Masyarakat butuh langkah nyata dari pemerintah bukan hanya sekadar undang-undang di atas kertas. Salah satunya dengan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia. Jika masyarakat Indonesia sudah mempunyai penghasilan memadai dan bisa memenuhi semua kebutuhan hidup, mungkin ide untuk menjual organ tidak akan terpikirkan sedikit pun.
Oleh. Hadi Kartini
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Terungkapnya kasus Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO) ke Kamboja dengan motif baru yaitu penjualan ginjal, menambah daftar panjang PR pemerintah untuk segera diselesaikan. Ini adalah masalah yang sangat serius karena korban tidak merasa dijual kepada pihak lain. Korban mendapatkan imbalan dengan jumlah yang lumayan besar dengan dalih mendonorkan ginjal membantu orang lain. TPPO ke Kamboja ini dikendalikan sindikat internasional. Dan korban yang terjerat sindikat ini cukup banyak.
Sebanyak 122 Warga Negara Indonesia (WNI) nekat menjual ginjalnya ke Kamboja lewat sindikat internasional. Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan, 122 WNI itu diberangkatkan ke Kamboja untuk menjual ginjalnya.
Di negara itu, ginjal mereka diambil di sebuah rumah sakit kemudian dijual seharga ratusan juta rupiah. Namun, para korban harus diobservasi terlebih dahulu selama seminggu menunggu penerima donor ginjal tersebut.
Hengki mengatakan, rata-rata korban mau menjual ginjal karena kesulitan ekonomi akibat terdampak Covid-19. Adapun para korban, kata Hengky, terdiri dari berbagai profesi mulai dari pedagang, guru privat, security, buruh sampai seorang lulusan S2 dari salah satu Universitas ternama di Indonesia (kompas.com, 21/7/23).
Anggota sindikat ini berasal dari Indonesia dan Kamboja. Untuk memuluskan aksi, mereka bekerja sama dengan oknum kepolisian dan oknum imigrasi. Ada 12 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan dari 12 tersangka, berperan sebagai koordinator di Indonesia dan Kamboja. Ada juga yang berperan sebagai penghubung.
Sementara itu, dua tersangka lainnya bukan bagian dari sindikat penjualan ginjal. Keduanya adalah oknum polisi, Aipda M dan oknum imigrasi (Detik News, 21/7/23).
Kemiskinan dan Sistem Kapitalisme Biang Kerok Jual-beli Organ
Banyak orang tergiur melakukan penjualan organ tubuh, salah satu pemicunya adalah faktor ekonomi. Susahnya hidup di sistem kapitalisme ini memaksa orang mengambil jalan pintas untuk memenuhi semua kebutuhan hidup yang sangat tinggi. Apalagi, semenjak mewabahnya Covid-19 banyak karyawan yang di-PHK sepihak oleh perusahaan-perusahaan swasta. Mereka tidak mempunyai penghasila, sedangkan kebutuhan hidup tidak dapat dibendung.
Peluang ini yang dimanfaatkan para sindikat penjualan ginjal untuk mendapatkan keuntungan. Mereka mencari orang-orang yang sedang mengalami kesulitan ekonomi. Menawarkan sejumlah uang supaya korban mau mendonorkan salah satu ginjalnya. Banyaknya peningkatan pasien yang mengidap penyakit ginjal setiap tahun dan membutuhkan transplantasi ginjal supaya hidup mereka dapat diselamatkan. Sedangkan pendonor ginjal sulit didapatkan. Kesulitan ini yang membuat sindikat penjualan organ menciptakan lahan bisnis baru secara ilegal. Sedangkan pendonor dan penerima donor sama-sama merasa diuntungkan dengan kegiatan ini.
Kasus penjualan ginjal juga pernah viral pada tahun 2013. Seorang pria yang bekerja sebagai tukang jahit keliling nekat menjual salah satu ginjalnya untuk menebus ijazah anaknya yang ditahan sebuah Pondok Pesantren di Parung, Bogor, Jawa Barat. Dan di Sumbar juga pernah ada berita seorang ibu rumah tangga menjual ginjalnya akibat utang yang menumpuk.
Pada dasarnya orang yang mempunyai ginjal hanya satu bisa sehat, tetapi berpotensi mengalami hipertensi atau tekanan darah tinggi dan penyakit lainnya. Kerja ginjal yang hanya satu menjadi semakin berat dalam menyaring racun-racun yang ada di dalam darah dibanding dua ginjal. Untuk menjaga tubuh bisa sehat dengan ginjal hanya satu, harus diterapkan pola hidup sehat sepanjang waktu sehingga bisa hidup secara normal. Ini juga salah satu penyebab orang merasa aman dalam praktik jual-beli ginjal.
Kebijakan Pemerintah, Akankah Menghentikan Bisnis Ilegal Ini?
Untuk menanggulangi maraknya penjualan organ tubuh, pemerintah sudah membuat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Kesehatan. Pasal 210 ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memperoleh, menyimpan, mengangkut atau mentransplantasi organ tubuh manusia melalui pemaksaan, penipuan atau ancaman dapat dihukum. Dan Pasal 210 ayat (2) pelaku perdagangan organ tubuh manusia dapat dikenai pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal 1,5 miliar rupiah.
Undang-undang yang dibuat pemerintah sudah sedemikian rupa untuk mencegah lajunya kasus penjualan organ, tetapi nyatanya kasus penjualan organ semakin marak. Hukuman yang diberikan kepada pelaku tidak tegas. Serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang larangan jual beli organ, sehingga mereka merasa tidak melanggar hukum dalam melakukan transaksi ini. Pemerintah harusnya, selain mengeluarkan undang-undang jual beli organ juga memberikan solusi untuk masyarakat supaya bisa keluar dari impitan ekonomi, yang menjadi salah penyebab jual-beli organ di masyarakat.
Masyarakat butuh langkah nyata dari pemerintah bukan hanya sekadar undang-undang di atas kertas. Salah satunya dengan membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia. Jika masyarakat Indonesia sudah mempunyai penghasilan memadai dan bisa memenuhi semua kebutuhan hidup, mungkin ide untuk menjual organ tidak akan terpikirkan sedikit pun.
Jika masyarakat sudah bisa hidup sejahtera, maka sindikat-sindikat seperti sindikat TPPO bisa hilang dengan sendirinya. Tidak ada lagi peluang untuk melakukan bisnis haram ini. Masyarakat akan berpikir ulang untuk menjual organ tubuhnya, jika semata-mata hanya untuk memenuhi semua kebutuhan hidup. Karena pemerintah secara tidak langsung membantu masyarakat dalam memenuhi semua kebutuhan hidupnya.
Cara Islam Mencegah Jual-beli Organ
Seperti pada masa lampau, di mana Islam pernah berjaya cukup lama lebih dari seribu tiga ratus tahun. Umat Islam berada dalam kehidupan yang sejahtera. Karena seorang pemimpin dalam Islam akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Sehingga, seorang pemimpin dalam Islam akan sangat berhati-hati dalam mengurus rakyatnya dan berusaha dalam memenuhi semua kebutuhan rakyatnya secara langsung maupun tidak langsung. Dalam sebuah hadis riwayat Al-Bukhari Rasulullah menyatakan, "Imam (Khalifah) adalah raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya."
Pemimpin dalam negara Islam pada masa lampau sudah memberikan gambaran bagaimana cara menyejahterakan rakyatnya. Salah satunya dengan membuka lapangan pekerjaan yang banyak bagi laki-laki yang sanggup bekerja. Jika seorang laki-laki bekerja maka dia bisa memenuhi semua kebutuhan hidup keluarganya termasuk orang-orang yang berada dalam tanggungannya. Baik kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Negara berkewajiban menyediakan kebutuhan pokok tersebut dengan kualitas terbaik. Bisa didapatkan dengan mudah dan harga murah. Dan semua kebutuhan dasar masyarakat secara umum seperti, kesehatan, pendidikan. dan keamanan serta kebutuhan umum lainnya bisa diperoleh masyarakat dengan gratis. Masyarakat tidak terlalu terbebani dalam memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Sehingga pemikiran-pemikiran buruk akan jauh dari mereka seperti jual-beli organ.
Jual-beli organ dalam Islam sangat dilarang, baik dilakukan ketika seseorang masih hidup mau pun sudah menjadi mayat. Sedangkan mendonorkan organ ketika masih hidup, ulama membolehkan sepanjang tidak membahayakan nyawa pendonor itu sendiri. Kebolehan ini didasarkan pada firman Allah Swt. dalam surah Al-Baqarah ayat 178, "Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kalian dan suatu rahmat.”
Ayat ini memberikan kebolehan dalam masalah qishash dan berbagai diyat (tebusan) akibat perbuatan orang lain. Secara tidak langsung Allah Swt. memberikan hak kepada kita terhadap organ-organ tubuh kita dan hak untuk memanfaatkannya termasuk mendonorkan untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Tetapi, jika pendonor sudah menjadi mayat walaupun meninggalkan wasiat supaya organnya didonorkan kepada orang lain, maka haram hukumnya. Karena tidak ada lagi hak atas tubuhnya. Hak atas tubuh orang meninggal semata-mata adalah hak Allah Swt.
Begitulah Islam dalam mengatasi jual-beli organ dengan cara memberikan kehidupan yang sejahtera. Juga memberikan pemahaman kepada umat bagaimana hukum jual-beli organ dan juga bagaimana mekanisme mendonorkan organ tubuh kepada orang lain. Dengan penanaman akidah yang benar umat bisa menimbang, apakah perbuatan mereka sudah sesuai syariat atau malah bertentangan dengan syariat?
Wallahu a’lam bishawab []