"Fenomena ini membuktikan bahwa sistem kapitalisme yang memuja materialisme, liberalisme, sekularisme, dan demokrasi, nyatanya tak mampu mengantisipasi ketidakpastian global seperti pada sektor perekonomian. Resesi akan terus terjadi berulang kali. Akibatnya, rakyat yang hidup di negeri yang gemah ripah loh jinawi seperti di Indonesia ini pun tak luput dari kesusahan ekonomi."
Oleh. Erdiya Indrarini
(Pemerhati Publik dan Kontributor NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Waspadalah, dunia mengalami krisis. Perekonomian terjun tak terkendali. Harga-harga pun membubung tinggi. Tak bisa mengelak, hal ini mulai menghantam ekonomi dalam negeri. Mampukah negara mengantisipasi?
Dalam pembukaan Rakornaswasin BPKP, Selasa (14/6/2022), Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa sekitar 60 negara akan ambruk perekonomiannya, yang 40 diperkirakan sudah pasti. Hal ini didasarkan pada data dari Bank dunia, yakni IMF (International monetary Fund). Jokowi pun menyampaikan bahwa saat ini, dunia sedang mengalami ketidakpastian, terutama dalam sektor pangan dan energi. Oleh sebab itu, ia meminta jajaran menterinya agar peka dan menyiapkan berbagai antisipasi terhadap krisis. (liputan6.com, 17/6/2022)
Penyebab situasi ini diduga karena pandemi Covid-19 yang belum usai, dan dampak dari perang Rusia dan Ukraina. Banyak negara kini harus menghadapi lonjakan harga energi dan pangan, sehingga membuat inflasi meroket. Di samping itu, Amerika Serikat juga sangat bernafsu dalam kenaikan suku bunga acuan. Sehingga membuat panik para pelaku pasar. Hal ini juga mendorong mereka menaikkan suku bunga. CNBC Indonesia menelusuri laporan Bank Dunia yang disampaikan Jokowi. Memang benar, ada beberapa negara yang diperkirakan akan mengalami resesi. Di antaranya Rusia dengan -8,9%, Ukraina -45,1%, Kirgistan -2% dan Moldova -0,4%. Juga daerah Amerika Latin, kawasan Timur Tengah, Asia Selatan dan lain-lain. (cnbcindonesia.com, 14/6/2022)
Sistem Kehidupan Buatan Manusia
Kemerosotan ekonomi dunia melanda tak terkecuali Indonesia, sebuah negeri yang terkenal kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA). Hal ini karena perekonomian datur dengan sistem yang sama, yaitu sistem perekonomian kapitalisme. Sebuah sistem bernegara, yang diagung-agungkan oleh Barat dan sekutunya. Juga di pakai oleh banyak negara, termasuk Indonesia.
Sistem kapitalisme yang di dalamnya ada sekularisme, liberalisme, materialisme, juga demokrasi, lahir dari persetujuan antara kaum agama saat itu (gereja), dengan kaum intelektual Barat. Pada mulanya, kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Barat, diatur oleh agama (gereja). Namun kenyataannya, banyak ketidaksesuaian dan kekacauan. Akhirnya, kaum intelektual protes. Selanjutnya, mereka bersepakat untuk tidak menjadikan agama sebagai landasan mengatur kehidupan. Itulah paham sekularisme yang merupakan anak kandung dari sistem kapitalisme. yaitu menjauhkan aturan agama dalam mengatur kehidupan, kecuali sekadar dalam beribadah dan berakhlak saja.
Kala itu memang logis jika menolak agama (Kristen) sebagai landasan mengatur kehidupan. Karena, agama (Kristen) tidak mempunyai aturan/sistem bagaimana mengatur perekonomian rakyat. Tak ada juga sistem bagaimana mengatur politik, sosial, budaya, juga bagaimana mengatur keamanan dan pertahanan rakyat, dan lain-lain. Maka, sejak kesepakatan saat itu, para intelektual Barat mulai merancang sebuah sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan menyebarkannya ke seluruh dunia agar setiap negara turut menerapkannya. Sistem itulah yang kita kenal dengan sistem kapitalisme yang menerapkan demokrasi, dengan paham sekularisme, yakni hukum dan peraturan dibuat oleh manusia.
Sistem perekonomian Kapitalisme
Dalam sistem kapitalisme, landasan kebahagiaan adalah kesenangan dunia dan banyaknya materi. Sehingga dalam menentukan semua kebijakan, akan mengedepankan pada nilai materi semata. Tak peduli walaupun agama melarang, yang penting keuntungan materi dan kesenangan pribadi atau golongan.
Begitu juga kebijakan dalam perekonomian. Perekonomian ala sistem kapitalisme ini meniscayakan ekonomi berputar pada orang-orang kaya. Hal ini terlihat pada praktik spekulasi yang ada pada bursa saham dan pasar modal. Di samping sifatnya gharar (ketidakpastian), juga sarat dengan riba yang luar biasa. Jika dalam bank terjadi riba 10%, tapi dalam pasar modal atau bursa saham bisa mengandung riba ratusan persen bahkan lebih. Praktik-praktik seperti inilah yang membentuk jiwa-jiwa menjadi rakus dan mengundang krisis ekonomi semakin sering terjadi.
Selain itu, sistem ini juga menganut paham liberalisme, yaitu kebebasan. Termasuk bebas memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah untuk diprivatisasi, baik oleh individu maupun swasta. Wajar, yang kaya makin kaya, yang miskin kian tak berdaya. Ironisnya, pendapatan negara malah mengandalkan pajak dan utang luar negeri.
Wajar, negara yang kaya SDA seperti Indonesia pun, bisa ambruk perekonomiannya. Sementara, SDA yang harusnya dikelola negara untuk melayani kebutuhan rakyat, malah diprivatisasi oleh segelintir individu saja. Akibatnya, negara menjadi lemah, tak berdaulat. Maka tak heran, jika penguasanya hanya bisa tunduk pada kemauan para kapitalis yaitu para pemilik kapital/modal.
Tak cuma itu, mata uang yang dipakai pun sangat berpengaruh terciptanya krisis global maupun nasional. Hal ini karena setiap negara memiliki mata uang sendiri. Semua mata uang di setiap negara disandarkan pada kekuatan global yang dikendalikan oleh Amerika (Barat). Sedangkan Barat menggunakan mata uang dolar. Alhasil, dolarlah yang paling kuat. Dolar Amerikalah yang bisa memainkan peran untuk mengendalikan, apakah di sebuah negara akan terjadi krisis, ataukah tidak.
Dilihat dari penerapan perekonomian kapitalisme itu, bisa ditarik kesimpulan bahwa krisis global bukan semata karena krisis Rusia dan Ukraina, juga bukan karena pandemi Covid-19. Terbukti, krisis selalu berulang terjadi, bahkan dengan interval waktu yang semakin memendek. Hal ini diperparah dengan terus berkembangnya sektor ekonomi nonriil. Mirisnya, pasar modal dan bursa saham yang sarat dengan praktik riba yang menggila ini, malah gencar dikampanyekan di kampus-kampus. Jangan heran jika krisis akan semakin sering terjadi.
Fenomena ini membuktikan bahwa sistem kapitalisme yang memuja materialisme, liberalisme, sekularisme, dan demokrasi, nyatanya tak mampu mengantisipasi ketidakpastian global seperti pada sektor perekonomian. Resesi akan terus terjadi berulang kali. Akibatnya, rakyat yang hidup di negeri yang gemah ripah loh jinawi seperti di Indonesia ini pun tak luput dari kesusahan ekonomi. Inilah ironi negeri kaya tapi rakyatnya banyak yang menderita karena memakai sistem buatan manusia (Barat), bukan dari Tuhan, Allah Swt.
Negara Harus Bertakwa
Oleh karenanya, jika negeri-negeri muslim ingin meningkatkan taraf kesejahteraan rakyatnya yang adil dan makmur, dan terhindar dari krisis, maka harus bertobat, yaitu tegas memutuskan untuk tidak lagi menerapkan sistem buatan manusia yang telah nyata kebobrokannya, juga tidak ada keadilan, dan merusak di berbagai sendi kehidupan. Negeri-negeri muslim harus bertekad menerapkan dan melaksanakan menurut apa-apa yang telah ditetapkan Allah Swt.
Sudah menjadi ketetapan bahwa Islam adalah agama terakhir. Ia lahir sebagai penyempurna atas agama-agama sebelumnya. Hanya Islam satu-satunya agama yang tidak sekadar mengatur tentang ibadah. Hanya Islam agama yang memiliki sistem kehidupan, seperti sistem ekonomi Islam, sistem politik Islam, sistem bernegara, dan sebagainya. Bahkan dari bangun tidur, masuk kamar kecil saja ada sistemnya, ada aturannya. Apalagi dalam membangun negara dan masuk ke dalam surga. Semua memiliki aturan yang wajib dijalankan bagi setiap manusia. Seluruh aturan itu ada dalam Al-Qur'an sebagai petunjuk kehidupan, yang dibuat langsung oleh Allah Swt.. sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya :
"Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. " (QS. Al Baqarah : 2)
Semua yang ada dalam Al-Qur’an juga merupakan aturan/hukum yang terbaik, dan sempurna. Tak ada yang bisa menandingi kesempurnaannya. Karena sebagai pencipta, Allahlah yang memahami rahasia di balik pensyariatan hukum tersebut. Maka menjadi keharusan bagi manusia untuk menerapkan semua hukum yang ada dalam Al-Qur’an. Allah telah berfirman yang artinya :
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (Qs. Al Maidah : 50)
Sistem Perekonomian Islam
Islam memiliki sistem perekonomian yang antikrisis. Hal ini telah terbukti selama 13 abad lamanya. Semasa sistem Islam berkuasa, tidak pernah terjadi krisis atau inflasi. Hal ini karena sistem perekonomian Islam menggunakan mata uang asli, yaitu emas dan perak. Bukan menggunakan uang palsu seperti kertas, atau sejenisnya. Dengan menggunakan emas dan perak maka nilainya stabil, tak akan mengalami inflasi karena berlaku sama di seluruh dunia. Sehingga tidak memungkinkan ada dominasi seperti dolar yang mendominasi seluruh mata uang dunia.
Sistem perekonomian Islam juga mengharamkan praktik perjudian atau spekulasi sebagaimana pada bursa saham. Juga mengharamkan praktik ribawi. Hal ini sebagai ketundukan terhadap hukum Allah Swt. yang mengharamkan riba, sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya :
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Qs. Al Baqarah : 275)
Selain itu, jika negara menerapkan sistem perekonomian Islam, maka pemerintah tak mungkin memprivatisasi SDA kepada individu, atau swasta, apalagi kepada asing. Baik yang ada di permukaan bumi, di dalam lautan, juga yang terkandung di dalamnya. Individu boleh memiliki dengan jumlah yang terbatas/wajar. Karena SDA adalah milik umum/rakyat baik muslim maupun nonmuslim, bukan milik individu, golongan, juga bukan milik pemerintah. Namun, semua akan dikelola oleh negara dengan mengoptimalkan keahlian generasi bangsa. Hasilnya, untuk kebutuhan dasar rakyat seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, gaji pegawai juga untuk infrastruktur. Kepemilikan umum ini didasarkan pada sabda Rasulullah yang artinya :
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Oleh karenanya, umat harus segera menyadari. Masalah kehidupan yang sering timbul, termasuk bidang perekonomian, disebabkan tidak adanya ketakwaan negara terhadap aturan sang pencipta, Allah Swt. Bukannya menerapkan hukum-hukum dan aturan yang datang dari Nya, malah menerapkan sistem pemerintahan buatan manusia/penjajah yang penuh kepentingan dan jauh dari keadilan.
Jangan menutup mata, kini saatnya umat bangkit, untuk berjuang menerapkan Islam secara kaffah, baik oleh individu, masyarakat, terlebih dalam bernegara. Hanya dengan itu keberkahan akan Allah turunkan. Sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya :
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi " (Qs. Al-A'raf: 96)
Wallahua'lam bisshowab[]