berkelanjutan. SDGs merupakan megaproyek pembangunan global yang telah disepakati oleh 193 negara pada 2015, menggantikan MDGs (Millennium Development Goals). MDGs telah berlangsung sejak tahun 2000 dan berakhir pada 2015, selanjutnya disepakati agenda pembangunan lanjutan sebagai referensi bersama. SDGs menargetkan ketercapaian 100 persen pada semua tujuan yang telah ditetapkan pada 2030.

SDGs merupakan pembangunan lanjutan dari program sebelumnya, oleh karena itu aturan mainnya lebih beragam dan detail, terdiri dari 17 tujuan, 169 target, dan 241 indikator. Adapun tujuannya mencakup aspek ekonomi, sosial, hukum dan tata kelola, serta lingkungan, uraiannya sebagai berikut: (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Zero Hunger/Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan yang Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi, dan Infrastruktur; (10) Pengurangan Kesenjangan; (11) Kota dan Masyarakat Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Tindakan terhadap Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat; dan (17) Kemitraan untuk Tujuan (sdgs.bappenas.go.id)

Penyusunan SDGs melibatkan banyak negara (maju dan berkembang), sumber pendanaan diperluas, menitikberatkan pada HAM, inklusif dengan prinsip no left behind, pengerahan ormas dan media,  filantropi dan pelaku usaha, serta akademisi dan pakar. Upaya untuk mencapai target SDGs menjadi agenda global dan nasional yang terus digencarkan dengan penggelontoran dana fantastis.

Agenda Penjajahan Kapitalisme Berkelanjutan

Sekilas berbagai program dan tujuan SDGs di atas paripurna dan cocok dijadikan solusi, hanya tinggal mengeksekusi. Namun jika ditelisik lebih dalam, berbagai persoalan yang menimpa warga dunia saat ini seperti kemiskinan; krisis air, pangan, dan kesehatan; resesi ekonomi; perubahan iklim secara ekstrem; kerusakan lingkungan; dll. merupakan dampak dari penerapan sistem kapitalisme yang diusung negara-negara maju yang masuk dalam  keanggotaan PBB, bahkan mereka mendapatkan perlakuan istimewa dengan pemberian hak veto. Tak ayal negara-negara berkembang pun turut menjadi “korban” akibat kerakusan dari para kapitalis ini. Konsep pertumbuhan ekonomi dengan optimalisasi produksi tanpa pemerataan distribusi telah menjerumuskan manusia pada pembangunan yang begitu eksploitatif dan serakah.

Kapitalisme sukses melegitimasi eksploitasi besar-besaran terhadap SDA dan SDM oleh negara-negara maju pada negara-negara berkembang, khususnya dunia ketiga. Konsep freedom of ownership atau kebebasan kepemilikan merupakan biang kerok dari terjadinya eksploitasi SDA dunia yang berujung pada kerusakan lingkungan dan kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat. Bayangkan saja jika individu, korporasi, bahkan negara jika berduit alias bermodal besar mampu berbuat apa pun sesuka hatinya dengan perlindungan payung hukum positif, termasuk merebut SDA yang pada hakikatnya milik umum (masyarakat) menjadi milik pribadi atau korporasi.

Setelah kerusakan akibat ulah negara-negara maju tampak begitu parah dan menghantui kehidupan manusia, muncullah mereka seperti hero bagi umat manusia. Dengan sumringah dan penuh optimisme mereka tawarkan solusi palsu yakni SDGs sebagai bentuk keprihatinan dan pengabdian penuh pada dunia, padahal sesungguhnya mereka sedang “cuci tangan”, bahkan sengaja menyelipkan tujuan licik di dalamnya demi meraih cuan sebanyak-banyaknya.

