"Jika diperhatikan secara seksama, kedua krisis yang dialami remaja saat ini tidak terlepas dari dua serangan utama kapitalisme. Sistem kapitalisme gencar melancarkan ide kehidupan sekuler dan islamofobia."
Oleh. R. Raraswati
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi dan Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Citayam mendadak viral di media sosial. Pasalnya, pihak kepolisian menyatakan bahwa Citayam Fashion Week yang digelar remaja di zebra cross sekitar Dukuh Atas, Jakarta Pusat telah melanggar Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tentu saja, viral karena pelanggaran yang dilakukan para remaja ini bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan.
Dilansir CNN Indonesia (Sabtu, 23 Juli 2022), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipaksa kerja keras mencarikan solusi untuk Citayam Fashion Week tersebut. Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, menyebutkan bahwa sebenarnya Jakarta memiliki lokasi terbuka lain yang dapat dijadikan tempat aktivitas tersebut. Namun, terlepas dari tempat yang dijadikan masalah pemerintah, viralnya Citayam Fashion Week merupakan cermin adanya krisis identitas dan moral.
Krisis Identitas
Aktivitas yang dilakukan remaja di Citayam Fashion Week (CFW) merupakan cermin adanya krisis identitas. Mereka bingung, tidak mengetahui arah tujuan hidup yang jelas. Para remaja ini tidak mengenali diri sebagai generasi yang seharusnya menjadi agen perubahan peradaban. Pertanyaannya, kenapa ini bisa terjadi?
Krisis identitas remaja Citayam tidak lain sebagai bukti kurang bahkan mungkin tidak adanya perhatian pemerintah kepada mereka. Fenomena CFW seolah memberi kritik pedas terhadap pemerintah. “Inilah kami, anak muda yang sekarang tidak diurus dengan baik oleh negara sehingga memilih jalan lain untuk mengaktualisasikan diri.”
Kritik pedas ini seharusnya segera dipahami dan direspons oleh pemerintah. Tidak cukup dengan memberikan tempat untuk menyalurkan bakat fashion mereka, tapi lebih pada mengarahkan ke hal positif yang memperlihatkan identitas generasi bangsa bermartabat. Pekerjaan rumah bagi pemerintah dan masyarakat untuk membantu para pemuda menemukan jati diri mereka sebagai sosok pribadi berakhlak mulia. Mengingat penduduk Indonesia mayoritas Islam, sewajarnya jika para pemudanya juga berperilaku selayaknya muslim.
Krisis Moral
Selain krisis identitas, para remaja yang terlibat CFW ini mencerminkan krisis moral. Tanpa rasa malu mereka berjalan lenggak-lenggok di dapan umum. Atas nama seni dan kreativitas fashion yang dilakukan di zebra cross saat lampu merah, memperlihatkan tingkat moral generasi bangsa saat ini. Moral yang krisis akibat kehidupan yang jauh dari perhatian dan derasnya arus kebebasan.https://narasipost.com/2022/03/30/ketika-remaja-milenial-dilanda-krisis-identitas-dan-dekadensi-moral/
Jika remaja ini mendapatkan perhatian yang baik dari pemerintah, keluarga, dan masyarakat, tentu akan memiliki tingkat moral tinggi. Rasa malu, menghargai diri sendiri sebagai sosok yang layak dihormati akan tertanam dengan penanaman akidah akhlak yang benar.
Serangan Utama Kapitalis
Jika diperhatikan secara seksama, kedua krisis yang dialami remaja saat ini tidak terlepas dari dua serangan utama kapitalisme. Sistem kapitalisme gencar melancarkan ide kehidupan sekuler dan islamofobia. Ini membuat wajah suram para generasi bangsa. Kenapa demikian?
Pertama, kehidupan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan membuat anak-anak remaja nantinya tidak mau tunduk pada aturan agama. Padahal agama dapat mengarahkan mereka untuk memiliki moral yang baik. Akibatnya, perilaku mereka banyak yang menyimpang dari norma-norma agama dalam kehidupan.
Kedua, wacana islamofobia yang terus menerus dimunculkan membuat para remaja enggan menyandang identitas sebagai seorang muslim. Ironi, muslim tapi tidak mau memperlihatkan identitas Islamnya. Mestinya seseorang bisa bangga memperlihatkan identitasnya sendiri, baik sebagai muslim, sebagai warga negara Indonesia maupun menjadi sosok berkualitas pembawa perubahan peradaban yang lebih baik.
Menangkal Serangan Kapitalis
Dua serangan utama yang dilakukan kapitalisme tersebut harus segera ditangkal. Identitas sebagai umat muslim layak untuk diperlihatkan kepada masyarakat umum. Rasa percaya diri menyandang gelar muslim harus dimunculkan dengan cara menghilangkan islamofobia. Anak-anak remaja harus bisa melihat Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Generasi muda harus memiliki pandangan bahwa remaja muslim itu keren, terdidik, good looking, dan sebagainya. Sehingga, mereka merasa bangga memperlihatkan identitas muslimnya kepada khalayak. Pemahaman tentang Islam ini harus dilakukan sejak dini, saat anak-anak tumbuh sebelum masa baligh. Sehingga ketika mereka menginjak usia remaja, telah tertanam keyakinan dan pandangan hidup yang benar menurut Islam dan tidak mengalami islamofobia.
Pembiasaan melakukan aktivitas agama seperti baca Al-Qur’an, mengikuti kajian-kajian ilmu juga dapat menumbuhkan rasa percaya diri terhadap identitasnya sebagai muslim. Selain itu, akan membentuk moral yang bermartabat dengan menjunjung tinggi rasa malu jika melakukan kemungkaran.
Semua upaya dalam menangkal serangan ide kapitalis ini tidak dapat dilakukan secara individu. Orang tua tidak mungkin mampu membentuk putra-putrinya menjadi generasi Islam bermoral jika tidak didukung oleh masyarakat dan negara. Benarlah pepatah yang mengatakan “butuh orang sekampung untuk mendidik anak” karena kerja sama antara orang tua, masyarakat dan negara yang dapat membentuk generasi unggul yang cemerlang.
Sebagai contoh, orang tua yang berusaha menanamkan akidah Islam kepada anaknya sebelum masuk usia sekolah. Namun, pada saat mulai sekolah di luar rumah, diberikan pemahaman toleransi yang berbeda dengan penanaman akidah sebelumnya. Tentu anak menjadi bingung karena melihat keumuman yang ada di lingkungan sekolah, masyarakat, akhirnya dia bisa memahami toleransi (pluralisme) yang tidak sesuai dengan pemahamannya di rumah. Maka dari itu, butuh menyamakan visi, misi dan pemikiran antara individu dalam hal ini orang tua, masyarakat (sekolah, instansi dll), dan negara.
Dengan adanya persamaan visi, misi, dan pemikiran antara individu, masyarakat dan negara, akan terbentuk identitas dan moral sebagai dasar yang menjadi penopang remaja untuk memiliki eksistensi yang baik. Para remaja harus didorong dengan dasar beragama yang bagus, sehingga ketika mereka menampilkan aktualisasinya, menjadi aktualisasi yang positif, membanggakan orang tuanya, masyarakat dan negara.
Allahu ‘alam bish ashowab.[]