Tambah Utang untuk Proyek Kereta Cepat, Pentingkah?

"Berbagai aset negara tergadaikan demi mulusnya berbagai proyek infrastruktur sementara penanganan wabah pandemi covid-19 yang menyentuh kebutuhan rakyat seolah tutup mata."


Oleh. Heni Rohmawati

NarasiPost.Com-Di tengah situasi pandemi yang semakin mengkhawatirkan, pemerintah berniat menambah utang baru. Sayangnya, utang baru itu bukan untuk anggaran penanganan wabah yang menggila, tetapi untuk proyek kereta cepat. Pentingkah penambahan utang baru demi proyek kereta cepat?

Indonesia kini menjadi negara nomor 3 dunia terbesar dengan kasus Covid harian mencapai 56.757 per 15 Juli 2021 (Data Kemenkes). Nakes yang gugur telah mencapai 1000 orang. Dan hingga kini pihak rumah sakit mengalami berbagai kekurangan dikarenakan banyaknya pasien, yakni berkurangnya nakes dengan jumlah signifikan dan juga kekurangan biaya akibat utang pemerintah kepada pihak rumah sakit yang tak kunjung cair. Sehingga kebutuhan untuk menambah fasilitas semisal bed, ruang isolasi dan obat-obatan terhambat. Sekadar APD saja kekurangan hingga penggali kubur untuk jenazah Covid pun telah kelelahan.

Namun pemerintah seolah menutup mata. Mereka menambah utang untuk keperluan proyek infrastruktur yang tidak dibutuhkan saat ini. Berdasarkan info yang disampaikan oleh Kementerian BUMN, Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) mengalami kekurangan biaya operasi pada awal pengerjaannya. Dengan alasan ini, pemerintah sedang bernegoisasi dengan Cina agar memberi utang untuk proyek KCJB. Pinjaman itu akan diberikan melalui China Development Bank (CDB) dengan jaminan oleh PT. KAI.
Perlu diketahui bahwa berbagai proyek infrastruktur ini mengalami overrun, yaitu pembengkakan biaya dikarenakan adanya keterlambatan pembebasan tanah, rencana yang terlalu optimis dan lemahnya manajemen proyek. Sehingga tidak hanya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang mengalami pembengkakan biaya, tetapi juga Light Rapid Transit (LRT) Jabodebek. Biaya melonjak menjadi Rp20-27 triliun dari perkiraan sebelumnya. Dan pembengkakan dana diharapkan akan ditanggung Cina sebesar 75%. (CNBC indonesia, 8/7/2021)

Sedemikian besar perhatian pemerintah dan penguasa ini kepada berbagai proyek infrastruktur yang belum tentu berhasil dan dibutuhkan dalam waktu dekat, hingga rela menjaminkan berbagai aset negara. Berbanding terbalik dengan perhatian mereka kepada penanganan wabah di negeri ini. Seolah menutup mata, mereka lebih memprioritaskan permasalahan yang tidak menyentuh kebutuhan rakyat. Dan yang lebih membahayakan lagi, kedaulatan negeri ini makin terancam karena tergadai oleh utang yang terus meningkat.

Solusi Islam

Mengakhiri wabah perlu berpikir serius dan menyeluruh. Tidak bisa terpisah. Kebijakan harus padu untuk menghasilkan dampak yang signifikan. Islam sebagai agama yang benar dan paripurna telah menjelaskan hal ini sejak 14 abad silam. Peranan penguasa sebagai garda terdepan harus muncul di permukaan hingga rakyat merasakan pemeliharaan dan jaminan dalam pengurusannya.

Dalam Islam keselamatan nyawa rakyat adalah hal yang sangat utama. Negara bahkan rela berkorban demi menyelamatkan nyawa seorang saja. Dalam hal ini Rasulullah Saw pernah menyampaikan bahwa,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani)

Maka dari itu dalam konteks kekinian, pemimpin seharusnya mampu mengupayakan semaksimal mungkin untuk menekan laju kasus pandemi ini. Penguasa wajib menerapkan lockdown dan mampu membiayai kebutuhan rakyat selama masa ini. Negara juga akan menunda atau bahkan menghentikan berbagai proyek tidak strategis dan mengalihkan dana untuk menunjang berbagai keperluan medis. Dan negara tidak akan menjaminkan keselamatan rakyat demi ekonomi semata-mata. Hal ini dikarenakan pemimpin adalah pengayom bukan penjual atau pebisnis terhadap rakyatnya.

Dan tanpa diragukan lagi, bandara internasional sebagai sarana masuknya berbagai mutasi virus asing harus segera ditutup. Tanpa nanti. Karena kebijakan yang dihasilkan seorang khalifah adalah independen. Dan khalifah adalah pihak yang merdeka, bebas dari tekanan dan intervensi pihak lain apalagi asing. Demikian jika sistem Islam diterapkan. Sistem Islam tidak hanya diimani kebenarannya, tetapi juga wajib diterapkan dalam kehidupan bernegara.
Wallahu a’lam bishowab[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Krisis Oksigen Kala Pandemi, Sungguh Mengiris Hati
Next
Polemik Tak Berkesudahan dalam Sistem Kapitalisme
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram