Waspada, Islamofobia Semakin Masif

"Dalam dokumen Civil Democratic Islam: Partners, Resources, and Strategies, Cheryl Bernard mengungkap perlu adanya upaya mendorong media untuk memberitakan secara masif tentang kesalahan para tokoh dan lembaga Islam, seperti penyalahgunaan dana, kemunafikan, atau tindakan yang amoral lainnya. Dengan adanya pemberitaan tersebut, diharapkan mata rantai kepercayaan masyarakat terhadap simbol kepercayaan Islam akan terputus."

Oleh. Sri Wulandari
(Pemerhati Sosial dan Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Beberapa pekan terakhir, media massa ramai memberitakan dugaan penggelapan dana masyarakat yang dilakukan oleh organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Kasus ini berawal dari laporan jurnalistik harian Tempo yang menyebut pengurus ACT mendapatkan gaji fantastis hingga ratusan juta rupiah, juga mendapat fasilitas yang serba mewah. Menyikapi pemberitaan tersebut, pemerintah bergerak cepat dengan langsung mencabut izin penggalangan dana ACT dan memblokir 300 nomor rekening yang dimiliki organisasi tersebut.

Selain pemberitaan di atas, kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pondok pesantren juga menjadi perbincangan hangat. Salah satu kasus yang paling menyita perhatian publik adalah dugaan pencabulan yang dilakukan oleh seorang anak kiai kepada santriwatinya yang terjadi di sebuah ponpes ternama di Jombang, Jawa Timur. Pencabulan ini ditengarai terjadi dua tahun yang lalu, namun baru heboh akhir-akhir ini ketika viral video pasukan polisi yang berupaya masuk ke pesantren untuk menangkap pelaku, tapi dihalang-halangi oleh pihak pesantren.

Sebenarnya, ada lagi kasus pelecehan yang dilakukan oleh seorang motivator nonmuslim terhadap siswa di sekolah yang dimilikinya di Batu, Jawa Timur. Namun kasus tersebut seolah tenggelam begitu saja. Pemberitaan media, baik di media massa maupun media sosial, juga tidak segencar kasus ACT dan kasus di Jombang, yang notabene pelakunya adalah muslim. Tentu kita patut mempertanyakan, ada apa sebenarnya?

Narasi Media Menggencarkan Islamofobia

Kasus penyelewengan dana rakyat sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh yayasan ACT, tapi banyak pihak lain yang juga melakukannya, bahkan lebih parah. Contohnya, kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat di berbagai lembaga negara, sebagaimana korupsi bantuan sosial oleh Menteri Sosial yang merugikan negara Rp32,2 miliar. Penanganan kasus mereka jauh berbeda dengan kasus ACT. Kalau pemerintah adil, harusnya setiap institusi yang di situ terjadi tindak korupsi maka institusi tersebut juga harus ditindak dengan cepat dan tegas, bahkan kalau perlu dibubarkan.

Begitu juga dengan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi, jika pelakunya muslim, apalagi jika terjadi di kalangan pesantren, maka media akan melakukan pemberitaan yang masif. Dari pemberitaan tersebut, akan muncul opini yang berkembang di masyarakat bahwa pesantren bukanlah ruang yang aman dari tindak kekerasan seksual. Akibatnya, orang yang termakan dengan opini tersebut akan takut untuk memasukkan anaknya ke pesantren, bahkan tidak mau memercayai lembaga pendidikan Islam.

Padahal banyak sekali kasus pelecehan yang dilakukan oleh nonmuslim di lembaga keagamaannya, seperti yang dilakukan oleh para pendeta di gereja. Pada Desember 2019, Paroki Tomang-Gereja Maria Bunda Karmel, Keuskupan Agung Jakarta, menerbitkan laporan yang menyebut setidaknya ada 56 korban pelecehan seksual di dalam Gereja Katolik di seluruh Indonesia. Namun, kasus-kasus tersebut jarang diungkap oleh media. Ini menjadi bukti bahwa ada upaya pendiskreditan Islam dan ajarannya di balik kasus yang melibatkan oknum ponpes dan juga yayasan kemanusiaan yang berlatar belakang Islam.

