“Segenap kebijakan yang lahir dari paham sekuler ini sering kali menimbulkan konflik dalam penerapannya. Tak terkecuali RUU KUHP, yang saat ini berpolemik. Banyak kalangan menduga kebijakan ini akan semakin menzalimi rakyat dan membungkam rakyat yang ingin menyuarakan aspirasinya.”
Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"Semua bisa kena" , istilah ini menggema seiring sinyal pengesahan RUU KUHP yang dinilai minim sosialisasi dan terkesan sembunyi-sembunyi. Istilah ini muncul sebagai bentuk protes pembahasan draf RUU tersebut yang tidak melibatkan masyarakat. Lantas, kenapa hal ini dinilai bermasalah? Apa yang terjadi jika UU ini disahkan?
Berkaca pada UU ITE
Mengingat kembali polemik Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menoreh kegaduhan sepanjang penerapannya. Pasal-pasal karet di dalamnya telah menjerat banyak korban dari mulai aktivis, jurnalis, akademisi, bahkan ibu rumah tangga. Tidak ada standar pasti untuk mengukur hak berpendapat di ruang publik, melanggar atau tidak. Akibatnya, UU ITE malah melahirkan kezaliman dan ketidakadilan pada banyak pihak. Sebagaimana yang dilansir semuabisakena.jaring.id, yakni sebuah website yang dikelola secara kolaboratif oleh PPMN, Jaring.id, SAFEnet dan Paku ITE. Menurut website tersebut, terdapat ratusan kasus yang menimpa rakyat akibat penyalahgunaan UU ITE.
Ada beberapa kesaksian yang penulis sadur dari website tersebut. Pertama, kasus yang menimpa pengurus Dewan Pimpinan Daerah Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN), yakni Iin Solihin yang terjadi pada Januari 2021. Pada Awalnya, Iin membantu warga menyomasi perusahaan properti yang memblokir akses ke pemakaman milik Klenteng Han Tan Kong. Namun, tidak lama berselang ia dituding telah melanggar Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena mencemarkan nama baik. Anehnya, setelah 4 bulan sejak ia dijadikan tersangka, tepatnya pada 21 Mei 2021, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibinong menegaskan bahwa Iin tidak bersalah. Peristiwa ini semakin membuka mata kita, hak-hak rakyat tampak jelas telah dicederai di sini.
Kisah lainnya datang dari Benni Eduward, seorang youtuber dengan kontennya yang kerap menyorot pungutan liar (pungli) yang dilakukan polisi maupun petugas Dinas Perhubungan. Ia terjerat UU ITE setelah postingannya terkait pembayaran pajak kendaraan viral. Ia dilaporkan telah menyalahi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Benni harus mengalami penahanan, dugaan intimidasi, dan bahkan tindak kekerasan.
Dua kasus di atas dan ratusan kasus lainnya masih bisa kita akses di website semuabisakena.jaring.id. Pasal karet yang diduga kuat terkandung dalam UU ITE telah menjerat kebebasan warga negara yang mengaku menjunjung tinggi hak berpendapat dan berekspresi. Sehingga tak salah, banyak kalangan menilai RUU KUHP yang akan disahkan ini akan mengulang sejarah yang sama. Terlebih, RKUHP ini dibahas dengan tidak transparan, tidak ada yang tahu pasal-pasal apa saja yang tengah dipersiapkan. Sejak terakhir dibahas di DPR pada 25 Mei lalu hingga kini, RUU ini belum dibuka di publik.
Ciri Khas Politik Demokrasi
Ciri khas kebijakan yang lahir dari demokrasi selalu melekat padanya kontroversi. Segenap kebijakan yang lahir dari paham sekuler ini sering kali menimbulkan konflik dalam penerapannya. Tak terkecuali RUU KUHP, yang saat ini berpolemik. Banyak kalangan menduga kebijakan ini akan semakin menzalimi rakyat dan membungkam rakyat yang ingin menyuarakan aspirasinya.
Tentunya hal ini bertentangan dengan jargon hak kebebasan berekspresi dan berpendapat yang selalu menjadi unggulan demokrasi. Slogan ‘dari rakyat untuk rakyat' nyatanya hanya pemanis oleh sistem yang berasal dari ideologi kufur ini. Kebijakan yang membungkam rakyat yang kritis, termasuk pers, telah membuka mata kita bawah sejatinya demokrasi tidak pernah memihak rakyat. Ratusan persebaran kasus yang diduga pelanggaran UU ITE yang terjadi sepanjang tahun 2013-2021 cukup menjadi bukti zalimnya kebijakan yang lahir dari sistem demokrasi.
Politik Islam
Dalam Islam aktivitas mengoreksi penguasa adalah tugas paling mulia dan akan dijamin oleh negara pelaksanaannya tanpa mencederai hak-hak rakyat dalam menyampaikan aspirasinya. Rakyat diwajibkan melakukan koreksi pada penguasa apabila kebijakan penguasa dinilai menyimpang dari syariat Islam dan menimbulkan kezaliman. Rasulullah saw. bersabda yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ad-Dailami, "Jihad yang paling utama adalah menyatakan keadilan di hadapan penguasa yang zalim." Begitulah, karena asas politik dalam Islam ada untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penguasa adalah pelayan bagi rakyat yang bertanggung jawab untuk menjamin segala kebutuhan tersebut.
Oleh karenanya, dalam politik Islam tidak akan ditemukan praktik 'piramida kekuasaan' ala kapitalisme yang hari ini kita saksikan, di mana yang kuat menindas yang lemah. Karena dalam Islam penguasa adalah pengurus segala urusan umat, ia adalah rain (pemimpin) sekaligus junnah (perisai) yang melindungi rakyat dari tindak kezaliman dan menghapus segala penderitaan.
Sepanjang sejarah penerapan Islam, tidak kita temukan penguasa yang membuat kebijakan justru merugikan rakyatnya sendiri. Hal ini karena, seluruh kebijakan yang Islam tetapkan wajib bersumber dari wahyu Allah Swt. bukan berdasarkan akal manusia. Syariat Allah inilah yang akan menghilangkan kemungkinan kezaliman oleh pejabat atau penguasa. Terlebih, penguasa dipilih bukan hanya untuk menjalankan fungsi dan tanggung jawab bagi rakyat, saja. Lebih dari itu, pemimpin wajib bertanggung jawab penuh di hadapan Allah Swt. mengemban amanahnya dengan iman dan takwa.
Khatimah
Gagalnya fungsi kebijakan yang lahir dari rahim sekularisme adalah sesuatu yang niscaya. Karena aturan sekuler lahir dari akal manusia yang kurang dan terbatas, rentan menimbulkan perselisihan, perbedaan dan pertentangan. Karena itu, kita butuh aturan yang bersifat universal namun mampu menyatukan, sesuai fitrah manusia, dan tanpa mencederai hak-hak rakyat untuk kritis pada penguasa. Hanya Islam yang mampu memenuhi itu semua. Karena aturan Islam datangnya dari Allah pencipta manusia, yang paling tahu apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya.
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]