Krisis Pangan Mengancam, Bagaimana Dunia Bisa Bertahan?

“Bukan karena jumlah bahan pangannya yang sedikit, namun karena suplai bahan pangan ini terhambat akibat alasan geopolitik. Sementara negara pengimpor yang mayoritas adalah negara-negara berkembang dan miskin yang paling merasakan imbasnya akibat ketergantungan ekonomi yang diciptakan oleh negara-negara kapitalis melalui liberalisasi perdagangan.”

Oleh. Dwi Indah Lestari, S.TP
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Krisis pangan menjadi salah satu isu yang dibahas dalam pertemuan Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen di sela acara Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank G20 di Bali. Keduanya sepakat bahwa isu geopolitik, utamanya dampak konflik di Ukraina membawa konsekuensi terjadinya krisis pangan dan energi yang sedang berlangsung (finance.detik.com, 17/7/2022).

Saat membuka Pertemuan Sherpa ke-2 di Labuan Bajo yang diadakan secara virtual, Minggu (10/7/2022), Menteri Perekonomian Airlangga Hartanto pun meminta dukungan seluruh negara yang hadir untuk bekerja sama secara global mengatasi krisis yang tengah terjadi. Di antaranya adalah terjadinya lonjakan harga energi dan komoditas pangan, di tengah upaya pemulihan pasca Covid-19 (cnbcindonesia.com, 10/7/2022).

Mengapa Bisa Terjadi Krisis Pangan?

Ancaman krisis pangan global bukanlah isapan jempol. Lonjakan harga bahan pangan menjadi salah satu isyaratnya, sebagaimana yang dialami oleh rakyat Indonesia. Bahkan Presiden Joko Widodo sendiri menyatakan bahwa krisis pangan adalah peringatan yang nyata. Menurut Global Hunger Index (GHI) Indonesia menempati urutan ketiga tertinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara dalam indeks tingkat kelaparan dan urutan ke-73 dari 116 negara secara global.
https://narasipost.com/2022/03/31/ketergantungan-impor-menjadikan-negara-tidak-mandiri/

Naiknya harga komoditas pangan beberapa waktu terakhir disinyalir lebih disebabkan oleh kebijakan pembatasan ekspor sejumlah negara. Selain itu konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina juga disebut-sebut berkontribusi terhadap kenaikan harga bahan pangan dan energi. Alhasil hal ini jelas mengganggu pasokan bahan pangan yang semakin menipis terutama bagi negara-negara pengimpor, sehingga terjadi ledakan harga dan berpotensi menyebabkan krisis.

Hal ini juga dipengaruhi oleh ketergantungan negara-negara pengimpor terhadap negara pengekspor, yang sebenarnya merupakan dampak dari liberalisme perdagangan (pasar bebas) yang kini menjadi kebijakan global. Free trade telah menghantarkan negara-negara untuk bebas memasarkan komoditas unggulannya kepada negara mana pun. Sayangnya hal ini menjadikan hukum rimba pun berlaku. Siapa yang kuat dia yang berkuasa.
https://narasipost.com/2021/08/08/kapitalisme-biang-kerok-naiknya-harga-bahan-pokok/

Negara-negara besar dengan kemampuan finansial besar sudah bisa diprediksi menjadi pemenang dan mengendalikan arus perdagangan dunia. Hal ini mendorong terciptanya ketergantungan ekonomi dari negara-negara berkembang dan miskin dalam memenuhi kebutuhan bahan pangan dan energi, yaitu dengan melakukan impor, sekaligus menjadi sebab kolapsnya sektor pertanian. Inilah yang bisa dilihat dari semakin tingginya jumlah impor yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia selama kurun waktu ini.

Selain itu, turut bermainnya lembaga-lembaga dunia dalam menentukan kebijakan ekonomi suatu negara semakin memperburuk keadaan. Pemberian utang oleh IMF sebagai contohnya selalu disertai dengan syarat tertentu yang harus dipatuhi negara pengutang. Seperti penurunan bea impor produk pangan hingga mengubah mindset swasembada pangan menjadi pro impor. Keberadaan WTO pun sukses menyetir kebijakan ekonomi negara-negara yang terlibat di dalamnya, termasuk Indonesia.

Akhirnya, saat negara-negara pengekspor mulai membatasi kegiatan ekspornya, negara-negara pengimpor pun kelimpungan. Mereka tak punya daya untuk mengatasi krisis pangan yang mengancam negerinya, sebab ketergantungan ekonomi yang sedemikian akut. Kebijakan Food State yang beberapa waktu lalu digadang-gadang sebagai proyek untuk menciptakan ketahanan pangan di Indonesia pun menjadi utopis rasanya.

Inilah yang menjadi akar persoalan dari krisis pangan yang terjadi di dunia saat ini, termasuk mengintai Indonesia. Bukan karena jumlah bahan pangannya yang sedikit, namun karena suplai bahan pangan ini terhambat akibat alasan geopolitik. Sementara negara pengimpor yang mayoritas adalah negara-negara berkembang dan miskin yang paling merasakan imbasnya akibat ketergantungan ekonomi yang diciptakan oleh negara-negara kapitalis melalui liberalisasi perdagangan.

