"Indonesia sebagai negara berkembang yang berkiblat pada negara adidaya yang menganut sistem kapitalisme tidak mampu berbuat apa-apa. Negeri ini hanya mampu menjadi pengekor sejati tanpa bisa bersuara lantang. Sebab, sudah terjerat perjanjian-perjanjian yang justru menguntungkan para kapital. Ditambah Indonesia juga terlanjur masuk lubang ribawi yang akan terus mengalami kerugian berkepanjangan."
Oleh. Ine Wulansari
(Pendidik Generasi dan Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com- Masyarakat lagi-lagi dibuat merana, pasalnya bukan hanya sejumlah bahan pokok kebutuhan sehari-hari yang harganya selangit, kini BBM dan gas nonsubsidi pun harganya ikut meroket. Jika hal ini terus terjadi, masyarakat tentu merasa panik. Terlebih dua komoditas ini selalu berganti harga, bukan mengalami penurunan justru lebih sering bertambah mahal.
PT Pertamina (persero), melalui anak usaha Pertamina Patra Niaga secara resmi mengumumkan kenaikan harga produk bahan bakar khusus atau BBM nonsubsidi. Kenaikan harga terdiri dari pertamax turbo, pertamax dex, dan dexlite serta LPG nonsubsidi seperti Bright Gas. Kenaikan harga BBM dan LPG nonsubsidi ini mengacu pada harga minyak saat ini, dan kenaikannya pun sudah sesuai aturan. (Tirto.id, 10 Juli 2022)
Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, kenaikan LPG nonsubsidi merupakan langkah yang wajar. Sebab ia menilai harga LPG di pasar internasional sedang meningkat secara signifikan.
Tentu saja hal ini memberi dampak yang merugikan bagi masyarakat. Seperti yang dijelaskan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai bahwa kenaikan ini akan mendorong banyak konsumen beralih menggunakan LPG subsidi, yakni gas 3 kg. Efek lainnya, berpotensi mendorong praktik curang pengoplosan dan menimbulkan risiko keamanan. (Kontan.co.id, 28 Februari 2022)
Sejatinya, kenaikan BBM dan gas merupakan pengaruh atas meningkatnya harga pasar di dunia internasional. Sesuai dengan peraturan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM 62/K/12/MEM/2020, harga jenis bahan bakar umum (JBU) akan terus mengalami penyesuaian mengikuti tren pasar internasional. Apabila minyak dunia naik, maka minyak dalam negeri pun turut naik. (Tempo, 11 Juni 2022)
Jika harga BBM dan gas naik, tentu hal ini akan mendorong masyarakat beralih pada produk yang lebih murah. Semua ini dilakukan dalam rangka menghemat pengeluaran. Sebab, tak bisa dimungkiri harga kebutuhan pokok lainnya turut merangkak naik.
Kenyataan lainnya menunjukkan, adanya pembatasan konsumsi BBM subsidi, baik dari segi jumlah maupun cara pembeliannya. Pada akhirnya, jika stok habis masyarakat dipaksa untuk membeli BBM nonsubsidi yang harganya lebih mahal. Kondisi seperti ini, sangat membuat masyarakat menjadi semakin kesulitan.
Sulitnya Hidup dalam Dekapan Kapitalisme
Kenaikan harga yang merujuk pada tren dunia, tidak lepas dari adanya perjanjian perdagangan internasional yang dilakukan pemerintah. Dengan mengikuti pasar global, mau tidak mau harus menuruti situasi yang sudah ditentukan. Jika harga komoditas dunia naik, maka secara otomatis Indonesia pun menaikkan harga. Hal ini juga disebabkan oleh permainan perdagangan dunia. Negara-negara yang masuk anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries), dapat menurunkan harga minyak dengan menambah pasokan. Namun, hal itu tidak dilakukan, karena salah satu negara yang tergabung dalam OPEC yang berpengaruh (Rusia) tidak menginginkannya. Tentu saja, semua ini karena keuntungan bagi negara penguasa dunia.
Melihat hal ini, Indonesia sebagai negara berkembang yang berkiblat pada negara adidaya yang menganut sistem kapitalisme tidak mampu berbuat apa-apa. Negeri ini hanya mampu menjadi pengekor sejati tanpa bisa bersuara lantang. Sebab, sudah terjerat perjanjian-perjanjian yang justru menguntungkan para kapital. Ditambah Indonesia juga terlanjur masuk lubang ribawi yang akan terus mengalami kerugian berkepanjangan.
Maka dari itu, selama negeri mayoritas muslim ini menganut sistem kapitalisme, maka akan terus mengalami kerugian dan rakyatnya semakin terpuruk. Hal ini terjadi sebab, berada dalam genggaman negara penguasa dunia yang akan terus menjerat dengan berbagai perjanjian yang menguntungkan mereka.
Minyak dan Gas dalam Islam
Berbeda halnya dengan sistem Islam, yang memiliki seperangkat aturan sempurna sebagai sebuah sistem kehidupan. Islam mengatur manusia, alam semesta, dan kehidupan di seluruh aspek, termasuk ekonomi. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga, yakni kepemilikan individu, umum dan negara. Semuanya ini harus sesuai dengan syariat Islam.
Minyak dan gas merupakan salah satu kebutuhan pokok rakyat. Aturan Islam tidak akan membiarkan dua komoditas ini langka apalagi harganya sampai mencekik rakyat. Karena, ada peran pemimpin yang berkewajiban mengurusi seluruh kebutuhan rakyatnya. Bukan mencari keuntungan demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. BBM dan gas adalah kekayaan milik rakyat yang wajib dikelola secara mandiri oleh negara dan seluruh keuntungannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Sebagaimana sabda Nabi saw.: “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Dalam Islam, pemimpin dilarang melakukan perjanjian dengan negara kafir yang jelas memusuhi Islam dan kesepakatan yang dapat menjerumuskan pada kezaliman untuk rakyatnya.
Oleh karena itu, negara tidak boleh mengambil keuntungan kecuali untuk kepentingan rakyat. Karenanya, rakyat cukup mengganti biaya produksi komoditas tersebut untuk memperolehnya. Sehingga harganya akan tetap stabil dan murah.
Semua ini akan terwujud nyata dan rakyat pun akan sejahtera di bawah kepemimpinan Islam yang menerapkan syariat secara menyeluruh. Kekayaan alam yang terhampar luas akan dikelola negara tanpa campur tangan pihak manapun, baik swasta atau pihak asing.
Dengan demikian, apa saja yang menjadi hak rakyat akan dipenuhi, sebab hal ini merupakan kewajiban negara untuk mencukupinya secara adil dan merata. Selama negeri ini masih berada dalam dekapan sistem kapitalisme dan mengambil segala kebijakan Barat sebagai aturan kehidupan, masyarakat akan terus berada dalam kesengsaraan. Begitu juga dengan kebijakan kenaikan BBM dan gas yang menjadi salah satu kebutuhan masyarakat, tentu akan menyebabkan penderitaan dan kerugian yang tak berkesudahan.
Wallahua’lam bish shawab.[]