Syiar Islam Tercegat PPKM Darurat

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya serta ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah perselisihan itu kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (As-Sunah) jika kalian benar-benar mengimani Allah dan hari akhir. Yang demikian adalah lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa: 59)


Oleh: Nur Jamilah, S.Pd.I.
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Lonjakan kasus positif Covid-19 semakin sporadis, bahkan dalam sehari kasus positif harian bisa mencapai lebih dari 38.000 kasus dan 1000 kasus kematian covid. Kondisi yang semakin tak terkendali ini membuat pemerintah kembali memberlakukan pembatasan dengan istilah PPKM (Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat. Namun keefektifannya kembali dipertanyakan, tersebab inkonsistensi dan kontradiksi aturannya. Sebut saja aturan penutupan tempat ibadah termasuk masjid, sementara kegiatan konstruksi diizinkan berjalan 100 persen. Alih-alih menjadi solusi, justru ini menimbulkan kontroversi dan sentimen beragama serta meningkatkan social distrust masyarakat kepada pemerintah.

Dilansir dari www.pangandaran.pikiran-rakyat.com (01/07/2021) bahwa Luhut Binsar Panjaitan yang menjabat sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi sekaligus Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) telah resmi menetapkan kebijakan bahwa Indonesia menerapkan kembali PPKM Darurat selama rentang waktu 3-20 Juli 2021. Salah satu aturannya yakni menutup beberapa sarana publik dan sektor pekerjaan, termasuk penutupan rumah ibadah. Sedangkan kegiatan konstruksi diizinkan tetap beroperasi 100 persen dengan menerapkan prokes yang lebih ketat.

Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan dan mengeluarkan surat edaran resmi terkait peniadaan salat Iduladha 1442 H di masjid maupun di lapangan terbuka; pelarangan aktivitas takbiran menyambut Iduladha 1442 H, takbiran hanya diperkenankan dilakukan di rumah masing-masing; pembatasan aktivitas penyembelihan hewan kurban di tempat terbuka, hanya menghadirkan pihak yang melakukan kurban sebagai saksi dan daging sembelihan diantar ke rumah masing-masing. Semua itu dilakukan, dengan anggapan berbagai aktivitas itu dapat menimbulkan kerumunan pada zona yang diberlakukan PPKM Darurat. (liputan6.com, 02/07/2021)

Menurut Ketua MUI Pusat, Cholil Nafis, terkait Iduladha di tengah pandemi diperlukan sinergitas semua pihak. Ulama memberikan pendapat dari sisi keagamaan. Cendekiawan menjelaskan terkait sisi medisnya. Pemerintah menetapkan kebijakan dan aturan. Sementara masyarakat menaati Allah, Rasul-Nya, dan ulil amri atau pemerintah. (pikiran-rakyat.com, 04/07/2021)

Kebijakan ini kembali memunculkan kontroversi. Banyak pihak yang tidak setuju dengan aturan penutupan masjid di masa PPKM Darurat. Menurut Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar, agama seharusnya tidak dipandang sebagai penghalang. Tempat ibadah bisa menjadi sentra edukasi masyarakat agar bisa menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. (idntimes.com, 09/07/2021)

Diketahui sebelumnya, pendakwah kondang, Ustaz Abdul Somad alias UAS yang menggebu-gebu dan mempertanyakan sikap pemerintah yang lebih membiarkan kerumunan di mall ketimbang orang ke masjid. Lebih lanjut, ia menilai bahwa selama ini masjid kerap dijadikan kambing hitam penularan Covid-19. (wartaekonomi.co.id, 08/07/2021)

Syariat Terhambat PPKM Darurat

Pemerintah kembali memantik kemarahan kaum muslim di tanah air. Penerapan PPKM Darurat lagi-lagi melindas puing-puing syariat Islam yang masih tersisa. Ketidakadilan semakin vulgar dipertontonkan. Instruksi untuk menutup masjid di tengah pelonggaran kegiatan konstruksi hingga 100 persen menjadi ironi dan sangat menyakiti masyarakat.
Banyak yang mempertanyakan, mengapa perlakuan yang serupa tidak diberlakukan pada tempat ibadah? Toh aktivitas ibadah di masjid justru lebih memungkinkan diterapkan prokes jika dibandingkan dengan kegiatan konstruksi atau belanja di sentra-sentra perbelanjaan. Waktu yang singkat dan interaksi yang minim di masjid, ditambah prokes ketat diyakini bisa meminimalisasi risiko penularan Covid-19. Aroma islamofobia kuat terendus dalam kebijakan ini.

Masyarakat sebenarnya mau saja mendukung penuh kebijakan apa pun yang ditetapkan pemerintah, seandainya mereka menyaksikan konsistensi, keadilan, dan keberpihakan pemerintah kepada rakyat. Namun sayang, hal itu tak terjadi. Penutupan masjid, kini tak lagi dipandang sebagai salah satu cara untuk mewujudkan maqashid syara yaitu hifzu an-nafsi (penjagaan terhadap jiwa). Tapi justru dianggap sebagai upaya untuk menghambat syiar dari syariat Islam dengan mengatasnamakan PPKM Darurat. Lantas kalau sudah seperti ini, apakah kaum muslim kembali yang akan menerima tuduhan sebagai penghalang upaya penanganan pandemi?

