Islam Solusi Kompleks Menghadapi Kriminalitas Anak

"Inilah yang terjadi jika negara menerapkan sistem kapitalisme sekuler dan liberal. Banyaknya solusi-solusi yang muncul tidak mampu memberikan penyelesaian sempurna pada permasalahan yang ada, termasuk kriminalitas anak."

Oleh. Halizah Hafaz Hutasuhut S.Pd
(Kontributor NarasiPost.Com, Aktivis Dakwah, dan Praktisi Pendidikan)

NarasiPost.Com-Banyak kasus pelaku kejahatan yang didominasi anak di bawah umur. Salah satunya seperti yang dikutip dalam medanbisnisdaily.com (18/06/2023), bahwa sebanyak 48 pelaku kejahatan berhasil ditangkap oleh Polres Pelabuhan Belawan bersama dengan tiga Polsek jajarannya. Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Josua Tampubolon, mengatakan bahwa para tersangka anak di bawah umur dilakukan penangkapan tanpa kompromi, karena kejahatan yang dilakukan sudah sangat keterlaluan. Yaitu 7 tersangka anak di bawah umur ini berusia rata-rata 16 tahun yang membegal motor trail, dompet, dan sejumlah uang di Jalan Stasiun PJKA Belawan. Lima tersangka berhasil ditangkap, salah satu di antaranya perempuan sedangkan dua lagi masih buron.

Hari demi hari harus diakui bahwa kasus anak yang terlibat dengan hukum terus mengalami peningkatan. Seperti pencabulan, kekerasan fisik berupa pengeroyokan, bullying, pembegalan, dan lain-lain. Dari banyaknya kasus ini, akhirnya banyak yang beranggapan bahwa pola asuh orang tua menjadi salah satu faktor yang sangat diperhatikan dalam kasus ini. Padahal di satu sisi, masyarakat merasa tidak nyaman dengan adanya UU Perlindungan Anak yang dijadikan benteng untuk hukum yang diberlakukan pada anak di bawah umur yang melakukan tindakan kriminalitas. Kadang kala undang-undang tersebut memberikan perlindungan dan pendampingan hukum pada pelaku. Sedangkan di sisi lain, hukum ditiadakan yang akhirnya merusak keadilan bagi korban.

Tidak hanya itu, pihak kepolisian ternyata berorientasi melakukan diversi untuk menghadapi hal ini. Biasanya korban, pelaku, orang tua, dan pihak-pihak berwenang dikumpulkan untuk melakukan musyawarah. Dari musyawarah tersebut, sering kali korban akhirnya memaafkan pelaku yang terkategori usia anak untuk tidak dikenakan pidana penjara, tetapi wajib mendapatkan pendidikan dan pelatihan oleh Dinsos (Dinas Sosial). Kebijakan melakukan diversi ini lahir dari kebijakan konvensi hak-hak anak yang ditetapkan PBB. Kemudian Indonesia ikut meratifikasinya hingga lahir UU Peradilan Anak.

Dalam UU Peradilan Anak dijelaskan bahwa yang dikategorikan anak adalah berusia 12-18 tahun yang melakukan tindakan pidana. Selanjutnya dalam menyelesaikan kasus-kasus pidana yang terkategori anak adalah dengan mengutamakan keadilan restoratif. Di mana keadilan restoratif adalah penyelesaian tindak pidana yang melibatkan korban, pelaku, keluarga pelaku, dan keluarga korban serta pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali dan bukan pembalasan.

Berdasarkan hal ini, maka muncul istilah diversi dalam UU Peradilan Anak yang berupa pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Sehingga anak tidak akan mendapatkan sanksi penjara. Maka jelaslah kasus-kasus yang diselesaikan dengan diversi telah gagal menjadi solusi, karena kebanyakan korban merasa tidak rela untuk memaafkan pelaku dan bahkan kasus kriminalitas anak semakin meningkat. Dengan demikian, dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa solusi tersebut tidak mampu membuat kasus kejahatan anak menurun, namun malah semakin meningkat.

Maka dari itu, sebenarnya tidak cukup hanya dengan mengoreksi pola asuh orang tua dan mengembalikan pola pendidikan anak pada institusi pendidikan untuk menyelesaikan tindakan kriminalitas pada anak. Memang benar, anak adalah tanggung jawab orang tua. Perlindungan, tumbuh kembang, jaminan kebutuhan, serta edukasi kepada anak merupakan kewajiban yang harus diberikan orang tua. Namun, seiring dengan perkembangannya anak akan berinteraksi dengan lingkungan dan masyarakat. Sehingga lingkungan dan masyarakat sangat berperan dalam pembentukan kepribadian anak.

Selain itu, ada kesalahan paradigma dalam menyelesaikan permasalahan ini. Yaitu upaya penyelesaian difokuskan pada setelah kasus terjadi, kemudian dibuat aturan untuk menyelesaikannya, apakah anak akan dihukum atau tidak. Padahal seharusnya, Islam menetapkan bahwa bagaimana anak dicegah agar tidak menjadi pelaku kejahatan. Inilah yang terjadi jika negara menerapkan sistem kapitalisme sekuler dan liberal. Banyaknya solusi-solusi yang muncul tidak mampu memberikan penyelesaian sempurna pada permasalahan yang ada.

Dengan begitu, sudah saatnya untuk mengubah sistem negara menjadi sistem Islam. Sehingga agama dijadikan fondasi dalam kehidupan individu, masyarakat, dan negara. Islam menetapkan bahwa anak terkategori dewasa atau tidak dilihat dari akil dan balignya. Akil yang berarti secara akal sudah berfungsi dengan baik. Dan balig yang berarti pada laki-laki ditandai dengan mimpi dan pada perempuan ditandai dengan haid. Sehingga ketika usia 12 tahun dan ia telah akil balig maka ia akan mendapatkan sanksi jika melanggar syariat Islam. Jadi, tidak akan ada benteng bagi anak-anak yang berusia di bawah umur untuk mendapatkan perlindungan dalam hukum jika ia telah akil dan balig. Sebab balig menandakan bahwa anak telah terbebani hukum (mukalaf).

Selanjutnya, merupakan suatu hal yang penting bagi orang tua untuk menjaga tumbuh dan kembang anak agar menjadi individu yang bertakwa di dalam Islam. Orang tua bertanggung jawab dalam menanamkan akidah dan membentuk pemahaman mengenai Sang Pencipta pada anak. Dengan tujuan agar anak memahami keberadaan Sang Pencipta dan sadar akan hubungannya dengan Sang Pencipta. Sehingga nantinya anak akan mampu memahami dan membedakan standar baik dan buruk berdasarkan Islam.

Kemudian, masyarakat dalam Islam adalah kumpulan individu yang memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama yaitu Islam. Sehingga adanya masyarakat akan menjadi pengontrol sosial pada individu mukalaf. Aktivitas amar makruf nahi mungkar pun akan menjadi kebiasaan dalam kehidupan masyarakat, agar setiap individu muslim tetap terjaga dengan keterikatannya terhadap hukum syarak. Sementara itu, negara juga memiliki peran yang besar dalam menjamin kebutuhan anak, seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Dari sinilah peran negara akan terlihat sebagai pengurus rakyatnya. Seperti yang diriwayatkan dalam hadis Bukhari dan Muslim bahwa, "Seorang khalifah adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya."

Dengan demikian, negara akan memberikan perlindungan kepada anak agar tidak terpapar pemikiran negatif dengan memastikan bahwa anak hanya akan mengonsumsi informasi yang bersih dan sehat untuk tumbuh kembang mereka. Negara juga akan berperan dalam menjalankan sistem hukum sesuai syariat. Walhasil, nantinya anak akan tumbuh menjadi individu bertakwa dengan dukungan masyarakat dan negara. Inilah proses kompleks dan sistemis dalam Islam jika diterapkan dalam wujud negara (Khilafah).

Wallahu a'lam bishawab

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Halizah Hafaz Hts S.Pd <p style="text-align: left">Kontributor NarasiPost.Com</p>
Previous
Hari Janda Internasional: Seremonial Tanpa Langkah Nyata
Next
Rahasia Fish Maw yang Terbuang
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Dyah Rini
Dyah Rini
1 year ago

Problem kriminalitas anak adalah masalah sistemik yang terkait dengan masalah yang lain, Tidak bisa dipisahkan dengan sistem pendidikan, peradilan, sosial dan lainnya. Kurikulum pendidikan yang sekuler telah mencetak generasi yang jauh dari ajaran agamanya dan bebas berbuat sesuka hati. Sementara sistem peradilan tidak bisa memberi solusi yang tepat. Maka hanya sistem Islam satu- satunya yang layak diterapkan.

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Miris ya melihat kondisi anak-anak zaman now. Kapitalisme (dengan dukungan berbagai faktor) berhasil membentuk mental rusak pada diri generasi muda, sehingga mudah sekali mereka melakukan tindak kriminal. Kondisi miris generasi saat ini tentu tidak akan terjadi jika Islam dijadikan solusi terhadap semua problematik kehidupan. Yuk, kembali pada sistem Islam!

Neni Nurlaelasari
Neni Nurlaelasari
1 year ago

Tak terbayang masa depan akan seperti apa, jika saat ini para pelaku kejahatan tak sedikit usia remaja. Hanya kembali pada sistem Islam, yang mampu menyelamatkan generasi penerus bangsa.

Firda Umayah
Firda Umayah
1 year ago

Ya Allah, anak zaman sekarang kok semakin ngeri. Memang, kalau sistem kehidupannya sudah rusak, maka akan merusak semuanya. Sudah saatnya kembali kepada sistem Islam.

bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram