Vaksin GR berbayar harusnya dibatalkan, bukan ditunda. Uang untuk membeli vaksin dari uang rakyat terus dijual lagi ke rakyat."
(Fadli Zon)
Oleh. Fera Ummu Fersa
(Pemerhati Kebijakan Publik)
NarasiPost.Com-Per hari Senin (12/7/2021) perusahaan farmasi PT.Kimia Farma (KF) diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjual paket vaksin jenis Sinopharm dengan harga Rp879.140 untuk dua kali dosis suntikan. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah untuk membuka Program Vaksin Gotong Royong (VGR) bagi individu dikarenakan program VGR oleh perusahaan swasta berjalan lamban.
Saat ini, kecepatan VGR baru 10.000 - 15.000 dosis per hari. Dari target 1,5 juta dosis, baru tercapai sekitar 300.000 dosis yang sudah diberikan. Maka, untuk mempercepat pelaksanaan VGR, pemerintah berencana membuka vaksinasi ke RS yang juga memiliki program vaksinasi gratis, memberikan kepada anak dan ibu hamil/ menyusui, serta membuka vaksinasi berbayar kepada individu.
Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, yang sekaligus sebagai Ketua KCP-PEN pun memberi masukan untuk membuka VGR bagi individu dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan No 19 Tahun 2021, yang sebelumnya Peraturan Menteri Kesehatan (PKM) No 10/ 2021 tentang pelaksanaan vaksin dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19.
Dalam PKM tersebut, VGR adalah pelaksanaan vaksin yang diberikan kepada karyawan/wati yang pendanaannya ditanggung oleh badan hukum/badan usaha. Dengan demikian, aturan baru PKM telah menetapkan tentang perluasan sumber pendanaan vaksinasi swasta, yang awalnya hanya dari perusahaan menjadi bertambah dengan sumber pendanaan dari individu.
Pemerintah berdalih perubahan aturan tersebut untuk memberi pilihan kepada masyarakat yang ingin melaksanakan vaksin dengan layanan khusus. Masyarakat yang tidak ingin mengantre panjang untuk vaksin gratis, bisa mengakses layanan vaksin secara mandiri melalui skema vaksin berbayar. Pemerintah juga beralasan adanya vaksin berbayar diharapkan bisa mempercepat program vaksin nasional sehingga kekebalan kelompok (herd immunity) yang diharapkan bisa mengatasi pandemi segera terbentuk, dan pemulihan ekonomi mampu berjalan lebih cepat.
Apa yang disampaikan pemerintah jelas tidak masuk akal. Alih-alih serius mencari cara mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan vaksin, pemerintah justru mengambil jalan pintas dengan mengomersilkan vaksin. Saat ini ada delapan klinik Kimia Farma yang dioperasikan dengan kapasitas vaksinasi individu 1700 peserta perhari. Selanjutnya KF berencana melebarkan jangkauan vaksin berbayar ke pusat perbelanjaan dan toko-toko besar. Tentu keuntungan yang didapat akan semakin berlimpah.
Keputusan tersebut sontak menuai protes dari berbagai kalangan. Akhirnya pihak KF menunda penjualan vaksin hingga waktu yang tidak ditentukan, dengan alasan pihak manajemen perlu memperpanjang masa sosialisasi VGR individu, sekaligus memperpanjang masa pengaturan pendaftaran calon peserta.
Konsep vaksinasi berbayar tersebut dinilai tidak etis dan melukai masyarakat, apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang kasusnya terus melonjak. Relawan @laporcovid Firdaus Ferdiansyah mengatakan, rencana vaksin berbayar mengandung tiga masalah utama. Pertama, VGR berbayar melanggar UU No 36/2009 tentang Kesehatan dan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Kedua, pemerintah telah memanipulasi istilah herd immunity atas Covid-19 guna mengambil keuntungan. Ketiga, pemerintah dinilai telah melakukan praktik regulasi lewat vaksin berbayar.