Masyarakat memandang sedari awal pemerintah memang tak serius menangani pandemi. Tampak sekali dari kebijakan kementerian yang berbeda dan terkadang kontradiktif. Kementerian Kesehatan menyerukan prokes ketat demi menekan kasus positif Covid-19, sementara Kementerian Pariwisata tetap mengizinkan pembukaan tempat-tempat wisata yang rawan menimbulkan kerumunan. Sehingga membingungkan masyarakat, akhirnya banyak yang tidak percaya Covid-19 dan tidak patuh prokes.
Pemerintah juga gagal dalam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan rakyat di masa pembatasan sosial apa pun istilahnya, sehingga sebagian besar masyarakat terpaksa bekerja di luar dengan risiko tinggi terpapar virus ini. Sementara pejabat terkait, tanpa rasa kemanusiaan, melakukan korupsi pada dana-dana sosial. Tak hanya itu, masyarakat dibiarkan berjuang sendiri menghadapi pandemi yang tak berkesudahan ini, tanpa keterbukaan data riil serta informasi yang benar dan utuh mengenai pandemi ini. Nihil konsistensi dan tak ada ketegasan dalam menangani pandemi. Bahkan, ketika negara hampir kolaps dilumat ganasnya virus ini, sense of crisis pada diri para pemimpin negeri ini tak juga hadir.

Ini jelas menunjukkan, bahwa tidak ada perubahan kebijakan yang berarti dari pemerintah dalam menanggulangi pandemi Covid-19. Bahkan, pemerintah terus melakukan upaya relaksasi pembatasan sosial. Akibatnya, hingga bulan Juli 2021 ini pandemi Covid-19 tak kunjung teratasi.

PPKM Darurat memang menimbulkan efek di tengah masyarakat. Masyarakat mesti berdiam diri di dalam rumah, berdagang dilarang dalam waktu dan kondisi tertentu, bahkan masjid-masjid awalnya diinstruksikan untuk ditutup, walau belakangan direvisi seiring dengan banyaknya penolakan. Masjid kembali dibuka, tapi salat tetap di rumah. Sementara kebutuhan pokok masyarakat tidak ada yang menjamin pemenuhannya. Lantas, di manakah tanggung jawab pemerintah?

Ironisnya, dengan vulgar masyarakat menyaksikan dari berbagai kanal media, bahwa ternyata pemerintah membiarkan warga negara asing keluar-masuk Indonesia. Sementara warga negara sendiri dikurung tanpa diberi makan? Usaha-usaha rakyat kecil dipasung bahkan didenda jutaan rupiah. Tetapi bisnis pengusaha kelas kakap tetap lancar dan dilindungi di bawah payung hukum dengan pengistilahan sektor usaha esensial dan kritikal.
Sektor esensial mencakup pasar modal, teknologi informasi dan komunikasi, keuangan dan perbankan, teknologi informasi dan komunikasi, industri orientasi ekspor, dan perhotelan nonpenanganan karantina. Sedangkan sektor kritikal mencakup kesehatan, transportasi, logistik dan distribusi, energi, keamanan dan ketertiban masyarakat., makanan dan minuman dan penunjangnya, semen dan bahan bangunan, konstruksi, proyek strategis nasional, objek vital nasional, dan utilitas dasar. Semua ini 100 persen WFO. (tempo.co, 09/07/2021)

Sebagian besar usaha yang dikategorikan ke dalam sektor esensial dan kritikal dimainkan oleh pemilik modal besar, sementara yang menyentuh rakyat kecil hanya sekadarnya saja. UMKM dan usaha kelas menengah ke bawah tereleminasi, dan harus rela masuk pada kategori sektor nonesensial.

Dari sana, dapat kita simpulkan bahwa selama ini aneka kebijakan pemerintah dalam mengatasi pandemi menunjukkan aroma ketidakadilan dan keberpihakan pada pihak asing dan pemilik modal, dibandingkan dengan keselamatan rakyatnya sendiri. Bahkan, kegagapan pemerintah dalam penanganan pandemi menunjukkan tidak adanya kapabilitas dan political will dalam mengurusi rakyat. Tak aneh, jika banyak yang menyerukan untuk mundur jika kondisi tak ingin semakin berlarut-larut.