Krisis Pangan Tuntas dalam Sistem Islam

Pasar bebas yang diciptakan oleh kapitalisme sudah sangat jelas yang telah menggiring negara-negara di dunia menuju jurang krisis pangan. Untuk itu, sistem bobrok ini sangat layak untuk ditinggalkan. Sudah saatnya dunia melirik sistem Islam sebagai alternatif solusi yang sesungguhnya untuk dapat bertahan dari ancaman krisis pangan.

Dalam pandangan Islam, sebenarnya cukup banyak sumber daya untuk menyediakan makanan bagi setiap manusia di dunia. Hanya saja, yang terjadi saat ini adalah dikuasainya sumber daya tersebut oleh segelintir negara besar sehingga terjadi ketimpangan dalam distribusinya. Apalagi ditambah dengan tidak adanya ketahanan pangan akibat ketergantungan impor semakin membuat negara pengimpor terpuruk saat krisis pangan melanda.
https://narasipost.com/2021/08/08/mimpi-ketahanan-pangan-akankah-terwujud-dalam-genggaman-kapitalisme/

Oleh karena itu, Islam menggariskan agar negara Islam, yaitu Khilafah, harus membangun ketahanan pangan dalam negeri. Hal ini untuk menghindarkan diri dari ketergantungan ekonomi kepada negara lain. Melalui dua metode dalam kebijakan di sektor pertanian, hal ini dapat diwujudkan. Pertama, dengan melakukan upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan. Hal ini dijalankan dengan penggunaan mesin-mesin pertanian yang modern dan canggih, obat-obatan, benih, dan bibit yang berkualitas.

Selain itu, Khilafah akan memberikan modal dan pelatihan keterampilan bagi para petani, sehingga mereka mampu bercocok tanam secara baik dan produktivitas bahan pangan yang dihasilkan meningkat. Kedua, adalah dengan ekstensifikasi lahan pertanian, yaitu mendorong berbagai usaha untuk menghidupkan tanah yang mati. Khilafah mewajibkan pemilik lahan yang produktif, untuk mengelola tanahnya. Bila tidak mampu, negara akan memberikannya pada siapa saja yang sanggup.

Dengan dua metode ini, produksi bahan pangan akan optimal. Berbagai jenis komoditas pangan akan dapat dihasilkan secara mandiri di dalam negeri. Khilafah juga akan mendukung berbagai riset untuk menemukan varietas-varietas unggul, teknik bertani serta mesin-mesin pertanian yang canggih, sehingga ketahanan pangan semakin nyata terwujud. Dengan begitu ketergantungan suplai pangan melalui impor tidak akan terjadi.

Sebab ketergantungan impor jelas akan menyebabkan kedaulatan Khilafah terancam. Kebijakan negara mudah disetir oleh negara lain melalui jalan ini. Padahal, Allah jelas melarang kaum muslim untuk memberikan jalan bagi kaum kafir agar dapat menguasai mereka.

“…Dan Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’ : 141)

Khilafah juga akan melarang terjadinya penimbunan komoditas pangan yang diperdagangkan, yang dapat menyebabkan harganya melambung naik. Sekaligus memastikan harga yang tercipta sesuai dengan mekanisme pasar. Praktik kartel dan monopoli perdagangan juga akan diberangus. Akses jalur distribusi seperti jalan akan dibangun, agar suplai bahan pangan tidak mengalami gangguan dari aspek ini. Sanksi tegas pun diterapkan pada oknum-oknum yang melanggar syariat.

Di sisi lain, apabila krisis pangan memang terjadi, misalnya karena gagal panen akibat cuaca atau lainnya, maka Islam pun telah memiliki mekanisme untuk mengatasinya. Khilafah yang merupakan negara besar tanpa sekat-sekat nasionalisme, akan memerintahkan wilayah lain yang produksi pangannya melimpah untuk menyuplai wilayah yang terkena krisis. Dengan begitu krisis akan dapat segera diatasi dan tidak berkepanjangan.
https://narasipost.com/2021/11/30/bersatu-bergerak-lepaskan-dependensi-ekonomi-ala-kapitalisme/

Inilah solusi Islam dalam mengatasi krisis pangan. Khilafah benar-benar hadir melayani kemaslahatan rakyatnya. Bukan seperti negara-negara saat ini yang hanya sibuk berdiskusi mencari solusi krisis pangan di forum-forum, namun tak bertindak nyata untuk mengatasinya. Sudah saatnya umat menyadari kerusakan sistem hidup kapitalisme saat ini yang hanya menyengsarakan manusia. Dan beralih pada sistem Islam kaffah dalam naungan Khilafah.

Wallahu’alam bisshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dwi Indah Lestari Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kapitalisme Neoliberal Menyebarkan ‘Wabah Krisis’ di Barat dan Timur
Next
Percikan Inspirasi pada Suatu Pagi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram