"Dalam "misi perdamaian" yang dibawa pemerintah Indonesia ke negara yang berkonflik, pemerintah membangun kesan bahwasanya negeri ini menggunakan kemampuan diplomasi untuk berusaha mendamaikan konflik dan menyelamatkan nyawa. Namun, di saat yang bersamaan, tiada pembelaan yang berarti terhadap WNI yang bekerja di luar negeri. Benarkah pemerintah hanya mengusung "misi perdamaian" antara Ukraina VS Rusia untuk mendamaikan konflik internasional dan penyelamatan nyawa akibat perang tersebut, namun mengabaikan sisi kemanusiaan lainnya?"
Oleh : Siti Amelia Q. A
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Presiden Jokowi melakukan kunjungan kenegaraan ke Ukraina dan Rusia pada Rabu 29 Juni 2022, perjalanan tersebut dalam rangka membawa "misi perdamaian". Presiden Jokowi menemui presiden Ukraina dan presiden Rusia di Moskow.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi menyampaikan kepeduliannya terhadap dampak perang bagi kemanusiaan. Kunjungan Jokowi tersebut merupakan kunjungan pertama presiden Indonesia ke Ukraina dalam sejarah hubungan diplomatik dan juga kunjungan pertama Jokowi ke Moskow sebagai presiden. Seperti diketahui, Indonesia dari awal kemerdekaan menerapkan kebijakan politik luar negeri bebas aktif, artinya tidak memihak siapa pun negara yang bertikai. Bersikap netral merupakan jalan politik yang diambil negara Indonesia. Tujuan yang dapat diambil dalam politik bebas aktif adalah menguatkan dan mempertahankan perdamaian yang selaras dengan keanggotaan Indonesia dalam PBB.
Namun, upaya kunjungan presiden Jokowi ke dua negara tersebut juga tidak terbebas dari adanya agenda politik Indonesia. Memang jika ditelisik lebih lanjut, kedatangan Indonesia ke Ukraina dan Rusia tidak serta merta secara gamblang menghentikan konflik dua negara, apalagi jika dilihat posisi Indonesia bukanlah sebuah negara yang memiliki power di mata dunia internasional. Dalam kunjungan politik tersebut, Jokowi punya tujuan sendiri, salah satunya adalah dalam rangka menyelenggarakan G20, sebagai bukti bahwa Indonesia, khususnya Bali telah keluar dari wabah Covid-19. Tujuan lainnya adalah meminta Rusia menghentikan blokade atas ekspor gandum. Indonesia mengalami kesulitan gandum sehingga berdampak pada melonjaknya harga mi instan.
Di sisi lain, ada peristiwa yang terjadi hampir bersamaan dan harus segera mendapat perhatian pemerintah Indonesia, yakni adanya laporan dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia bahwa terdapat 149 TKI yang meninggal dunia di tahanan imigrasi Sabah, Malaysia. 149 TKI yang meninggal tersebut mengalami penganiayaan di rumah tahanan imigrasi Sabah, Malaysia.
Dalam "misi perdamaian" yang dibawa pemerintah Indonesia ke negara yang berkonflik, pemerintah membangun kesan bahwasanya negeri ini menggunakan kemampuan diplomasi untuk berusaha mendamaikan konflik dan menyelamatkan nyawa. Namun, di saat yang bersamaan, tiada pembelaan yang berarti terhadap WNI yang bekerja di luar negeri. Benarkah pemerintah hanya mengusung "misi perdamaian" antara Ukraina VS Rusia untuk mendamaikan konflik internasional dan penyelamatan nyawa akibat perang tersebut, namun mengabaikan sisi kemanusiaan lainnya?
Manakah yang seharusnya menjadi skala prioritas, atas dua peristiwa tersebut. Apakah persoalan ekonomi yang membawa "embel-embel" misi perdamaian atau banyaknya nyawa pekerja Indonesia yang telah melayang agar secepatnya diselesaikan?
Dalam sistem kapitalisme yang oleh seluruh dunia saat ini digunakan sebagai asas ekonominya, tentu saja persoalan ekonomi dan asas kemanfaatan selalu menjadi tujuan utama negara-negara pengusung sistem kapitalisme. Bagaimana hubungan politik luar negeri tersebut menguntungkan dan tetap menjaga eksistensi negara yang bersangkutan, sehingga persoalan-persoalan penting tapi tidak begitu memberi keuntungan signifikan, maka akan menjadi persoalan yang akan diselesaikan nanti, bahkan bisa jadi tidak mendapat solusi penyelesaian. Sehingga bisa ditebak dari persoalan di atas mana yang akan menjadi skala prioritas untuk diselesaikan.
Sangat berbeda jika sebuah negara mendasari politik luar negerinya dengan landasan Islam. Akidah Islam jelas menjadi asas bagi seluruh bentuk hubungan yang dijalankan oleh kaum muslim, termasuk politik dalam dan luar negeri. Dalam persoalan politik luar negeri Khilafah ada juga aturan yang berhubungan dengan nyawa manusia, terutama yang menyangkut warga negaranya. Dalam sistem Islam membunuh satu nyawa tak berdosa sama dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia. Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia, seperti dalam firman Allah Swt yang terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 32.
مِنْ اَجْلِ ذٰلِكَ ۛ كَتَبْنَا عَلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اَنَّهٗ مَنْ قَتَلَ نَفْسًاۢ بِغَيْرِ نَفْسٍ اَوْ فَسَادٍ فِى الْاَرْضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيْعًاۗ وَمَنْ اَحْيَاهَا فَكَاَنَّمَآ اَحْيَا النَّاسَ جَمِيْعًا ۗوَلَقَدْ جَاۤءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنٰتِ ثُمَّ اِنَّ كَثِيْرًا مِّنْهُمْ بَعْدَ ذٰلِكَ فِى الْاَرْضِ لَمُسْرِفُوْنَ
"Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya Rasul Kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas di bumi."
Jangankan pembunuhan, menimpakan bahaya dan kesusahan kepada sesama juga diharamkan Islam. Apalagi jika pelakunya adalah penguasa yang menimpakan kesusahan dan bahaya kepada rakyatnya. Islam memberikan sanksi yang keras berupa hukuman qishash kepada pelaku pembunuhan.
Begitu berharganya nyawa seorang manusia dalam sistem Islam, hingga jika 149 nyawa melayang maka betapa besarnya pertanggungjawaban seorang penguasa di hadapan Allah Swt kelak. Seperti itulah Islam sangat detail mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dari bangun tidur hingga bangun negara.[]