Berbagai kebijakan yang telah diluncurkan oleh pemerintah sesungguhnya telah mengonfirmasi bahwa negeri ini telah menjadi negara korporatokrasi, yaitu negara yang pengendalian kekuasaannya di bawah intervensi korporasi. Lihatlah, perselingkuhan yang terjadi antara korporasi dengan birokrasi. Sesungguhnya yang demikian hanya mungkin terjadi dalam sistem demokrasi kapitalisme. Dasar ideologi kapitalisme adalah sekularisme. Jika telah mewujud dalam sebuah negara, kekuasaan akan disetir oleh syahwat materialistik. Demokrasi akan mengantarkan para elite politik yang mendapat support pemodal kuat untuk duduk manis dalam singgasana kekuasaan. Sehingga kita saksikan selama ini apa pun masalahnya, termasuk pandemi maka kepentingan pemodal kuatlah yang kerap kali menjadi acuan dalam berbagai kebijakan yang diambil pemerintah.

Mendudukkan Kembali Makna Taat kepada Ulil Amri

Islam diturunkan ke muka bumi ini sebagai mu’alijat lil masyaakil al-insan (solusi problematika manusia) juga sebagai rahmatan lil ‘alamiin (rahmat bagi seluruh alam). Sebagaimana firman Allah Swt:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ

“Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim).” (QS. An-Nahl : 89)

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya : 107)

Syariat Islam dinobatkan sebagai satu-satunya aturan yang sahih (benar) di seantero dunia sepanjang masa oleh Sang Khalik. Sebab, sumber ajarannya murni berasal dari wahyu Allah Swt dan aturannya begitu sempurna dan menyeluruh. Allah telah mengutus Rasul-Nya untuk mendakwahkan risalah-Nya ke seluruh penjuru dunia agar menjadi pedoman dan rujukan aturan kehidupan.
Salah satu kewajiban kaum mukmin adalah menyolusikan berbagai urusan dengan merujuk pada Allah Swt dan Rasul-Nya berupa aturan kehidupan yang termaktub dalam nash syara yakni Al-Qur’an dan As-Sunah. Itu berarti, semua kebijakan yang diambil harus berkesesuaian dengan syariat Islam. Termasuk solusi untuk menangani pandemi, Islam telah memberikan arahan yang gamblang dan tegas serta terbukti jitu menghentikan wabah apa pun.

Islam menangani pandemi dengan menerapkan lockdown serta menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat yang berada di wilayah itu secara manusiawi. Sambil mengerahkan dan memfasilitasi para pakar dan ilmuwan untuk menemukan obat dan vaksin yang manjur untuk penyakit yang menjadi sumber wabah. Dengan begitu, pandemi bisa diatasi dalam waktu singkat tanpa menelan banyak korban.

Adapun dalil mengenai perintah untuk menaati ulil amri (pemerintah) itu benar adanya, akan tetapi tidak bisa dimaknai sesuka hati tanpa mengaitkan dengan perintah lain.

Allah Swt berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya serta ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah perselisihan itu kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (As-Sunah) jika kalian benar-benar mengimani Allah dan hari akhir. Yang demikian adalah lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa: 59)

Makna yang benar dari ayat ini: pertama, kaum mukmin diperintahkan untuk menaati Allah, Rasul-Nya, dan ulil amri (pemerintah) yang juga secara nyata menaati Allah dan Rasul-Nya. Namun, jika ulil amri justru menyuruh untuk berbuat maksiat, maka rakyat tak lagi wajib taat pada mereka. Karena tiada ketaatan kepada makhluk dalam hal ikhwal kemaksiatan kepada Allah Swt.

Kedua, kaum mukmin juga diperintahkan untuk mengembalikan semua urusan termasuk juga perselisihan kepada nash syara.

Ketiga, perintah tersebut merupakan konsekuensi keimanan, yang tak bisa ditawar lagi.

Keempat, ayat tersebut secara tegas menerangkan keunggulan hukum Allah Swt dan Rasul-Nya dibandingkan dengan hukum gubahan manusia (As-Sa’di, Taysir Al-Karim Ar-Rahman fi Taysir Kalam Al-Manan, 1/183).

Demikianlah, ayat ini seyogianya tak lagi dijadikan legitimasi oleh pemerintah untuk menuntut masyarakat agar menaati mereka. Seharusnya, ini menjadi bahan introspeksi atas segala kebijakan yang telah diluncurkan, sudahkah sejalan dengan aturan Allah Swt dan mengayomi masyarakat? Jika belum, maka tidak ada kata terlambat untuk berbenah diri. Mari kembali pada fitrah kita, yakni syariat Islam. Tetapkan seluruh hukum Islam secara totalitas, tanpa nanti dan tanpa tapi. Masyarakat dengan penuh kerelaan akan menaati dan mencintai pemimpin negeri ini. Tangani pandemi ini dengan solusi tuntas ala Islam niscaya pandemi akan segera berakhir dan kehidupan masyarakat akan lebih baik, bahkan kesejahteraan, kebahagiaan, dan keberkahan akan Allah limpahkan bagi negeri tercinta ini. Mari selamatkan Indonesia dengan syariat Islam. Allahu Akbar!
Wallahu a’lam bi ash-shawwab[]


photo : google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Lenyapnya Pesona Seiko
Next
Pontang-Panting Atasi Stunting, Islam Memberikan Jawaban
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram