“Inilah potret buram pembangunan ala kapitalisme sekuler. Negara bukan hanya abai dalam menjaga ekologi lingkungan tetapi ketika bencana alam muncul, justru sikap negara pun hanya sebatas mempersiapkan tanggap darurat bencana. Tidak pernah berupaya untuk naik level menjadi persiapan mitigasi bencana.”
Oleh. Mahganipatra
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Forum Muslimah Peduli Generasi)
NarasiPost.Com-"Rusaknya rakyat disebabkan oleh rusaknya penguasa. Rusaknya penguasa disebabkan oleh rusaknya ulama. Dan rusaknya ulama disebabkan ulama dikuasai cinta harta dan ketenaran. Barang siapa dikuasai cinta dunia, ia tidak akan mampu mengawasi rakyat kecil, lantas bagaimana mungkin (ia bisa mengawasi) penguasa dan pembesar negara?" (Ihya 'Ulum al-Diin, juz 2/357)
Pernyataan Imam Ghazali ini menjadi sebuah refleksi bagi bangsa Indonesia. Ketika model pembangunan wilayah tidak ditujukan dalam rangka maqashid syariah. Berbagai kerusakan telah tampak dalam wajah pembangunan dan tata kelola wilayah di Indonesia. Sehingga, telah melahirkan duka dan nestapa bangsa ini setiap saat. Sebut saja di wilayah Garut bagian selatan, baru-baru ini bencana banjir kembali melanda. Bukan hanya karena intensitas curah hujan yang tinggi, lebih dari itu banjir terjadi di sebabkan oleh adanya aktivitas pembangunan di wilayah Garut bagian selatan. Pembabatan hutan lindung menjadi alih fungsi hutan produktif, pembangunan infrastruktur dan pariwisata menjadi salah satu sebab banjir kembali terjadi di wilayah itu (merdeka.com, 17/7/2022).
Sementara di wilayah Karawang tak jauh berbeda. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan 304 rumah terdampak banjir di Kecamatan Telukjambe Barat Desa Karangligar, Karawang, Jawa Barat, Sabtu (16/7). Banjir disebabkan intensitas curah hujan yang tinggi, sehingga aliran sungai Cidawolong dan Kedunghurang meluap ke permukiman penduduk pada Sabtu sore (cnnindonesia.com, 17/7/2022).
Miris, tak ada kata yang lebih layak untuk menggambarkan kondisi Indonesia yang sudah menjadi langganan bencana alam banjir di hampir seluruh wilayahnya. Apakah bencana ini murni sebagai bentuk cobaan untuk menguji manusia agar manusia menyadari kemahakuasaan Allah Swt., supaya manusia semakin beriman dan bertakwa? Atau justru sebagai teguran dan azab atas kelalaian perilaku individu dan masyarakat serta sistem penunjang yang menjadi penopang pembangunan wilayah karena telah merusak alam?
Model Pembangunan Sistem Kapitalis Sekuler
Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat di segala bidang kehidupan manusia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika pembangunan suatu wilayah atau sebuah kota merupakan sebuah keniscayaan dalam proses membentuk kemajuan sebuah peradaban. Demikian pula dengan peradaban kapitalisme sekuler.
Setiap negara yang menganut sistem kapitalisme sekuler, tolok ukur kemajuan peradabannya berdasarkan pada pertumbuhan ekonomi. Sebuah negara akan dinilai maju ketika ekonominya tumbuh dengan standar kemampuan dalam percepatan pembangunan infrastruktur. Maka tidaklah mengherankan jika manusia saling berlomba-lomba untuk membangun infrastruktur yang paling megah tanpa memperhatikan ekologi lingkungan. Terutama di masa arus globalisasi yang terjadi dewasa ini.
Demikian pula dengan Indonesia, sebagai salah satu penganut sistem kapitalisme sekuler. Menjadi sebuah keniscayaan bagi Indonesia untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi negerinya. Dengan melakukan pembangunan infrastruktur di wilayah-wilayah yang dianggap potensial untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Sehingga terjadi fenomena, di mana para pejabat pemerintahan pusat maupun daerah, mereka saling berlomba untuk menggelar karpet merah bagi para investor asing maupun aseng untuk berinvestasi di wilayahnya masing-masing. Investasi dipandang sebagai sebuah capaian prestasi yang membanggakan. Padahal, sejatinya investasi adalah nama lain dari penjajahan.
Selanjutnya, karena percepatan pembangunan ini adalah bagian dari arus global maka secara alami akan berdampak pada arus urbanisasi dan juga pola dinamika spasial dalam suatu wilayah. Secara nyata akan menciptakan fenomena baru di masyarakat yaitu ketimpangan antara ruang pembangunan secara fisik dengan pembangunan secara sosial. Karena saat investasi masuk ke dalam sebuah wilayah, akan terjadi laju pembangunan infrastruktur demi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti terjadi eksploitasi alam yang berdampak pada kerusakan ekologi lingkungan dan degradasi moral manusia itu sendiri. Sebab proses pembangunan infrastruktur di dalam sistem kapitalisme sekuler, individu masyarakat maupun kelompok tidak pernah memperhatikan dan menjaga batasan-batasan lingkungan berdasarkan kepemilikan maupun fungsi lahan dan ekosistem alam.
Hal ini disebabkan, dalam dinamika pembangunan kapitalisme sekuler perencanaan pembangunan berkelanjutan tidak pernah memandang dan menjamin kepentingan masyarakat dan ekosistem pendukung lingkungannya. Demi sebuah capaian pertumbuhan ekonomi, tak jarang negara juga harus membayar mahal dengan terpaksa bertindak inkonsisten terhadap kebijakan master plan tata kelola ruang pembangunan wilayah yang sudah dibuat dan bahkan sering terjadi pelanggaran amdal. Sehingga, akhirnya bencana alam yang sangat merugikan masyarakat pun menjadi fenomena yang biasa terjadi.
Inilah potret buram pembangunan ala kapitalisme sekuler. Negara bukan hanya abai dalam menjaga ekologi lingkungan tetapi ketika bencana alam muncul, justru sikap negara pun hanya sebatas mempersiapkan tanggap darurat bencana. Tidak pernah berupaya untuk naik level menjadi persiapan mitigasi bencana. Hal ini terjadi karena nilai-nilai yang terbentuk dari model pembangunan wilayah dalam kapitalisme sekuler berporos pada materialisme. Para pejabatnya hanya fokus pada pembangunan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan tidak peduli terhadap keselamatan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Model Pembangunan Wilayah dalam Islam
Maqashid syariah adalah tujuan-tujuan syariat dan rahasia-rahasia yang dimaksudkan oleh Allah dalam setiap hukum dari keseluruhan hukum-Nya. Inti dari tujuan syariat adalah merealisasikan kemaslahatan bagi manusia dan menghilangkan kemudaratan, sedangkan mabadi' (pokok dasar) yakni memperhatikan nilai-nilai dasar Islam, seperti menjaga jiwa dan akal, menjaga keamanan, memberikan keadilan, kesejahteraan, persamaan hak dan kemerdekaan. Hal ini menjadi dasar dan tujuan dalam setiap konsep pembangunan wilayah di dalam Islam.
Konsep pembangunan dalam Islam akan menjadikan fondasi akidah sebagai landasan perencanaan pembangunan secara berkelanjutan. Dengan fondasi ini lahir ruh pembangunan wilayah berdasarkan asas ketakwaan dan ketaatan kepada Allah Swt. Maka akan tampak di tengah-tengah masyarakat interaksi yang kemudian secara alami akan membentuk lembaga pemerintahan dan masyarakat dengan sebuah sistem aturan berdasarkan akidah Islam.
Dari akidah ini akan terbentuk sosiokultural yang secara alami pula terbangun bi'ah interaksi antarindividu dan kelompok akan saling bekerja sama untuk menjaga dan melindungi ekologi di bidang fisik lingkungan ketika proses pembangunan infrastruktur terjadi. Sehingga secara alami pula, dampak pembangunan infrastruktur ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi negara.
Demikianlah konsep pembangunan dalam sistem Islam. Setiap proses pembangunan infrastruktur, yang dibangun oleh para pejabat pemerintahan di masyarakat bertumpu pada kepentingan masyarakat dan dorongan untuk meraih tujuan maqashid syariah. Dengan model pembiayaan infrastruktur dari Baitulmal bukan dari investasi asing maupun aseng.
Negara Islam yaitu Khilafah Islam juga akan membuat dan memetakan pembangunan setiap wilayah berdasarkan undang-undang dan kebijakan master plan yang dibuat berdasarkan penelitian dan pertimbangan para ahli. Selain itu, model pembangunan wilayah di dalam Islam juga dibuat berdasarkan pada perencanaan pembangunan secara berkelanjutan. Setiap pembangunan ditopang dengan fondasi spiritual berdasarkan akidah yang memahami bahwa dalam pembangunan infrastruktur bukan semata-mata demi kepentingan dan kebutuhan saja. Namun, negara juga harus memperhatikan dan menyertakan variabel-variabel pendukungnya agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga tanpa merusak ekosistem alam semesta. Negara harus menjaga lingkungan dengan memperhatikan batasan-batasan lingkungan berdasarkan kepemilikan. Termasuk dalam hal ini menjaga dan mengatur bidang fisik lingkungan dengan memeriksa karakter tanah dan topografinya, serta menjamin penyediaan daerah resapan air sebagai solusi dan mitigasi bencana banjir.
Demikian pula dalam hal izin pendirian bangunan. Setiap orang harus senantiasa memperhatikan syarat-syarat izin membangun sebuah bangunan. Negara wajib melayani kebutuhan rakyatnya dengan memberikan pelayanan birokrasi yang sederhana baik yang berkaitan dengan izin pendirian bangunan di wilayah pribadi atau umum. Sehingga, pembangunan wilayah benar-benar hadir dalam rangka mewujudkan peradaban manusia yang bertolak pada ketakwaan dan ketaatan hanya kepada Allah Swt. semata.
Wallahu a'lam bish-showab.[]