“Keberatan yang disampaikan sebagian masyarakat adalah hal yang wajar sebab kebijakan tersebut akan semakin menambah beban finansial. Selain itu, tidak semua anggota masyarakat memiliki smart phone. Bagi yang tidak memiliki gadget atau kuota pada akhirnya terpaksa membeli pertamax yang harganya lebih mahal karena mudah didapat.”
Oleh. Ummu Syafiq
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-“Kalau bisa dipersulit kenapa harus dibuat mudah?” Demikian salah satu cuitan warganet menyikapi kebijakan pemerintah terkait pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) dan minyak goreng curah yang menuntut penggunaan aplikasi.
Cuitan di atas merupakan sindiran keras, karena sudah terlalu banyak beban yang harus ditanggung oleh masyarakat. Walaupun kebijakan pemerintah tersebut belum direalisasikan, tapi sudah terbayang kesulitannya.
Sebagaimana dilansir dari Kompas.com (28/06/2022), pemerintah berencana akan menerapkan aplikasi MyPertamina bagi masyarakat yang akan membeli BBM berjenis pertalite dan solar bersubsidi. Khusus wilayah Jawa Barat, terdapat 4 daerah yang akan uji coba menerapkan aplikasi tersebut, yakni Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Kota Bandung, dan Sukabumi.
Untuk wilayah Kabupaten Bandung, sebagaimana dikatakan oleh pengawas SPBU Jalan Raya Cinunuk, Pampam baru bisa terlaksana setelah rapat pada tanggal 30 Juni 2022. (Kompas.com, Selasa 28/6/2022)
Keberatan yang disampaikan sebagian masyarakat adalah hal yang wajar sebab kebijakan tersebut akan semakin menambah beban finansial. Selain itu, tidak semua anggota masyarakat memiliki smart phone. Bagi yang tidak memiliki gadget atau kuota pada akhirnya terpaksa membeli pertamax yang harganya lebih mahal karena mudah didapat.
Beban rakyat terus bertambah, di saat harga kebutuhan pokok melambung tinggi, biaya sekolah mahal, Tarif Dasar Listrik (TDL) juga naik. Alhasil, kondisi mereka semakin sulit dan terimpit. Alasan penggunaan aplikasi agar subsidi yang diberikan tepat sasaran, benarkah demikian?
Bukan rahasia lagi, selama ini subsidi yang digulirkan pemerintah menuai banyak masalah. Mulai dari masalah validasi data, tidak tepat sasaran, sampai dikorupsi. Hal ini terus berulang tanpa solusi.
Naiknya harga minyak dunia selalu menjadi standar untuk menaikkan harga BBM di dalam negeri. Namun anehnya ketika harga minyak dunia turun, tidak serta merta harga BBM di dalam negeri ikut turun. Kalaupun turun sangatlah lamban dan hanya sedikit. Rakyat kecil dianggap beban, yang harus menunggu belas kasihan pemerintah atas nama subsidi.
Akibat menerapkan sistem kapitalisme sekuler, kekayaan alam yang begitu melimpah tidak mendatangkan berkah. Ditambah peran penguasa yang seharusnya menjamin setiap kebutuhan warganya tidak berfungsi dengan baik, karena penguasa hanya berperan sebagai regulator.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang mengklasifikasikan BBM menjadi kepemilikan umum (milkiyah ‘ammah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api” (HR. Abu Dawud).
Para ulama menjelaskan yang terkategori api dari hadis tersebut adalah seperti listrik, gas, bensin, batu bara, dan yang lainnya. Maka dari itu untuk memperolehnya tidak harus menyesuaikan harga dengan minyak dunia, ataupun atas nama subsidi, karena harta kepemilikan umum adalah hak rakyat. Haram bagi negara untuk mengambil keuntungan sekecil apa pun. Negara hanya sebagai pengelola saja. Kalaupun mau dijual ke luar negeri dengan syarat kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, maka keuntungannya harus dikembalikan bagi kepentingan rakyat.
Pengelolaan BBM sesuai syariat hanya bisa terlaksana dalam sistem Islam yang penuh berkah. Bukan hanya BBM, mata air yang saat ini dikuasai oleh para pengusaha tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Karena sama-sama terkategori kepemilikan umum, belum yang lainnya.
Pantaslah di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, masyarakat mendapatkan kesejahteraannya, sampai tidak ada satu orang pun yang berhak menerima zakat. Semoga saja Allah Swt. Menyegerakan hukum Allah tegak kembali di muka bumi sebagaimana masa silam. Aamiin. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.[]