Sejatinya proyek SDGs masih berakar pada sistem kapitalisme. Pertumbuhan ekonomi kapitalisme masih menjadi napas sekaligus pilarnya, sehingga tetap membuka jalan bagi eksploitasi SDA anyar bagi korporasi global. SDA terbarukan kini menjadi ladang investasi baru bagi para kapitalis. Pembangunan ala kapitalisme yang menjadi “jimat sakti” proyek SDGs telah menawarkan solusi kemajuan ekonomi bagi negara berkembang melalui mekanisme bantuan luar negeri (utang) dan investasi. Hal ini tentu saja akan menimbulkan ketergantungan negara penerima donor, membuka lebar jalan investasi, hingga tergadainya kedaulatan suatu negeri. Walhasil, pembangunan berkelanjutan justru menjadi agenda penjajahan kapitalisme berkelanjutan.

Peran Parlemen

Negara yang menerapkan sistem kapitalisme dapat dipastikan mengamalkan juga jampi-jampi demokrasi. Sebab, demokrasi dan kapitalisme berasal dari akar yang sama yakni sekularisme (paham yang memisahkan agama dari kehidupan). Keduanya saling support demi mencapai tujuan dan kepentingan yang sama. Oleh karena itu, tak aneh jika SDGs ini mendapat dukungan penuh dari parlemen. Bukankah parlemen yang dinisbatkan sebagai wakil rakyat ini pada faktanya memang menjadi legislator dari seperangkat aturan kapitalisme yang merupakan hasil inisiasi manusia? Bahkan, dalam SDGs ini banyak pihak yang berkepentingan ikut dilibatkan. Semua segmen masyarakat dikerahkan demi tercapainya target SDGs hingga 100 persen.

Apakah mereka sang wakil rakyat tak mampu menyingkap keburukan dari SDGs? Hingga program itu terus dielu-elukan sebagai solusi atas problematika yang terjadi. Bukan mereka tak tahu, namun mereka ”buta dan tuli” atas segala sesuatu yang sebenarnya mengancam keselamatan rakyat. Gelontoran dana fantastis menyilaukan mata dan menyumbat pendengaran mereka, sehingga jeritan dan air mata rakyat tak lagi mampu menggugah kesadaran mereka.

Solusi Alternatif Paling Jitu

Sistem kapitalisme telah menyebabkan kerusakan parah di muka bumi ini. Jika solusi yang dipakai masih turunan dari sistem ini maka seperti berputar-putar dalam lingkaran setan. Oleh karena itu, perlu solusi alternatif yang bukan berasal dari sistem kapitalisme. Mustahil pula melirik sosialisme, sebab secara akidah ideologi ini bahkan tak mengakui adanya Tuhan.

Hanya ada satu alternatif  ideologi yang layak dijadikan sebagai aturan hidup, yakni Islam. Islam hadir di muka bumi ini bukan hanya sebagai agama, namun juga sebagai ideologi yang akidahnya mampu memancarkan aturan kehidupan. Perangkat aturan ini bukan sekadar teori atau wacana belaka, namun nyata diterapkan dalam suatu naungan negara yang dinamakan Khilafah.

Perspektif pembangunan dalam Khilafah adalah mewujudkan rahmat bagi seluruh alam dan melahirkan umat terbaik (khairu ummah). Keimanan pada Allah menjadi fondasinya dan ketundukan pada syariat Islam menjadi pilarnya. Sehingga, manusia bisa terhindar dari keserakahan dunia.

Adapun paradigma kesejahteraan dalam Khilafah yakni negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan primer individu rakyat meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Pemberiannya bisa dilakukan dengan 2 mekanisme yakni langsung dan tidak langsung. Selain memperhatikan produksinya, Khilafah pun memastikan distribusinya berjalan lancar, aman, adil, dan merata. Sehingga, warga masyarakat bisa dengan mudahnya mengakses kebutuhannya tanpa ada kesenjangan ekonomi di antara mereka. Dengan begini zero hunger dan kemiskinan bisa teratasi.

Tak hanya itu, Khilafah pun sangat apik dalam mengelola SDA berbasis syariat dengan menerapkan tiga konsep kepemilikan (individu, umum, dan negara). Dengan pengaturan ini, tidak akan ada segelintir orang pun, baik itu individu maupun korporasi yang bisa menguasai harta milik umum (rakyat) untuk memenuhi syahwat keserakahan mereka. Allah menganugerahkan SDA yang berlimpah di muka bumi ini berupa barang tambang, bahari, lautan, sungai, dll., semuanya terkategori kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh Khilafah dan hasil pengelolaannya dikembalikan kepada masyarakat sebagai pemiliknya. Kelestarian lingkungan menjadi prinsip yang digenggam Khilafah dalam mengelola amanat rakyat ini. Tak ada lagi celah bagi para kapitalis untuk mengeksploitasi SDA maupun SDM karena faktor kepemilikan modal. Sebagaimana hadis dari Raasulullah saw. yang berbunyi: “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Khatimah

Demikianlah, seyogianya masyarakat tak lagi tertipu dengan jargon maupun program apa pun yang ditawarkan Barat. Sebab, apa pun kemasannya, isinya tetap racun kapitalisme yang membinasakan. SDGs merupakan agenda penjajahan kapitalisme global yang berkelanjutan. Percayalah, hasilnya tak akan semanis propagandanya. Justru program ini akan makin menjerumuskan kita dalam lembah nestapa yang lebih dalam lagi. Saatnya kita kembali pada titah Sang Khalik, kembali pada syariat tanpa tapi dan tanpa nanti. Sungguh kehidupan yang sejahtera yang diliputi keberkahan hanya bisa diraih dalam naungan Islam kaffah dan Khilafah, sebagai representasi dari ketakwaan kita. Ingatlah firman Allah Swt., “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (TQS. Al-A’raf: 96)

Wallahu a’lam bi ash-shawab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Tsuwaibah Al-Aslamiyah Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Jual Beli Organ, Bisakah Diatasi Negara?
Next
Tentang Vitiligo
5 4 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

9 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R Bilhaq
R Bilhaq
1 year ago

Anggota tetap dewan Keamanan PBB adalah negara-negara yang memenangkan perang dunia. Liciknya, mereka memiliki hak veto. Mengklaim menjaga perdamaian dunia. Namun selalu bungkam saat terjadinya genosida masal atas kaum muslimin.. miris. jangan percaya penipu kelas kakap dunia ini..

Sherly
Sherly
1 year ago

Betul, kita jangan mudah tergiur tipu-tipu istilah dalam Kapitalisme-Demokrasi.

Tulisan yang keren..

Rere Ummu Sophia
Rere Ummu Sophia
1 year ago

Semua program yang digulirkan PBB sejatinya hanyalah upaya untuk mengamankan posisi negara-negara maju dengan cara mengontrol negara-negara berkembang dalam semua arah kebijakannya.

Maya Rohmah
Maya Rohmah
1 year ago

Sungguh sangat mengerikan efeknya jika kita mengikuti agenda kaum kafir.

Bayangkan! Individu, korporasi, bahkan negara jika berduit alias bermodal besar mampu berbuat apa pun sesuka hatinya dengan perlindungan payung hukum positif.

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Betul, semua program yang ditopang oleh kapitalisme sebenarnya seperti racun berbalut madu. Seperti memberi solusi, padahal menambah persoalan baru.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
1 year ago

SDGs hanya akal-akalan Barat untuk menipu umat

Firda Umayah
Firda Umayah
1 year ago

SDGs ini memang megaproyek lawas yang sampai sekarang tidak keliatan hasilnya. Wajar saja jika gagal. Karena yang menjadi pijakannya adalah sistem sekularisme yang tidak pro rakyat.

Dia dwi arista
Dia dwi arista
1 year ago

Investasi merupakan agenda terselubung bagi negara donor untuk melanggengkan penjajahan mereka

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
1 year ago

Membaca opini ini serasa ikut kelas yang luar biasa.
Semoga solusi jitu yang dicita-citakan segera terwujud, agar derita tidak berkepanjangan.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram