Berburu BBM dan Migor Subsidi Lewat Aplikasi, Bikin Miris Hati

"Jika bicara tentang fakta subsidi yang harus tepat sasaran, yaitu masyarakat kurang mampu, mungkinkah rakyat miskin ini memiliki dana lebih untuk membeli ponsel pintar berikut kuotanya? Bisa dipastikan yang mampu membeli ponsel pintar dan piawai dalam menggunakannya adalah kalangan menengah ke atas. Sungguh miris, pada akhirnya sistem administrasi yang rumit akan menyulitkan rakyat kecil untuk mendapatkan BBM dan migor murah. "

Oleh. Hesti Andyra
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pemerintah resmi mewajibkan penggunaan aplikasi MyPertamina untuk membatasi pembelian BBM bersubsidi, pertalite dan solar, pada 1 Juli 2022 di 11 wilayah. Dengan dalih kebijakan subsidi yang tidak tepat sasaran, penggunaan aplikasi ini diyakini pemerintah akan sangat efektif karena data yang ada di aplikasi akan menunjukkan pembeli berhak mendapatkan BBM subsidi atau tidak. Pemerintah menjamin kali ini distribusinya tepat sasaran, artinya penikmat subsidi BBM ini memang rakyat yang benar-benar tidak mampu, bukan kelas menengah bahkan atas yang ikut menikmati BBM subsidi.

Tidak hanya BBM, sebelumnya pemerintah terlebih dahulu mensyaratkan pembelian minyak goreng curah bersubsidi dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter atau Rp15,500 per kg lewat aplikasi PeduliLindungi. Pemerintah berharap pembelian migor curah via aplikasi ini akan memudahkan pengawasan dan penyaluran. Jika ada pembelian yang berlebih atau mencurigakan, makan tim Satgas pangan akan turun tangan mengecek.

Menyusul, gas LPG ukuran 3 kg atau yang lazim dikenal sebagai gas melon akan segera disahkan pembeliannya lewat aplikasi MyPertamina. Saat ini masih dalam taraf uji coba di lima kota.

Kebijakan yang Tidak Praktis dan Bikin Miris

Benarkan pembelian via aplikasi ini efektif untuk membuat subsidi yang diberikan pemerintah tepat sasaran untuk rakyat yang benar-benar membutuhkannya? Fakta di lapangan menunjukkan bukti yang sebaliknya. Waktu dan kuota yang dihabiskan untuk menyiapkan laman dan meng-klik aplikasi PeduliLindungi di depan kasir minimarket menyebabkan antrean yang panjang hanya untuk membeli maksimal 10 kg per NIK per hari. Alhasil, pihak manajemen minimarket hanya mensyaratkan menunjukkan KTP sebagai syarat pembelian demi memangkas antrean.

Pemerintah seperti mengabaikan berbagai persoalan yang mengiringi kehadiran aplikasi MyPertamina ini. Mulai dari infrastruktur digital yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Ditambah permasalahan teknis di aplikasi, seperti kesulitan scan barcode, mengunduh atau mendaftar.

Jika bicara tentang fakta subsidi yang harus tepat sasaran, yaitu masyarakat kurang mampu, mungkinkah rakyat miskin ini memiliki dana lebih untuk membeli ponsel pintar berikut kuotanya? Bisa dipastikan yang mampu membeli ponsel pintar dan piawai dalam menggunakannya adalah kalangan menengah ke atas. Sungguh miris, pada akhirnya sistem administrasi yang rumit akan menyulitkan rakyat kecil untuk mendapatkan BBM dan migor murah.

Subsidi adalah beban bagi negara kapitalis

Pada UUD 45 pasal 33 ayat 3 tertulis, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Hal ini dimaksudkan supaya seluruh komponen tersebut dapat diolah dan digunakan untuk kepentingan masyarakat luas dan untuk memakmurkan rakyatnya. Penguasaan oleh negara ini juga memiliki artian bahwa perekonomian tidak hanya dikuasai oleh individu atau sekelompok orang saja, melainkan harus digunakan untuk kepentingan masyarakat luas serta untuk memakmurkan rakyatnya. Maka dari itu, penguasaan hal penting yang menyangkut kepentingan umum, dikuasai oleh negara. (kompas.com)

Berdasarkan pasal tersebut, pemerintah wajib menjaga ketersediaan pasokan BBM, LPG, dan migor dengan harga dan proses pembelian yang mudah, murah, dan terjangkau. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Segala hal yang berbau subsidi tampaknya semakin diperketat--jika tak boleh disebut dikurangi. Bagi negara kapitalis, subsidi adalah salah satu instrumen pengendalian tidak langsung, artinya negara menentukan kebijakan berdasarkan mekanisme pasar. Negara harus menimbang prinsip untung rugi dalam penyelenggaraan bisnis publik. Subsidi dianggap sebagai intervensi pemerintah terhadap kebijakan pasar bebas.

Subsidi dalam Perspektif Syariat Islam

Jauh berbeda dengan negara yang mengadopsi sistem kapitalis, negara yang berpedoman pada syariat Islam akan mengatur urusan umat dengan menjaga kemaslahatan umat, memenuhi kebutuhan-kebutuhan umat, dan memanfaatkan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran umat. Dalam Islam, subsidi adalah bantuan keuangan yang dibayarkan negara untuk menstabilkan ekonomi umat. Harta milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, dan wewenang pengelolanya ada pada negara.

Menurut ulama Abdul Qadim Zallum, pengelolaan harta milik negara bukan berarti negara berubah menjadi pedagang, produsen, atau pengusaha. Negara memiliki kedudukan tetap sebagai pengatur. Tujuan utamanya adalah menjadi peri’ayah umat, bukan untuk mencari keuntungan. Syariat Islam menjamin kemaslahatan dan melayani urusan umat serta menjaga eksistensi negara dengan kekuatan yang cukup yang mampu memikul tanggung jawab perekonomian negara. Haram hukumnya bagi negara mengambil keuntungan dari hasil pengelolaan harta rakyat.

Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam bersabda di rumahku ini, "Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan umatku (meskipun kecil), lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dirinya. Dan barangsiapa yang mengurusi urusan umatku (meskipun kecil), lalu ia bersikap lemah lembut kepada mereka, maka perlakukanlah ia dengan lemah lembut." (HR. Muslim)

Khatimah

Berbagai kebijakan yang diambil oleh negara kapitalis selama ini terbukti hanya menguntungkan segelintir orang dan menyulitkan banyak pihak. Alih-alih sejahtera, kehidupan rakyat semakin sulit. Dengan harga komoditas yang semakin naik dan sulitnya mendapatkan BBM dan migor semakin membuat rakyat cilik terjepit. Maka, sudah saatnya umat sadar dan kembali kepada sistem tata kelola ekonomi, sosial dan politik yang bersumber pada syariat.

Wallahu’alam bisshawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Hesti Andyra Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Jangan Ada Toleransi pada Maksiat
Next
Nikah Beda Agama: Buah dari Sistem Demokrasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram