"Sebenarnya akar persoalan yang menimpa TKI di luar negeri adalah adanya salah kelola Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Mengapa banyak warga Indonesia yang menjadi buruh migran? Karena mereka tidak merasakan nikmatnya hasil kekayaan alam negeri sendiri. Bagaimana tidak, sumber daya alam yang seharusnya dikelola dengan baik justru banyak diekspor keluar negeri untuk kepentingan asing daripada mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan rakyat."
Oleh. Miladiah al-Qibthiyah
(Wakil RedPel NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Penyiksaan terhadap TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri kembali terjadi khususnya di sektor domestik. Adelina yang merupakan satu dari sekian korban kekerasan yang terus berulang rela meregang nyawa akibat kisah tragis yang dialaminya di negeri Jiran. Berbagai kasus penyiksaan yang dialami oleh buruh migran seyogianya pemerintah meninjau ulang aturan-aturan ketenagakerjaan agar berpihak kepada buruh migran, minimal berkomitmen memberikan perlindungan dan perawatan trauma kepada korban.
Sebagaimana kasus yang dialami Adelina Lisao, sampai saat ini sang majikan rupanya dibebaskan dari kasus kematian Adelina. Bukankah ini merupakan cermin ketidakadilan?
Melansir bbc.com, Mahkamah Persekutuan Malaysia, yang setara dengan Mahkamah Agung di Indonesia telah mengesahkan pembebasan majikan Adelina Lisao, pada Kamis (23/06). Ini menunjukkan adanya ketidakseriusan terhadap penanganan kasus kematian Adelina. Secara fakta, Adelina telah meninggal di rumah majikan dengan kondisi luka infeksi yang tak diobati akibat penyiksaan di sekujur tubuhnya. Pun berdasarkan pengakuan di persidangan, alm. tidak pernah dibawa ke dokter. Ini merupakan indikasi kuat bahwa tidak ada pihak yang bertanggung jawab atas kematian Adelina. (bbc.com, 23/06/2022)
Sebagai manusia normal, tentu persaksian ini sulit diterima akal sehat. Bagaimana mungkin ada seseorang yang meninggal sedemikian tragis di rumah majikannya, namun tak ada pihak yang bertanggung jawab atas hal tersebut? Di saat yang sama pula, Presiden RI atas nama kemanusiaan melakukan kunjungan diplomasi ke Ukraina untuk misi damai atau mendamaikan konflik dan menyelamatkan ribuan nyawa di sana. Lalu, di mana letak keadilan untuk alm. Adelina dan keluarga korban? Bukankah penyelamatan TKI di luar negeri lebih penting dari hanya sekadar kunjungan misi kedamaian?
Krisis Keadilan
Kasus Adelina tentu saja mewakili para buruh migran yang tidak mendapatkan keadilan di luar negeri dan ini bukan kali pertama. Para majikan bebas berbuat aniaya, bertindak semena-semena, dan tidak berperikemanusiaan terhadap TKI. Para penguasa pun dinilai sangat lambat menyelesaikan persoalan TKI. Lalu pertanyaannya, di mana perlindungan hukum dan hak asasi mereka? Apakah hukum dan Undang-Undang HAM (Hak Asasi Manusia) hanya sebatas retorika tanpa ada upaya penyelamatan?
Fenomena TKI sebenarnya patut kita cermati. Mengapa? Sebab, minat warga negara Indonesia menjadi TKI tidak pernah surut untuk berikhtiar mengubah nasib mereka di luar negeri. Padahal, kerap diberitakan di media tentang maraknya perdagangan manusia, pengebirian, kasus kematian, penipuan, penelantaran, pemerkosaan, pelecehan, pun upah tidak dibayar hingga deportasi. Pemerintah sebaiknya mengkaji ulang mengapa warga negaranya lebih memilih bekerja di luar negeri ketimbang dalam negeri.
Jika berbicara masalah ketenagakerjaan, tentu hal ini erat kaitannya dengan faktor ekonomi. Faktor ekonomilah yang mendorong mereka bekerja di luar negeri. Tak dimungkiri, akses berbagai peluang kerja di negeri ini belum memadai. Peluang kerja pun saling terkoneksi dengan kualitas sumber daya manusia, apakah karena tingkat pendidikan atau keterampilan yang rendah atau karena berbagai kebijakan yang memang membatasi atau memperkecil akses peluang mendapatkan pekerjaan. Ini adalah catatan merah yang patut dievaluasi agar WNI tidak lagi mengadu nasib ke luar negeri.
Kemiskinan atau tuntutan ekonomi yang mendesak, sementara penghasilan sangat minim dan tidak rutin khususnya di sektor pertanian atau industri-industri kecil bisa saja menjadi faktor WNI memilih menjadi TKI. Maka, sejatinya yang menciptakan rasa ketidakadilan di negeri sendiri tidak lain adalah mereka para pemegang tampuk kekuasaan. Sangat terlihat perbedaan signifikan terhadap akses pelayanan dan fasilitas umum antara konglomerat dan rakyat jelata.
Oleh karena itu, jika benar ingin menegakkan dan memberikan keadilan serta pembelaan bagi para TKI, maka pemerintah Indonesia harus terus melakukan upaya diplomasi dalam kasus hukum yang menimpa alm. Adelina dan Malaysia harus segera membuat regulasi perlindungan pekerja migran, agar tak ada lagi tenaga kerja Indonesia yang bernasib sama bahkan lebih tragis dari kasus alm. Adelina. Selain itu, pemerintah harus memberikan keadilan yang merata bagi seluruh warga negaranya. Sebab, Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat memungkinkan membuat dan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, mengingat luas wilayahnya yang sangat strategis dan melimpahnya sumber daya alam dari hasil hutan, dasar laut, maupun yang keluar dari perut bumi.
Jaminan Kesejahteraan
Sebenarnya akar persoalan yang menimpa TKI di luar negeri adalah adanya salah kelola Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Mengapa banyak warga Indonesia yang menjadi buruh migran? Karena mereka tidak merasakan nikmatnya hasil kekayaan alam negeri sendiri. Bagaimana tidak, sumber daya alam yang seharusnya dikelola dengan baik justru banyak diekspor keluar negeri untuk kepentingan asing daripada mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan rakyat.
Maka tidak heran apabila terjadi salah urus pengelolaan SDA mengakibatkan rakyat makin sengsara. Kita bisa saksikan betapa besar keuntungan hasil pengelolaan SDA yang seharusnya dimanfaatkan untuk menyediakan kebutuhan pokok rakyat seperti memenuhi sandang (pakaian), pangan, dan papan (perumahan), pun kebutuhan dasar seperti pendidikan, pengobatan (kesehatan), keamanan, dan lain sebagainya akan sangat memadai. Namun pada faktanya, justru dirampok oleh pemilik modal. Ini adalah bentuk kezaliman yang nyata dan tidak sesuai dengan aturan/syariat Islam.
Sistem Islam mempunyai mekanisme mengatur dan mengelola SDA. Negara wajib mengelola SDA yang jumlahnya melimpah ruah wajib untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Haram hukumnya bila diprivatisasi atau diekspor ke luar negeri sementara rakyat dalam negeri tidak tercukupi kebutuhan hidupnya.
Negara juga memiliki kewajiban untuk menyejahterakan kehidupan rakyatnya. Dalam hal ini membantu mereka mendapatkan pekerjaan yang layak. Merujuk pada hadis Nabi saw., beliau pernah memberikan uang dua dirham kepada seseorang yang meminta pekerjaan kepada beliau untuk dibelikan kapak, lalu nabi memerintahkan orang itu untuk mencari kayu dengan kapak tersebut. Dalam hadis lain juga disebutkan dengan jelas bahwasanya, “Imam/Khalifah adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Muslim).
Para TKI sudah wajib menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia, tidak hanya dalam perlindungan dan keamanan, tetapi juga dalam pemenuhan hajat hidup mereka. Seperti memberikan pekerjaan kepada rakyat (laki-laki) yang mampu bekerja. Selain itu, mereka juga berhak mendapatkan dan meningkatkan kualitas dalam menunjang keahlian dan keterampilan mereka sehingga dapat membantu mengusahakan pekerjaan yang lebih baik.
Negara tidak akan membuka jalan bagi orang-orang kafir menguasai (SDA dan SDM) kaum muslimin melalui jalan penanaman modal atau investasi seperti yang terjadi hari ini. Namun, jika terdapat investasi yang tidak bertentangan dengan syariat Islam dan hal-hal yang mengantarkan pada keharaman, maka posisi investasi tersebut sama dengan pinjaman. Selanjutnya kebijakan investasi di dalam Islam akan mendukung terciptanya lapangan pekerjaan yang luas dan mendorong peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat sesuai dengan koridor syariat Islam. Wallaahu a'lam bishawab.[]
Photo :Pinterest