Firdaus juga menyebut bahwa pemerintah tidak konsisten lewat rencana vaksin berbayar. Pengadaan vaksin selama ini menggunakan skema pembelian oleh pemerintah lewat APBN, artinya uang yang digunakan untuk pembelian vaksin merupakan uang rakyat. Bahkan salah satu anggota DPR, Fadli Zon lewat akun Twitter-nya menegaskan, "Vaksin GR berbayar harusnya dibatalkan, bukan ditunda. Uang untuk membeli vaksin dari uang rakyat terus dijual lagi ke rakyat."
Wajar saja jika masyarakat marah dengan kebijakan tersebut. Dengan dicanangkannya konsep VGR saja pemerintah sebenarnya sudah berlepas tangan dari tanggung jawab mengurus urusan vital rakyat, yakni dengan membebankannya pada pihak lain (swasta). Dengan aturan ini pemerintah seakan ingin melibatkan masyarakat untuk memikul tanggung jawab pemerintah, padahal kondisi ekonomi masyarakat saat ini sedang kolaps. Bahkan, tampaknya tidak hanya ingin berlepas tangan dari wabah yang kian tak terkendali, tapi juga sebagai peluang meraup keuntungan besar dengan menggunakan tangan perusahaan pelat merah sebagai pihak yang turut dalam permainan.
Sungguh ironis. Di tengah kondisi ekonomi yang buruk seperti saat ini, pemerintah masih memperhitungkan untung rugi. Bila ditilik lebih dalam, akar persoalannya adalah sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Dalam kapitalisme, negara bertindak layaknya sebuah korporasi. Hubungan antara pemerintah dan rakyat tak ubah seperti hubungan antara penjual dan pembeli, seperti lazimnya pengusaha atau pedagang. Negara akan selalu menghitung untung rugi, bahkan dalam perkara vital dan mendasar, seperti urusan jaminan pangan, sandang, papan, pendidikan, keamanan dan kesehatan sekalipun.
Sesungguhnya negara kita tak layak mengalami situasi buruk seperti sekarang ini. Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, yang mestinya bisa dikelola untuk memenuhi hajat hidup masyarakat. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, kekayaan alam yang melimpah justru diserahkan kepada korporasi, terutama korporasi milik asing.
Itulah watak sistem kapitalisme, yang hanya memanfaatkan suara rakyat untuk menduduki tampuk kekuasaan. Tapi setelah terpilih, rakyat dibiarkan berjibaku sendirian melawan krisis ekonomi. Bahkan, penguasa tak segan menjadikan rakyat sebagai pangsa pasar untuk meraup keuntungan. Sungguh, ini adalah sistem yang ambyar!
Kondisi saat ini berbeda jauh dengan kondisi masyarakat saat Islam menaungi kehidupan dunia. Masyarakat dilingkupi keberkahan dan kedamaian karena penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam Islam, penguasa betul-betul hadir memfungsikan diri sebagai pengurus dan pengayom rakyat.
Negara pun diwajibkan menjamin kebutuhan rakyat dengan sebaik-baiknya. Mulai dari kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan terlebih kesehatan. Semua diberikan dengan layanan terbaik dan prima, terkhusus di bidang jaminan kesehatan. Negara tidak hanya bicara tentang layanan kuratif, seperti penyediaan tenaga medis yang mumpuni, faskes dan obat-obatan yang memadai, tapi juga penanganan preventif, seperti ketahanan pangan, kecukupan gizi, kesehatan lingkungan, mitigasi bencana dan wabah, riset saintek, dan lain-lain.
Sistem kesehatan dalam Islam pun saling berkelindan dengan sistem lainnya, termasuk sistem ekonomi dan keuangan. Dalam Islam, sumber pendanaan negara dikelola lembaga keuangan bernama Baitul Mal. Pendapatan negara khususnya diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam yang depositnya tak terbatas, yang telah dianugerahkan Allah kepada negeri-negeri kaum muslimin.
Maka, sudah sepatutnya kita kembali menerapkan sistem Islam dengan menyeluruh, agar benar-benar tercipta kesejahteraan yang nyata. Agar penderitaan rakyat segera hilang dan hegemoni kapitalis yang merusak segera terhapus dalam kehidupan umat manusia, sehingga akan turun keberkahan dari Allah subhanahu wa ta'ala.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]