Jelas sekali tampak adanya perbedaan sikap media dalam melakukan pemberitaan terhadap kasus-kasus di atas. Kasus yang melibatkan pelaku muslim mendapat porsi pemberitaan yang jauh lebih besar daripada kasus lainnya. Ketimpangan ini tak lepas dari adanya upaya untuk menyudutkan Islam, sehingga islamofobia di tengah-tengah masyarakat semakin menguat. Ini bukanlah hal baru, karena di setiap masa, musuh-musuh Islam akan selalu melakukan propaganda untuk menjauhkan ajaran Islam dari umatnya.

Dalam dokumen Civil Democratic Islam: Partners, Resources, and Strategies, Cheryl Bernard mengungkap perlu adanya upaya mendorong media untuk memberitakan secara masif tentang kesalahan para tokoh dan lembaga Islam, seperti penyalahgunaan dana, kemunafikan, atau tindakan yang amoral lainnya. Dengan adanya pemberitaan tersebut, diharapkan mata rantai kepercayaan masyarakat terhadap simbol kepercayaan Islam akan terputus. Dengan demikian, sikap media yang tidak berimbang ini adalah bagian dari propaganda global untuk memasifkan islamofobia dan mencegah kebangkitan Islam.

Islamofobia Harus Dilawan

Sebagai agama yang lengkap dan sempurna, Islam senantiasa mengajarkan nilai-nilai moral yang agung. Nilai-nilai ini bukan ditetapkan oleh manusia itu sendiri, tapi bersandar kepada syariat yang sudah diturunkan oleh Allah Swt. Kalaupun terjadi penyimpangan, itu hanyalah ulah dari oknum yang tidak paham dengan ajaran Islam. Karena itu, tidak boleh melakukan generalisasi terhadap umat Islam, atau bahkan menyalahkan syariatnya.

Ketika ada muslim yang melakukan pelanggaran syariat, sebagai sesama muslim maka sikap kita adalah meneguhkan sikap terhadap hukum syarak, yaitu melakukan tabayyun, kepada pihak yang bersangkutan. Seorang muslim tidak diperkenankan ikut mengumbar aib saudaranya, apalagi ikut mengecamnya tanpa ada bukti nyata. Kalaupun ada pemberitaan yang masif dari media, kita harus meyadari bahwa hal tersebut adalah bagian dari rencana jahat untuk memojokkan Islam dan menyebarkan islamofobia.

Narasi islamofobia tersebut harus dilawan dengan semakin memasifkan dakwah kepada umat. Umat harus disadarkan akan rencana jahat kaum kafir di balik narasi yang menyerang Islam. Kita pun harus membongkar kebobrokan sistem sekularisme-kapitalisme yang diterapkan saat ini. Maraknya kekerasan seksual, korupsi, dan tindakan kriminal lain sejatinya justru akibat penerapan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Keagungan dan kesempurnaan syariat Islam juga harus dijelaskan secara gamblang, agar umat memahami benar bahwa Islam adalah solusi segala problematika kehidupan. Dengan demikian, umat akan senantiasa merasa bangga dengan identitas dan ajaran Islam. Umat pun tak akan gampang terjerumus pada narasi jahat kaum penjajah. Dengan akidah yang kuat dan pemahaman yang benar, umat akan sigap untuk membela Islam dan melawan segala upaya pendiskreditan Islam. Pada akhirnya, umat pun akan bergerak bersama untuk berjuang menerapkan Islam kaffah naungan Khilafah, demi terwujudnya kebangkitan dan kemuliaan Islam. Wallahu alam bishshawab.[]


Photo : Unsplash

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Sri Wulandari Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Perundungan Marak, Potret Generasi Rusak
Next
Pemerintah Nggak Mau Rugi, BBM dan LPG Naik Lagi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram