"Islam memberikan perhatian terhadap persoalan pangan karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam Islam, penguasa wajib menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pangan oleh semua kalangan masyarakat."
Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Badan Pusat Statistik (BPS) sebagaimana yang dilansir cnbcindonesia.com (01/07/2022) melaporkan inflasi pada Juni mencapai 0,61%, melesat dibandingkan yang tercatat pada Mei yakni 0,4%. Sementara secara tahunan inflasi pada Juni menembus 4,35%. Hal itu menjadi catatan inflasi tertinggi selama lima tahun terakhir.
Harga yang bergejolak menjadi pengungkit inflasi yang jauh di atas target pemerintah. Menurut Kepala BPS, Margo Yuwono, hujan besar yang masih berlangsung menjadi penyebab harga-harga beberapa komoditas seperti sayuran, buah-buahan dan bumbu-bumbuan melesat tinggi. Harga cabai rawit makin pedas, melonjak 53% mencapai Rp80.000 per kg. Harga telur ayam ras mencapai Rp28.500 per kg, bahkan di beberapa daerah merangkak hingga Rp30.000 per kg. Harga sayuran juga terus terkerek mengikuti kenaikan harga komoditas lainnya.
Kenaikan harga pangan ini tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dalam negeri, tetapi juga dampak dari kenaikan harga di tingkat internasional. Sejumlah negara masih memberlakukan pembatasan ekspor komoditas pangan yang membuat pasokan global berkurang sehingga harga naik. (cnbcindonesia.com, 01/07/2022)
Berbagai kalangan mengkritik bahwa kondisi saat ini bisa dihindari jika Indonesia memiliki kedaulatan pangan. Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli Ardiansyah, menjelaskan bahwa kenaikan berbagai harga komoditas mencerminkan Indonesia belum berdaulat pangan sehingga rentan terhadap fluktuasi harga pasar. Ketika ada gejolak di tingkat global langsung berpengaruh ke kondisi dalam negeri. (republika.co.id, 06/03/2022)
Fakta ini juga terungkap dalam rapat kerja anggota DPR akhir Maret lalu. Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengungkapkan di hadapan anggota Komisi IV DPR saat itu bahwa Indonesia memiliki tingkat ketergantungan pangan yang tinggi terhadap komoditas pangan impor. (merdeka.com, 19/04/2022)
Negara Subur tapi Rakyat Kelaparan
Nasib rakyat Indonesia ibarat pepatah anak ayam mati di lumbung padi. Indonesia negara yang dianugerahi tanah subur, kata orang bak tanah surga. Biji dilempar bisa tumbuh, tongkat kayu dan batu bisa jadi tanaman. Karenanya sungguh ironi, negara yang kaya akan sumber daya alam malah menjadi salah satu pengimpor terbesar di dunia. Apa yang bisa dihasilkan di dalam negeri tetap didatangkan dari negara lain. Mestinya pemerintah bisa memanfaatkan kondisi alam Indonesia yang strategis. Selain subur juga berada di wilayah tropis yang memiliki curah hujan tinggi. Kondisi ini membuat banyak tanaman bisa tumbuh dengan baik dan cepat.
Sebagai negara agraris, negara bisa membuat kebijakan agar Indonesia memiliki kedaulatan pangan. Mengupayakan pemenuhan pangan melalui produksi lokal, mendorong produk pertanian dalam negeri serta menguatkan peranan petani.
Sebutan negara agraris bukan hanya karena luasnya lahan pertanian, tetapi juga besarnya jumlah penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Jika petani memperoleh penghasilan dari hasil panennya, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lapangan pekerjaan di bidang perkebunan dan pertanian akan terbuka. Tentunya ini dapat memperkuat perekomian dalam negeri.
Namun, sekarang banyak lahan pertanian yang sudah beralih fungsi menjadi daerah perindustrian dan perumahan. Ditambah lagi perlindungan terhadap petani sangat lemah, sehingga pekerjaan petani sudah banyak ditinggalkan terutama oleh kalangan anak muda karena mereka lebih memilih bekerja di sektor jasa atau manufaktur.
Lahan pertanian menyusut, jumlah petani semakin berkurang, kebijakan-kebijakan negara yang sering merugikan petani mengakibatkan Indonesia berada dalam situasi bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Di balik kebijakan impor yang selama ini sering menjadi jalan pintas, tersimpan bahaya tersembunyi yang bisa membawa pada krisis pangan yang dapat berujung pada ancaman kelaparan.
Solusi Islam terkait Ketahanan Pangan
Islam memberikan perhatian terhadap persoalan pangan karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam Islam, penguasa wajib menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pangan oleh semua kalangan masyarakat. Caranya melalui penerapan hukum Islam, aturan sempurna dari Allah Swt dengan penerapan berbagai kebijakan secara terpadu.
Tanah adalah kepemilikan rakyat sehingga siapa saja boleh menguasai lahan dengan jalan menghidupkannya. Setiap orang yang memiliki lahan pertanian diharuskan mengelolanya dan dilarang menyewakannya. Jika ada penelantaran tanah selama tiga tahun berturut-turut, tanahnya akan diambil negara dan diserahkan kepada yang lain. Negara harus memastikan agar tidak terjadi pengalihan fungsi lahan tanah-tanah pertanian.
Baitulmal akan memberikan modal kepada para petani yang membutuhkan agar mampu menggarap tanahnya. Tidak hanya dibantu dari sisi pemodalan, petani dibina agar dapat meningkatkan produktivitasnya.
Impor pangan bukan hal yang diharamkan, namun negara tidak akan melakukannya jika memang diperlukan untuk melindungi kaum petani dan bisa mengancam kedaulatan negara. Bahkan Islam mengharamkan adanya persengkokolan dalam negeri yang bisa mempermainkan harga seperti persengkokolan untuk menimbun barang dengan tujuan mengendalikan harga barang.
“Siapa yang melakukan menimbun makanan terhadap kaum Muslim, Allah akan menimpakan kepada dirinya kebangkrutan atau kusta” (HR Ahmad)
Negara akan menghukum para pelakunya semisal melarang mereka berdagang sampai jangka waktu tertentu sebagai sanksi untuk mereka. Tindakan ini terutama ditujukan kepada para pengusaha dan pedagang besar yang paling mungkin melakukan tindakan zalim tersebut.
Negara membangun infratruktur seperti jalan untuk menjamin pendistribusian pangan ke seluruh daerah, berikut irigasi-irigasi untuk mengairi lahan-lahan pertanian. Zakat hasil pertanian dan zakat perdagangan diberlakukan sebagai pemasukan untuk Baitulmal yang dimanfaatkan sesuai dengan peruntukkannya.
Jika ada sebuah tempat yang mengalami kekurangan pangan, negara akan menyerukan penduduk di daerah lainnya dalam wilayah Islam untuk membantu. Sebagaimana yang pernah terjadi pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab. Saat itu wilayah Hijaz dalam keadaan kemarau yang berkepanjangan sehingga para penduduknya kelaparan. Tanaman kering kerontang, peternakan hancur total karena hewan-hewan kurus kering dan tidak menghasilkan susu.
Umar bin Khattab menulis surat pada para gubernurnya yang berada dalam wilayah kekhilafahan dan meminta mereka mengirimkan bantuan. Lalu berdatanganlah bantuan dari Amr bin Ash di Mesir, Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, Sa'ad bin Abi Waqqash di Irak dalam bentuk makanan dan pakaian.
Islam mewajibkan pemimpinnya memenuhi semua kebutuhan dasar rakyat termasuk pangan. Selain itu, ditanamkan kepedulian di antara rakyat sebagaimana yang dicontohkan pemimpinnya agar tidak ada yang mati kelaparan. Semua saling membantu untuk meringankan saudaranya.
Demikianlah sistem Islam membangun ketahanan pangan yang dibangun di atas dasar ketakwaan. Ketahanan pangan bisa diwujudkan melalui penerapan Syariat Islam secara menyeluruh. Penerapan hukum Islam secara parsial mustahil mewujudkan negara berkedaulatan pangan.[]